8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemik

Isolasi cuma satu pemicunya, yuk peka dengan tanda-tandanya

Dalam kondisi pandemik dan pengisolasian ini, ada kekhawatiran yang melanda akan meningkatnya masalah gangguan mental. Jurnal kesehatan berjudul “The impact of the COVID-19 pandemic on suicide rates” menyebutkan COVID-19 menimbulkan kecemasan, stres, depresi hingga insomnia bagi beberapa orang, khususnya bagi petugas kesehatan profesional. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kondisi pandemik ini dapat memicu seseorang untuk bunuh diri?

Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, IDN Times mengontak salah seorang psikolog untuk memberikan penjelasan kondisi sekilas terkait permasalahan bunuh diri di Indonesia selama pandemik kemarin. Toetiek Septriasih, M. Psi. adalah yang menjadi narasumber dalam topik kali ini. Berikut informasi yang didapatkan selengkapnya.

1. Pandemik ini memunculkan yang namanya cabin fever syndrome

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemiksbs.com.au

Salah satu hal yang bisa kamu tengarai membuat stres selama masa pandemik adalah situasi isolasi. Mengurung diri di rumah menempatkan kita berada dalam situasi sendirian di ruang tertutup selama waktu yang lama. Hal itu menyebabkan kamu banyak berpikir dan malah menjadi overthinking.

Dinamakan cabin fever syndrome, Very Well Mind menjelaskan ini adalah istilah populer untuk terisolasi dalam waktu yang lama. Toetiek mengibaratkan kondisi ini seperti posisi kamu menaiki pesawat yang berhari-hari dan kebingungan karena kondisi tersebut.

Kamu merasa seakan-akan kebebasanmu terenggut dan tekanan yang kamu rasakan terus bertumpuk. Itu dikarenakan hakikat kita adalah makhluk sosial dan salah satu kebutuhan utama kita adalah bersosialisasi,” terang psikolog tersebut.

2. Pada dasarnya depresi kala pandemik muncul dikarenakan kebutuhan kita yang tak terpenuhi

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikverywellmind.com

Toetiek menyebut tentang sekilas sejarah depresi. Pada dasarnya seseorang bisa mengalami depresi jika ada kebutuhannya yang tidak terpenuhi yang mana itu tercipta ketika ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Permasalahan yang tak terselesaikan dan terus menumpuk inilah yang menimbulkan depresi yang bisa berujung kepada keinginan bunuh diri.

Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut diambil dan tidak terpenuhi, di situlah gejala-gejala gangguan mental mulai muncul,” kata Toetiek menambahkan.

3. Ada lima kebutuhan manusia yang harus dipenuhi

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemiktimesnownews.com

Abraham Maslow memiliki teori tentang kebutuhan manusia. Kebutuhan ini tampak seperti piramida yang makin ke atas makin mengerucut dan tidak berbentuk atau abstrak. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah fisiologikal, keamanan, cinta dan rasa memiliki, menghargai dan dihargai, serta aktualisasi diri.

Semua kebutuhan ini saling tersambung satu lain. Sebagai contoh ketika kebutuhan fisiologismu tidak terpenuhi, maka kamu akan merasa tidak aman dengan kondisi sekitarmu dan berlanjut mempengaruhi ketiga kebutuhan lainnya.

Di pandemik ini, isolasi memberikanmu batasan fisiologis serta pada rasa aman. Tidak mengagetkan ada rasa depresi yang kamu rasakan.

4. Pandemik dan isolasi memang bisa memicu bunuh diri, namun bukan berarti itu menjadi sumber utama

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikweloversize.com

Dalam obrolan singkat itu, Toetiek menyebutkan memang ada peningkatan laporan kasus orang depresi di tiga bulan pandemik kemarin walau tidak dirasakan langsung olehnya, tetapi dari laporan rekan sejawatnya.

Banyak dari psikolog lain yang merupakan kawan Toetiek mengatakan kliennya mulai gelisah dan bingung semenjak lockdown mulai diberlakukan. Namun bukan berarti kasus bunuh diri yang terjadi semata-mata akibat masalah pandemik tersebut.

Sejauh ini saya belum membaca adanya penelitian yang berhasil membahas keterkaitan pandemik dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Memang bisa jadi pandemik menjadi sumber utama, tapi bisa juga hanya sebagai pemicu saja,” terang Toetiek.

Baca Juga: Masuk Ranah Kesehatan Mental, Kenali Gangguan Stres Akut, Yuk!  

5. Masalah bunuh diri merupakan permasalahan yang kompleks

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikforbes.com

Lebih lanjut lagi, Toetiek menyebutkan bahwa kasus bunuh diri tidak terjadi karena masalah satu hal saja, melainkan banyak isu.

"Kalau mau ditelusuri lebih lanjut, pastinya akan ada permasalahan-permasalahan lain yang menyebabkan seseorang bunuh diri.” Itu bisa meliputi kekerasan fisik yang dilakukan orang tua, bullying, dan lain hal. “Permasalahan itu sudah ada sebelum pandemik ini, namun meledak ketika isolasi mulai diberlakukan.”

6. Ada hal yang bisa diamati dari mereka yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikeuropeansting.com

Kecenderungan bunuh diri seseorang sebenarnya bisa diamati oleh orang awam. Hanya saja itu agak susah mengingat manusia sering menoleransi hal itu. Sebagai contoh mereka yang cenderung melakukan atau berpikiran bunuh diri akan punya kebiasaan yang berbeda.

Dia bisa saja tiba-tiba mengontak teman-temannya di tengah malam untuk mengajak mengobrol atau curhat yang biasanya tidak pernah melakukan hal tersebut. Kalau misalnya dia suka menggambar, bisa saja tiba-tiba dia menggambar lebih banyak dan lebih frekuen,” ujar Toetiek memberi contoh.

7. Permasalahan yang utama adalah orang-orang sering tidak sadar akan perubahan-perubahan kebiasaan tersebut

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikempoweredparents.co

Perubahan kebiasaan tersebut adalah indikasi utama. Namun cukup sulit untuk menyadari hal tersebut mengingat kita jarang diinfokan mengenai kesehatan mental ketimbang kesehatan fisik.

Di Indonesia dan juga dunia, stigma luka fisik yang lebih tidak baik ketimbang luka hati masih berlaku. Itu membuat orang enggan menuju ke pihak berkompeten dan sering menghiraukan tanda-tanda bunuh diri.”

Toetiek pun menambahkan dunia digital saat ini lebih memudahkan orang merasa depresi.

Semisalnya kalau kasus bullying, dulu permasalahannya hanyalah sang pelaku dan sang korban. Tetapi sekarang di dunia digital, permasalahan itu bisa menyebar ke mana-mana dan malah menekan lebih bagi sang korban,” tambahnya akan masalah mental dan dunia digital saat ini.

8. Sibukkan diri untuk menjaga kesehatan dan tinggikan kesadaran diri

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikwikirealty.com

Karena depresi dan kecemasan ini muncul akibat overthinking yang terpicu oleh menganggurnya dirimu saat isolasi, Toetiek menyarankan untuk mencari kegiatan demi menjaga kesehatan mental. Kegiatan itu bisa bermain game, menulis, meditasi ataupun lainnya.

Kalaupun sukamu adalah hang-out, maka bertatap mukalah melalui layar atau aplikasi pesan kepada teman-temanmu. Hindari pula berita-berita yang menurutmu memberikan dampak negatif kepadamu walau itu adalah berita positif.”

Yang perlu diwaspadai adalah jika dirimu atau kerabatmu sudah memiliki pemikiran bunuh diri.

Kalau sudah seperti itu, segera hubungi pihak berkompeten. Kerabatmu memang bisa diajak berbicara, tapi mereka tidak tahu apa yang dilakukan kepada pemikiran bunuh dirimu tersebut,” ucapnya mengingatkan.

Pada akhirnya permasalahan bunuh diri ini hanya bisa diatasi oleh dirimu saja dengan sadar diri akan isu gangguan mental. Membaca literasi-literasi yang berhubungan dengan masalah psikologi dan mental adalah jalan terbaik untuk menghindari kasus bunuh diri tersebut.

Jangan pernah meremehkan gejala-gejala bunuh diri, baik gejalanya menurutmu punya skala besar ataupun skala kecil, karena pada dasarnya tiap orang berbeda-beda. Bisa jadi dua hari kemudian orang itu melakukan percobaan bunuh diri,” terang Toetiek sebagai penutup pembicaraan pagi itu.

Hubungi layanan hotline ini bila kamu maupun kerabat mengalami depresi

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemikpixabay/Free-Photos

Depresi bukanlah persoalan sepele. Bila kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Saat ini, tidak ada layanan hotline atau sambungan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri di Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia pernah meluncurkan hotline pencegahan bunuh diri pada 2010. Namun, hotline itu ditutup pada 2014 karena rendahnya jumlah penelepon dari tahun ke tahun, serta minimnya penelepon yang benar-benar melakukan konsultasi kesehatan jiwa.

Walau begitu, Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.

Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:

RSJ Amino Gondohutomo Semarang(024) 6722565
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor(0251) 8324024, 8324025
RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta(021) 5682841
RSJ Prof Dr Soerojo Magelang(0293) 363601
RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang(0341) 423444

Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.

Kamu juga bisa menghubungi LSM Jangan Bunuh Diri, lembaga swadaya masyarakat yang didirikan sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan jiwa. Tujuan dibentuknya komunitas ini adalah untuk mengubah perspektif masyarakat terhadap mental illness dan meluruskan mitos serta agar masyarakat paham bunuh diri sangat terkait dengan gangguan atau penyakit jiwa. Kalian dapat menghubungi komunitas ini melalui nomor telepon 021-06969293 atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.

Baca Juga: Banyak Manfaatnya, Ini 6 Hobi yang Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya