Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi Seks

Membangun rumah aman untuk korban adalah mimpi terbesarnya

“Aku bisa mengalami kejadian ini dan syukurnya bisa bangkit. Tapi bagaimana dengan teman-teman lain yang mengalami hal yang sama dan tidak tahu mereka harus ke mana? Ini menjadi motivasi agar hal seperti ini tidak terjadi atau kalaupun terjadi, mereka (korban kekerasan seksual) tahu hidup mereka tidak berhenti di situ,” -- Mariana Yunita

Belakangan, sulit menghitung betapa banyaknya kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang naik ke permukaan, baik di media sosial maupun portal berita. Kisah-kisah menyayat hati itu diiringi pula dengan respons aparat yang dinilai kurang peduli atau bahkan menunjuk korban sebagai pihak terdakwa. 

Banyak yang menganggap bahwa ini merupakan hal yang baru karena sebelumnya, kita jarang mendengar kabar kasus kekerasan seksual secara berturut-turut dalam satu waktu. Namun sayangnya, kenyataan tidak seperti itu. Kekerasan seksual selalu terjadi, di mana pun, kapan pun, dan terhadap siapa pun walau tidak terdengar di telinga kita secara langsung. 

Salah satu cara untuk meminimalkan kasus-kasus serupa adalah dengan memberikan edukasi mengenai hak kesehatan reproduksi dan seksual (HKSR) terhadap anak dan remaja. Inilah yang menjadi fokus Mariana Yunita Hendriyani Opat, seorang perempuan muda asal Nusa Tenggara Timur selama 5 tahun belakangan. 

Perempuan yang akrab disapa Tata ini mendirikan Tenggara Youth Community, sebuah komunitas yang bergerak di bidang edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di NTT. Gerakan ini menjadi secercah harapan untuk meruntuhkan tembok besar ketabuan yang membuat anak dan remaja rentan menjadi korban kekerasan seksual. 

1. Berawal dari keresahan yang sama, yaitu  rendahnya pemahaman anak dan remaja tentang HKSR

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Tenggara Youth Community tidak dibentuk tanpa alasan. Komunitas tersebut berdiri sejak Agustus 2016 akibat keresahan yang dirasakan oleh Tata dan temannya. Mereka menilai bahwa edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di kalangan remaja dan anak-anak NTT sangat rendah. Hal ini pula yang menjadi salah satu faktor maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. 

Berbagi keresahan yang sama, kala itu Tenggara Youth Community atau yang akrab disebut sebagai Tenggara memulai aktivitasnya dengan hanya belasan orang. Salah satunya adalah Tata yang berperan sebagai founder sekaligus penasihat. 

Kala itu, mereka mengawali Tenggara dengan berdiskusi dengan satu sama lain. Tata menarik kesimpulan bahwa ia dan para anggota memiliki pengalaman yang serupa terkait kesehatan reproduksi. Dua di antaranya adalah mengalami pelecehan seksual dan orangtua yang tidak terbuka dalam mengomunikasikan kesehatan reproduksi. 

"Ternyata hampir semua teman yang bergabung dengan Tenggara itu, kami punya keresahan yang sama. Dulu pas pertama mengalami pubertas itu kagok, bingung, takut, dan ada yang sampai menangis,"

"Karena kita gak pernah dikasih tahu oleh orangtua bahwa kita akan melewati masa transisi seperti ini dan akan ada perubahan di tubuh seperti ini," terang Tata saat diwawancarai secara virtual pada Sabtu (18/12/2021). 

Di sisi lain, orangtua juga selalu mewanti-wanti anaknya yang sudah remaja untuk menjaga jarak dengan lawan jenis. Ungkapan seperti "Jangan pacaran, nanti kamu hamil!" adalah perkataan yang sangat akrab di telinga.

Sayangnya, peringatan itu tidak diiringi dengan penjelasan yang jelas. Mayoritas orangtua tidak menjelaskan apa yang sebenarnya bisa membuat sang anak hamil ketika pacaran dan apa yang harus diwaspadai. Ini menunjukkan bahwa isu tersebut masih dianggap tabu hingga tidak bisa dijelaskan secara gamblang. 

2. Di sisi lain, anak-anak dan remaja adalah pihak yang sangat rentan untuk mengalami pelecehan dan kekerasan seksual

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Para remaja dan anak-anak masih menjadi kelompok yang rentan mengalami kekerasan seksual. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebutkan bahwa pada Januari hingga September 2021, jumlah laporan kekerasan seksual pada anak mencapai 5.628 kasus. 

Angka kekerasan terhadap perempuan juga tak kalah tinggi di tahun ini. Komnas Perempuan mencatat bahwa jumlah laporan yang mereka terima mencapai 4.500 aduan selama Januari hingga Oktober 2021. Angka tersebut berlipat ganda dari tahun sebelumnya. Data-data tersebut bahkan belum mencakup kasus yang tidak terlapor.

Tata mengungkapkan bahwa ada beberapa kasus yang sering dialami oleh para remaja di sekitarnya. Di antaranya adalah pelecehan seksual, kekerasan dalam pacaran, serta kekerasan berbasis gender online (KBGO). Mirisnya, sering kali, pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Misalnya anggota keluarga, tetangga, guru, teman, hingga pacar. 

Dengan lingkungan yang masih menjunjung tinggi nilai patriarki, korban sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang baik. Banyak jari yang justru menuding mereka sebagai pihak yang salah. Bahkan tak jarang, kasus kekerasan seksual berujung "damai" karena pelaku memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi atau merupakan anggota keluarga sendiri. Hal ini pula yang semakin membuat Tata yakin bahwa Tenggara sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 

3. Pemahaman HKSR yang memadai diperlukan agar anak dan remaja tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Salah satu cara untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak-anak dan remaja adalah dengan edukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR). Kenapa demikian?

Dalam perspektif korban, ketika mereka memiliki pemahaman yang baik akan tubuhnya, mereka akan sadar ketika ada orang yang melanggar haknya. Jika ini terjadi, korban pun tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana mereka harus melapor. 

Di saat yang bersamaan, dengan memberikan edukasi yang tepat, diharapkan anak-anak dan remaja juga paham bahwa mereka tidak boleh melakukan hal yang melanggar hak seksual orang lain. Ketika pemahaman untuk saling menghargai hak tersebut sudah ditanamkan, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual pun bisa diminimalkan. 

4. Bacarita Kespro menjadi program unggulan Tenggara untuk menyebarluaskan pemahaman kesehatan seksual dan reproduksi

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Dalam menjalankan misinya, Tenggara memiliki sejumlah program. Salah satunya adalah Bacarita Kespro yang mengantarkan komunitas tersebut untuk meraih SATU Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia. 

Tata menceritakan bahwa Bacarita Kespro merupakan program Tenggara untuk mensosialisasikan hak kesehatan seksual dan reproduksi terhadap anak-anak dan remaja. "Bacarita" merupakan kata dalam bahasa Melayu Kupang yang artinya 'bercerita'. 

"Kenapa bukan fasilitas kespro atau sosialisasi kespro? Karena kami merasa kalau bahasanya lebih lokal, lebih dekat, terus lebih santai didengarnya, teman-teman tidak merasa terbebani untuk mempelajari isu ini. Apalagi ini isu yang tabu," jelas Tata. 

Tenggara pun memiliki cara penyampaian yang unik untuk mengurangi ketabuan dari isu kesehatan seksual. Tata mengungkapkan bahwa mereka menciptakan beragam metode yang disesuaikan pula dengan usia.

Semuanya diawali dengan pre-test yang dikemas dalam bentuk game untuk mengetahui seberapa tinggi pengetahuan anak-anak tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Dengan begitu, materi yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Setelah itu, alih-alih menggunakan presentasi di layar putih, Tenggara menggunakan berbagai media pembelajaran yang dipersiapkan secara matang.  

"Pada tahun 2016 itu kami mulai tanggal 30 Agustus. Terus yang pertama kali kami dekati itu ada di pusat pelayanan anak di kota Kupang. Dan responsnya sangat baik. Mereka bilang 'Oh, kami kira sosialisasinya pakai LCD'. Ternyata kami ke situ bawa karton, bawa gambar, anak-anak menempel jawaban di kertas, diskusi, dan bermain," kenang perempuan tersebut sambil tersenyum. 

Isu kesehatan seksual dan reproduksi yang terkesan serius dan tabu untuk dibicarakan pun berubah menjadi hal yang menarik untuk dipelajari. Tenggara berhasil menciptakan kesan tersebut di mata anak-anak dan remaja yang mereka edukasi. 

dm-player

Lebih lanjut, Tata menjelaskan bahwa edukasi ini bukanlah proses yang instan. Tenggara selalu melakukannya secara bertahap. Mereka pun tidak asal mengedukasi. Tata dan kawan-kawannya selalu melandaskan materi dengan modul dari UNFPA dan panduan dari WHO. Semua upaya tersebut membuktikan betapa serius dan sungguh-sungguhnya Tenggara dalam menjalankan misi mereka. 

Baca Juga: Semangat Gede Andika Bangkitkan Harapan Desa Pemuteran Lewat KREDIBALI

5. Seperti perjuangan lain, apa yang dilakukan Tenggara menuai dukungan dan penolakan

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksMariana Yunita di salah satu Bacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Kegiatan yang dilakukan oleh Tenggara pun mendapatkan dukungan dari pihak-pihak sekitarnya. Mereka telah menjalin kerja sama yang baik dengan berbagai lembaga sosial masyarakat (LSM) yang memiliki fokus serupa. Di antaranya ada Help Nona, Task Force KBGO, Yayasan Pulih, dan masih banyak lagi. 

Walaupun begitu, yang namanya perjuangan tidak selalu manis. Berbagai penolakan juga pernah dialami oleh Tenggara. Apalagi, mereka bergerak di lingkungan yang masih kental budaya patriarkinya. 

"Salah satu yang pernah kami alami itu penolakan dari kelompok gereja. Mereka mungkin punya kekhawatiran dan kami sangat mengerti," kata Tata saat ditanya mengenai pengalamannya menghadapi penolakan.

Perempuan kelahiran 1992 tersebut mengatakan bahwa saat itu, kelompok tersebut menganggap bahwa pendidikan seksualitas itu justru akan menjerumuskan para remaja. Tenggara disangka ingin mengajarkan remaja di gereja untuk melakukan seks bebas. 

"Jadi kami kemudian membuka diskusi. Kami bilang, 'Kalau begitu, dari pihak gereja maunya informasi yang disampaikan seperti apa?'. Mereka bilang, 'Kalau bisa dikorelasikan dengan Alkitab', dan itu kami siapkan. Atau memilih untuk tidak membahas kondom dan itu kami sesuaikan," terangnya. 

Selain itu, masih banyak penolakan lain yang pernah dialami oleh Tenggara. Mereka yang berusaha untuk menyibakkan hal  tabu memang sering kali dipandang dengan sebelah mata. Walaupun begitu, Tata dan kawan-kawannya tidak mundur seketika. Mereka tetap berusaha untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk terus menegakkan edukasi HKSR.

Terlebih, edukasi tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung dengan pemahaman para orang dewasa. Itulah kenapa Tenggara juga berusaha untuk mengedukasi orang dewasa, tidak hanya anak-anak dan remajanya saja. 

"Kami selalu percaya kalau isu itu hanya dikasih tahu pada anak dan remaja, tapi pemikiran guru dan orang tua gak berubah, kasihan anaknya," terang Tata. "Kami selalu berusaha saat turun lapangan itu orang tua atau pendamping harus ikut jadi sama-sama diskusi biar tahu dan dengar ilmu yang anak-anak dapat," imbuhnya.

6. Pengalaman buruk di masa lalu justru membuat Tata semakin termotivasi menggerakkan Tenggara

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksMariana Yunita di salah satu Bacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Tata yang tampak tegar dan bersemangat dalam membangun Tenggara ternyata juga menyimpan luka. Ia mengatakan bahwa dirinya pernah mengalami kekerasan seksual ketika masih kecil oleh tetangganya sendiri. Ia juga pernah mengalami kekerasan dalam pacaran.

Di saat itu pun ia yang masih awam dengan tubuhnya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saat kuliah dan pindah ke Kupang, barulah ia melakukan konsultasi dengan psikolog. 

Bangkit dari peristiwa traumatis tersebut sama sekali tidak mudah. Perempuan yang berkuliah di jurusan Kedokteran Hewan itu bahkan mengatakan bahwa ia memang sudah bangkit, tapi proses healing masih berjalan hingga saat ini. 

Pengalaman buruk tersebut tidak menjegal langkah Tata untuk bergerak. Justru berkaca dari situ, perempuan tersebut tidak ingin hal yang menimpa dirinya juga terjadi pada orang lain.

"Aku bisa mengalami kejadian ini dan syukurnya bisa bangkit. Tapi bagaimana dengan teman-teman lain yang mengalami hal yang sama dan tidak tahu mereka harus ke mana? Ini menjadi motivasi agar hal seperti ini tidak terjadi atau kalaupun terjadi, mereka (korban kekerasan seksual) tahu hidup mereka tidak berhenti di situ," ungkapnya dengan tegas.

7. Tenggara tidak hanya mengedukasi, tapi juga membantu para korban kejahatan seksual

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Ternyata selain mengupayakan edukasi HKSR, Tenggara juga berusaha untuk membantu korban-korban kejahatan seksual. Mekanismenya, mereka akan menanyakan kira-kira apa yang dibutuhkan oleh korban. Selain itu, Tenggara juga akan menjadi support system untuk mereka dan menyediakan ruang yang aman untuk bercerita. 

"Kalau pendampingan langsung tidak, tapi teman-teman Tenggara menerima aduan. Kemudian kami akan bantu fasilitasi dengan menghubungkan ke LBH di NTT atau ke jaringan lain. Kami pernah sama-sama (atau memiliki jaringan dengan) teman dari advokat gender, dengan Task Force KBGO, atau ke Yayasan Pulih, sama ke Help Nona untuk kekerasan dalam pacaran," ungkapnya.

Tata menambahkan bahwa satu mindset yang selalu ditanamkannya adalah selalu memprioritaskan korban. Apa pun keputusan mereka, Tenggara harus menghargai dan mendukungnya. 

"Misal korban minta kasusnya berhenti dan kami hanya mengikuti kemauan korban. Orang lain heran, kenapa kok berhenti, harusnya lanjut terus agar diproses hukum. Tapi kami selalu percaya dan yakin bahwa keputusan korban adalah keputusan utama," kata Tata.

"Kami tidak mau memaksakan kehendak kami. Kami suka bilang 'Jangan sok jadi pahlawan kalau mau bantu orang'," tambahnya. Seperti itulah cara Tenggara menghargai para korban.

8. Meraih legalitas dan membangun rumah aman adalah mimpi besar Tenggara

Penyintas Jadi Penggerak, Kisah Mariana Singkap Tabu Edukasi SeksBacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Bergerak untuk menyingkap tembok besar ketabuan edukasi seksual tentu bukanlah hal yang mudah. Namun Tata bersama Tenggara tidak pernah gentar hingga ia meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra Indonesia pada tahun 2020 sebagai Pengedukasi Hak Kesehatan Seksual Anak. Ia mengatakan bahwa tidak menyangka bisa mendapatkan penghargaan tersebut karena sebelumnya ia pernah ikut di tahun 2018 tapi gugur. 

Namun di luar itu, Tata ternyata masih memiliki banyak mimpi yang ingin dicapainya bersama komunitas yang kini telah memiliki 42 anggota tersebut. Ketika diminta menyebutkan apa saja impian tersebut, ia pun menyoroti dua hal utama. 

"Kami punya mimpi sih Tenggara itu jadi satu lembaga yang legal karena sekarang belum punya legalitas. Jadi lembaga legal yang kemudian secara mandiri bisa melakukan pendampingan ke teman-teman yang mengalami kekerasan seksual. Dan minimal ada rumah aman lah," pungkas perempuan yang juga sedang bekerja di sebuah LSM di Kupang tersebut. 

Ia menambahkan bahwa rumah aman adalah sesuatu yang mereka inginkan karena selama ini, para korban tidak memiliki tempat yang aman dari ancaman berbagai pihak. Diharapkan jika impian itu terwujud, Tenggara bisa menjadi lembaga yang bisa melindungi korban sepenuhnya. 

"Sama mungkin punya cabang-cabang Tenggara kali ya di kota-kota di NTT biar lebih mudah aksesnya, jadi lebih dekat dengan teman-teman di wilayah lain. Dan tidak hanya dekat secara online," kata Tata sambil tertawa kecil.

Dari perjuangan Tata bersama Tenggara, kita bisa belajar banyak hal. Di dalam diri perempuan ini, terdapat semangat dan kemauan yang besar untuk mengubah hal yang sudah mendarah daging di masyarakat. Berbagai tantangan, rintangan, dan penolakan tidak menjegal tekadnya untuk menyingkap ketabuan edukasi HKSR di lingkungannya.

Ke depannya, semoga semakin banyak "Tata-Tata" lain yang bergerak di berbagai bidang sehingga negeri ini menjadi lebih aman dan nyaman untuk ditinggali anak cucu kita nanti. Tersenyumlah Indonesia!

Baca Juga: Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang Difabel

Izza Namira Photo Verified Writer Izza Namira

luctor et emergo

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya