TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tips Menyikapi Ketidakpastian dengan Mindfulness

Di titik tertentu, orang hanya bisa menerima

ilustrasi orang sedang di bandara duduk di koper (pexels.com/Anna Shvets)

Komunitas MyndfulAct baru saja menggelar acara 'Your Future is Created Now'. Salah satu topik yang disajikan adalah 'Usia Segini Harus Udah Begitu, Usia Segitu Harus Udah Begini' pada Minggu (28/11/2021). Praktisi mindfulness Adjie Santosoputra didapuk jadi narasumber di hari kedua sesi keempat kali ini. 

Adjie memaparkan beberapa hal mengenai kebiasaan orang yang sering kali  membandingkan diri, cemas dengan ketidakpastian, kekhawatiran, dan bagaimana overcome melalui mindfulness. Berikut tips menyikapi ketidakpastian dengan mindfulness.

1. Gemar membandingkan diri dengan orang lain adalah bentuk ketakutan yang tidak orang sadari

Praktisi mindfulness, Adjie Santosoputro dalam workshop 'Usia Segini Harus Udah Begitu, Usia Segitu Harus Udah Begini' pada acara 'Your Future is Created Now' oleh Komunitas MyndfulAct. Minggu (28/11/2021). IDN Times/Fajar Laksmita

Menjadi pembicara dalam workshop secara virtual, ia memulai perbincangan dengan kondisi netizen sekarang yang masih kerap membandingkan diri, apalagi dengan adanya media sosial. Lantas, apa hubungannya membandingkan dengan ketidakpastian? 

Ia meminta peserta untuk bertanya pada diri mereka. Sebenarnya, kenapa kita sering membandingkan? Kenapa kita ingin mengendalikan hidup ini? Menurutnya, salah satu alasan kenapa orang kerap membandingkan diri dengan yang lain adalah karena takut menjalani kehidupan. 

"Rasa takut itulah yang perlu kita sadari. Padahal kita perlu jatuh cinta pada hidup ini. Kita mencintai hidup ini tidak? Hanya ketika kita mencintai diri kita apa adanya, maka kita akan menerima diri kita apa adanya," terangnya.

2. Ketakutan bisa berbentuk dua kondisi antara 'Siapa aku?' dengan "Siapa seharusnya aku?'

Workshop 'Usia Segini Harus Udah Begitu, Usia Segitu Harus Udah Begini' pada acara 'Your Future is Created Now' oleh Komunitas MyndfulAct. Minggu (28/11/2021). IDN Times/Fajar Laksmita

Lebih penting mana antara siapa dirimu atau apa yang seharusnya dirimu sekarang? Menurutnya, keinginan membandingkan dan mengendalikan hidup muncul karena pelarian dari 'Siapa aku?'.

Saat seseorang mencermati soal membandingkan, ia barangkali akan terkurung dalam ketakutan karena pembandingan itu mengembangbiakkan ketakutan yang ada di pikiran. Orang mungkin tidak bisa menghilangkan pembandingan yang ada di pikiran karena begitulah pikiran bekerja. Lalu, apa yang perlu mereka lakukan ketika pikiran sudah mulai membandingkan?

"Kita hanya perlu menyadari sehingga kita tidak hanyut terseret kepada pembandingan yang terseret oleh pikiran, sadari saja. Karena kalau kita hanyut terseret, kita akan kehilangan diri kita. Ketika pembandingan itu makin subur, maka itu akan menimbulkan konflik pada diri kita," ujarnya.

Baca Juga: 5 Kegiatan Mindfulness yang Bisa Kamu Lakukan sama Keluarga

3. Apa itu mindfulness?

Workshop 'Usia Segini Harus Udah Begitu, Usia Segitu Harus Udah Begini' pada acara 'Your Future is Created Now' oleh Komunitas MyndfulAct. Minggu (28/11/2021). IDN Times/Fajar Laksmita

Dalam penjelasan Adjie, ia mendefinisikan mindfulness dengan apa yang bukan mindfulness terlebih dulu atau yang sering disebut sebagai mindlessness. Apa yang bukan mindfulness, seperti contohnya ketika kamu sikat gigi di pagi hari, lalu perasaan dan pikiran tidak sadar utuh, sehingga memikirkan masa depan atau besok Senin harus meeting atau ini sudah akhir tahun dan butuh liburan. 

"Tubuhmu sikat gigi tapi pikiran dan perasaanmu tidak sikat gigi. Itu contoh dari mindlessness, tubuh ngapain dan pikiran serta perasaan berbeda. Contoh kedua adalah pulang kantor, kamu sudah merencanakan di minimarket di dekat jalanan rumah tapi tiba-tiba kamu berada di depan rumah. Perjalanan dari kantor ke rumah berarti kita tidak mindfulness, kita mindlessness layaknya zombie, kita tidak benar-benar ada," jelasnya memberikan contoh. 

Merujuk pada definisi oleh Jon Kabat Zinn, mindfulness adalah kesadaran yang muncul ketika menaruh perhatian pada tujuan di momen sekarang tanpa menghakimi. Sementara menurut Adjie, di titik tertentu orang hanya bisa menyikapi dengan menerima.

"Not controlled, just accepting. Kalau belum bisa menerima, hanya sadari kalau dirimu bisa menyadari. Di mindfulness, kita perlu kondisi yang kuat untuk momen saat ini biar bisa mencapai masa depan. Apakah berarti salah ketika merencanakan masa depan? Apakah berarti salah melihat hikmah dari masa lalu? Ya boleh saja, tapi di dalam mindfulness kita belajar buat tidak terseret arus," tambahnya.

4. Bagaimana menyikapi ambisi dengan mindfulness?

ilustrasi fokus belajar (pexels.com/fauxels)

Setiap orang memiliki ambisi yang cukup besar dan berbeda-beda. Ada yang ambisi di bidang kuliner, karier, mengendalikan pasangan, healing, bahkan spiritual. Dalam mindfulness, individu berlatih untuk mendapatkan ketenangan. Perihal ambisi ini menjadi hal yang perlu terurai dan disadari. 

Sejak kecil, orang sering dilatih untuk berambisi mengalahkan orang lain dalam mencapai kebahagiaan. Orang punya asumsi dalam memahami kebahagiaan sebatas mengalahkan orang lain. 

"Masyarakat dibangun berdasarkan ambisi ini dan berarti berbahaya karena itu menjadi bekal melakukan kekerasan di mana-mana. Setiap muncul sadari saja, kita tidak perlu ngotot berusaha mengalahkan ambisi itu. Kita berlatih bersikap gentle terhadap ambisi itu. Hanya dengan begitu, maka ambisi akan terurai," ujarnya. 

Baca Juga: 6 Langkah Melalui Emosi Negatif dengan Mindfulness

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya