TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gede Andika, Mengesampingkan Ego demi Pendidikan Anak di Desa

Menjadi pahlawan anak-anak di kala pandemi 

I Gede Andika Wira Teja (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Mengesampingkan ego bukanlah hal yang mudah, terlebih itu demi masa depan kita sendiri. Namun tak ada salahnya pula jika mengesampingkan ego demi kebaikan orang lain. Itulah yang dilakukan oleh I Gede Andika Wira Teja, pemuda asal Bali ini rela menunda kuliahnya demi keberlangsungan pendidikan anak-anak kurang mampu di kampung halamannya, tepatnya di Desa Pemuteran Kabupaten Buleleng, Bali. 

Untuk melancarkan aksi mulianya itu, Gede Andika merintis KREDIBALI (Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan) yang mengutamakan kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak dari SD sampai SMP yang tidak bisa mengikuti kelas daring. Tidak seperti kursus biasanya, KREDIBALI ini hanya menerima siswa dengan bayaran sampah plastik.

1. Bermula dari pulang kampung hingga menemukan fakta banyaknya anak yang tidak bisa mengikuti kelas daring 

I Gede Andika Wira Teja bersama anak-anak Desa Pemuteran, Buleleng (andikawirateja.com)

Pada Maret 2020, Gede Andika yang saat itu bekerja di area Denpasar pulang ke kampung halamannya di Desa Pemuteran Kabupaten Buleleng. Tidak seperti desa yang dulu ia kenali dimana banyaknya bule yang berlalu-lalang, setelah munculnya pandemi COVID-19 desa yang diapit oleh pegunungan dan laut itu menjadi sepi sehingga ia bertanya-tanya seburuk inikah dampak COVID-19.

Hingga akhirnya Gede Andika menemukan fakta banyaknya anak yang tidak bisa mengikuti kegiatan sekolah yang dilakukan secara daring. Mengetahui fakta tersebut, Gede Andika yang telah merencanakan untuk melanjutkan kuliah S2 menunda keinginannya itu agar bisa membatu anak-anak desa kurang mampu yang tak bisa mengikuti kelas daring karena tidak punya handphone dan kuota dengan merintis kursus Bahasa Inggris yang dinamai KREDIBALI.

Baca Juga: Merajut Mimpi: Elmi Tak Gencar Melawan Stigma tentang Difabel

2. Inovasi KREDIBALI diperuntukan untuk anak-anak yang berhak, bukan yang mau  

I Gede Andika Wira Teja bersama siswa KREDIBALI (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

KREDIBALI ini diperuntukkan bagi anak-anak yang berhak saja, khususnya dari keluarga kurang mampu. Mulai dari yang orang tuanya penerima bantuan sosial seperti PKH (program keluarga harapan) hingga BLT (bantuan langsung tunai), dan juga keluarga yang terkena dampak COVID-19 khususnya yang bekerja di sektor pariwisata.

Agar bisa mengikuti kursus Bahasa Inggris di KREDIBALI, anak-anak diwajibkan membawa sampah plastik yang telah dipilah dari rumah masing-masing. Setelah itu, anak-anak akan disesuaikan kelasnya berdasarkan kemampuan masing-masing. Kelasnya sendiri diadakan setiap hari Minggu yang mana terdiri dari kelas basic, junior dan general. Untuk pengajarnya sendiri kini ada 6 orang termasuk Gede Andika, dan tak jarang ada relawan yang ikut mengajar.

3. Dalam KREDIBALI, siswa bukan cuma belajar bahasa Inggris, tetapi juga diajarkan pendidikan karakter  

I Gede Andika Wira Teja saat mengajar di KREDIBALI (andikawirateja.com)

Bukan tanpa alasan, Gede Andika memfokuskan pelajaran Bahasa Inggris di KREDIBALI agar berguna untuk jangka panjang anak-anak di pariwisata. Bukan cuma belajar hard skill, di KREDIBALI anak-anak juga diajarkan soft skill seperti kepedulian lingkungan dengan memilah sampah dan empati terhadap sesama dengan menukarkan sampah plastik yang dibawa anak-anak ke Plastic Exchange yang nantinya ditukar menjadi beras, kemudian berasnya diberikan kepada lansia kurang mampu.

Berkat inovasi terpujinya itu, I Gede Andika Wira Teja pun berhasil menerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia sebagai Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19.

4. Sebelum KREDIBALI bisa berjalan, ada beberapa hambatan yang sempat dilewati  

I Gede Andika Wira Teja (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Dalam mencapai suatu tujuan, pastinya ada saja kendala yang terjadi. Hal itu pun juga dirasakan Gede Andika saat akan menggagas KREDIBALI. Salah satu kendala yang pernah dilaluinya yaitu dari aparatur desa yang saat itu khawatir dengan protokol kesehatan anak-anak. Setelah Gede Andika memberikan pemahaman disertai berbagai riset yang telah dilakukan dan tegasnya aturan protokol kesehatan yang diterapkan, akhirnya dari pihak desa memberikan izin untuk menggunakan ruangan rapat.

Selain dari desa, dari pihak orang tua juga awalnya menentang anaknya mengikuti KREDIBALI karena takut biayanya mahal. Setelah diberitahu tidak dipungut biaya dan hanya membawa sampah plastik akhirnya kini banyak orang tua yang mendukung anaknya agar bisa mengikuti kursus di KREDIBALI.

Baca Juga: Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Ketabuan Edukasi Seks

Verified Writer

Fitriani Sudrajat

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya