TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dokter Nova Riyanti: Relaksasi Pernapasan Bisa Jadi Cara Hindari Stres

Memeringati World Suicide Prevention Day 2020

ilustrasi bunuh diri (IDN Times/Arief Rahmat)

Psikiater, penulis, dan politikus, Dr. dr Nova Riyanti Yusuf, Sp. KJ didapuk menjadi narasumber dalam rangka peringatan World Suicide Prevention Day 2020. Ada berbagai concern kasus bunuh diri yang dipaparkan olehnya.

Salah satunya adalah perihal kesulitannya mencari data resmi angka kasus bunuh diri Indonesia karena JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) masih belum meng-cover upaya bunuh diri pada pasien hingga cara mengatasi stres saat pandemik. Melalui Live Instagram pada Kamis (10/9/2020) pukul 19.00 WIB, berikut ulasan singkat peringatan pencegahan bunuh diri dunia. 

1. Kenapa seorang pasien dapat melakukan upaya bunuh diri?

unsplash.com/Eva Blue

Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa setiap 40 detik, 1 orang meninggal karena bunuh diri. Ini berarti bahwa ada 800 ribu orang meninggal tiap tahun karena kasus bunuh diri di seluruh dunia. 

Dokter Nova menyebutkan bahwa pada tahun 2017, mayoritas kasus bunuh diri secara global terjadi di negara dengan pendapatan rendah. Sayangnya, di Indonesia sendiri justru masih susah memperoleh data karena JKN tidak meng-cover upaya pasien bunuh diri. 

Lantas, kenapa seseorang bisa melakukan upaya bunuh diri? Apa saja faktor risikonya?

"Intinya adalah pertemuan dari berbagai faktor. Ada faktor biologi, psikologi, dan sosial. Dalam lima generasi, ada sekitar 5-7 orang kalau dilihat dari faktor biologi. Kalau dari psikologi apakah seseorang mengalami gangguan jiwa karena depresi atau tidak. Sebab, hal itu merupakan alasan terbesar pasien bunuh diri", ujar Dokter Nova. 

2. Ada dua kemungkinan yang dilakukan keluarga pasien ketika merespons kasus bunuh diri, pertama adalah acceptance dan kedua adalah denial

IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Dari pengalaman langsung Dokter Nova sebagai psikiater, ada dua respons keluarga terkait kasus bunuh diri pada anggota keluarganya.

"Ada dua kasus pada saat saya berkomunikasi dengan dua keluarga, itu reaksinya berbeda. Satu sudah acceptance, menerima bahkan mendirikan yayasan. Satunya lagi merasa denial, sifatnya menolak realita itu. Kalau melihat dari dua hal ini, artinya kita harus membuat space atau ruang. Jangan tanya macam-macam. Tapi kalau tanya 'are you okay?' atau 'kamu baik-baik saja?', itu gak masalah. Itu makanya kita memberikan dukungan". 

Bagi Dokter Nova, komunitas harus memberikan empowering bagi pasien maupun keluarga dengan cara empati dan ketulusan.

"Mereka sebenarnya cuma butuh didengarkan melalui compassion aja", tambahnya. 

Baca Juga: 18 Alasan Orang Bunuh Diri, Kenali dan Lindungi Mereka

3. Bagaimana jika muncul ide bunuh diri? Apa yang seharusnya pasien lakukan?

instagram.com/true_noriyu

Masa pandemik seperti sekarang berkaitan dengan insecure, rasa sedih, dan tertekan. Setiap orang tak mengenal profesi dan latar belakang mengalami hal serupa. Lantas, bagaimana apabila muncul ide atau upaya bunuh diri pada masa sulit ini? 

"Memang kelompok yang rentan, yang pertama kali itu adalah orang yang terkonfirmasi positif. Kalau mereka tanpa pendampingan kadang kognisi mereka terbentuk. Sebab ada juga berita, stigma, ketakutan keluarga tertular, atau ketakutan macam-macam. Jadi kondisinya lebih parah, karena pikiran negatifnya yang mendominasi", terang Dokter Nova. 

Menurutnya, ada berbagai macam cara yang digunakan saat menghadapi pasien dengan upaya bunuh diri. Ada teknik grounding melalui pernapasan, yoga, atau doa melalui spiritual. Ia juga menekankan pentingnya breathing melalui pernapasan yang benar dan mindfulness.

"Relaksasi pernapasan dan focus here and now. Si Covid ini gak pergi-pergi, jadi gak usah diratapi. Ada teknik journaling dan lain sebagainya. Membuat agenda, kita bisa menata hari. Tetap buat target, gak papa belum kesampaian supaya kita bisa memaknai hari itu. Lalu ada aktif bergerak meski di rumah aja. WHO mengeluarkan manfaat stretching, peregangan seperti basic yoga itu sangat bisa", tambahnya. 

4. Apakah ada perbedaan antara usia remaja, dewasa muda, dan dewasa akhir dalam melakukan coping mechanism?

Ilustrasi Bunuh Diri (IDN Times/Arief Rahmat)

Selanjutnya Dokter Nova menerangkan bahwa pada dasarnya manusia terbagi menjadi dua tipe, yaitu yang pertama adalah problem solver atau yang kedua menyelesaikan masalah melalui emosi.

"Kalau problem solver dia mencari solusi, how to get up with safety. Tapi ada juga yang emotion focused. Dia denial dengan marah-marah kesal dan itu merupakan salah satu jenis coping lain lagi", lanjutnya.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan emosi, semua itu berhubungan satu dengan yang lain. Penganut behavior, salah satu pendekatan dalam ilmu psikologi, percaya bahwa perilaku bisa dibentuk.

Inilah kenapa Dokter Nova menganjurkan seseorang melakukan gratitude dengan cara mendaftar apa saja yang ingin dilakukan. Individu bisa menulis setiap pagi perihal target apa saja yang akan dilakukan hari itu.

"Itu dia engaged, dia dipancing sama diri sendiri untuk harus find his or her own path ", tambah Dokter Nova. 

Baca Juga: 8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemik

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya