TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Semangat Bhrisco Jordy Nyalakan Harapan Pendidikan Anak-anak Papua

Lewat Papua Future Project, Jordy punya impian besar

Brischo Jordy, penggagas Papua Future Project di Pulau Mansinam (instagram.com/papuafutureproject)

Jika kita menilik konsep yang diusung dalam Kurikulum Merdeka yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kelihatannya memang sangat menjanjikan keluaran siswa yang berkompetensi tinggi. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, kurikulum ini memberikan kebebasan belajar bagi siswa untuk mendalami minatnya.

Untuk mengimplementasikannya secara utuh, tentu perlu ada kerja sama dari guru dan sekolah. Tak lepas juga dengan fasilitas pendukungnya agar siswa dapat belajar secara maksimal. Sayangnya, kurikulum ini masih dirasa kurang ramah terhadap siswa-siswa di daerah 3T. Sebab, fokus pembelajaran Kurikulum Merdeka masih terlalu Java centris sehingga ada nilai-nilai yang kurang cocok diterapkan di daerah lain.

Atas kesadaran ini, Bhrisco Jordy Dudi Padatu atau akrab disapa Jordy, salah satu anak muda yang lahir dan besar di Papua membuat gerakan pengajar sukarela melalui Papua Future Project. Bersama para relawan, ia mengajak anak-anak sekolah di Papua, khususnya di Pulau Mansinam, untuk mempelajari hal-hal yang mereka butuhkan dan mendukung minat mereka sebagai putra-putri daerah untuk menjaga budayanya.

Program belajar yang diinisiasinya ini rutin dilaksanakan setiap hari Minggu, pukul 10.00--12.00 di sebuah pendopo di Pulau Mansinam. Konsep belajarnya dibuat menyenangkan dan menyesuaikan dengan budaya di Papua. Semangatnya meningkatkan pendidikan anak-anak Papua ini pun membuatnya mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 oleh Astra Indonesia di bidang pendidikan.

1. Bermula pada 2020 ketika pandemik melanda, pendidikan di Papua makin tersendat akibat lockdown

Program belajar PFP dimulai pada tahun 2020 (instagram.com/papuafutureproject)

Kegundahan Jordy akan pendidikan di Papua sendiri bukan berdasarkan pada pandangan selintasnya. Lahir di Jayapura, 9 September 2000 dan tumbuh besar di Manokwari sampai sekarang, Jordy sudah mengalami dan menyaksikan sendiri bagaimana kondisi pendidikan di tanah kelahirannya tersebut. 

"Selama 22 tahun saya hidup di Papua memang bukan hal yang mudah. (Di bidang pendidikan) mulai dari keterbatasan fasilitas pendidikan, profesionalitas guru, dan akses pendidikan yang kurang baik dan itu menggetarkan hati saya, harus menunggu sampai kapan lagi kalau hanya berharap pada pemerintah untuk mengubah keadaan ini," begitu Jordy memulai ceritanya membentuk Papua Future Project ini dalam bincang bersama IDN Times, Sabtu (3/12/2022).

Jordy sendiri beberapa waktu lalu sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya di President University dan kini tengah mempersiapkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Menurutnya, anak-anak Papua sebenarnya juga punya hak untuk mengenyam pendidikan yang setara seperti dirinya. Sayangnya, memang kondisi sosial dan lingkungannya kurang mendukung.

Akhirnya, ia pun berinisiatif membentuk gerakan Papua Future Project pada 2020 yang kala itu bertepatan dengan pandemik COVID-19.

"Saya mikir sebelum Covid saja pendidikan di Papua memprihatinkan apalagi ketika pandemik. Ketika lockdown anak-anak tidak belajar, biasanya mereka tergantung gurunya datang atau tidak. Jadi, saya mengnisiasi mengajar bersama teman-teman saya," kisahnya.

2. Pulau Mansinam menjadi lokasi utama PFP menggelar program belajar

Program belajar PFP mengajak anak-anak Pulau Mansinam mengenai daerahnya (instagram.com/papuafutureproject)

Pulau Mansinam menjadi lokasi belajar mengajar yang dipilih Jordy dan teman-teman PFP, sebab pulau ini memiliki kisah sejarah yang penting bagi masyarakat di sana. Di pulau inilah Injil pertama kali masuk di Papua, sehingga masyarakatnya lebih mengenal Tuhan. Sejarah tersebut pun menjadikan Pulau Mansinam terkenal akan wisata religinya.

Lokasinya memang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari Kota Manokwari. Mungkin hanya butuh waktu 15—20 menit untuk menuju ke Manokwari melalui jalur air. Namun, ternyata masih tampak kentara kesenjangan pendidikannya dibandingkan Manokwari.

Jordy menceritakan, di Mansinam sudah ada satu bangunan Sekolah Dasar dengan fasilitas komputer dari pemerintah. Tapi, ternyata kurikulum dari pusat belum sesuai dengan kondisi anak-anak didik di sana. Kurikulum yang berlaku saat ini tergolong tinggi bagi anak-anak di Mansinam dan mereka dipaksa mengikutinya padahal kemampuannya belum sama rata dengan siswa di daerah yang lebih maju.

"Guru-guru tidak tahu adanya perubahan kurikulum sehingga mereka mengajarkan yang mereka bisa, tidak memahami pembelajaran yang baik seperti apa sehingga dampaknya anak-anak tidak bisa memaksimalkan potensi mereka," terang Jordy.

Atas pertimbangan-pertimbangan di atas, Jordy pun memutuskan bahwa Mansinam menjadi tempat yang baik untuk memulai proyeknya bersama Papua Future Project. Menurutnya, nilai adat budaya di sana tidak boleh hilang dan kunci dari hal tersebut salah satunya adalah kualitas pendidikan. Oleh karenanya, anak-anak di sana perlu dididik untuk mengenal budayanya sehingga bisa mempertahankan tradisinya.

Baca Juga: Jordy: Memupuk Asa dan Mimpi Anak-Anak Papua dalam Keterbatasan

3. Pengajarannya menggunakan pendekatan kontekstual yang sesuai kondisi sosial dan budaya

Pengajaran PFP menggunakan kurikulum kontekstual (instagram.com/papuafutureproject)

Papua Future Project dalam program belajarnya tidak menuntut anak-anak mengikuti standar nasional, tapi menyesuaikan dengan kebutuhan mereka. Jordy menyebutnya dengan "kurikulum kontekstual" yang konsepnya adalah melibatkan unsur-unsur budaya, adat, dan tradisi masyarakat setempat dengan pembelajaran mereka.

Ada salah satu nilai adat menarik yang dimiliki masyarakat Pulau Mansinam, yakni kepercayaan bahwa "tanah adalah ayah dan laut adalah ibu". Pada masa lalu, kondisi tanah sangat mempengaruhi kualitas tangkapan ikan mereka. Kini, akibat banyaknya wisatawan yang menimbulkan sampah, hal tersebut pun menurunkan kualitas ikan yang mereka peroleh dari laut.

Maka dari itu, PFP memiliki visi panjang untuk mengajarkan cara bertahan hidup dengan hal-hal yang dekat dengan mereka.

"Kami menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui pendidikan ini. Kalau tanah dan laut mereka rusak, mereka mau hidup bagaimana? Karena tidak terbiasa kerja kantoran," kata Jordy.

Pun, tambah Jordy, kurikulum nasional standarnya tergolong tinggi bagi anak-anak Papua. Meski berdasarkan pantauannya para siswa di sana sudah pandai membaca, namun materi belajarnya sangat sulit. Oleh karenanya, PFP mengajarkan para siswa dengan materi yang disesuaikan dengan kemampuan mereka.

Cara belajarnya pun tidak melulu duduk dan menatap papan tulis. Para relawan pengajar selalu menggunakan kreativitas untuk membangun suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa.

"Contohnya, kami ajak mereka belajar membaca dengan gerak salsa. Selain itu, kami juga mengajarkan keterampilan tangan membuat gelang dari plastik bekas untuk cendera mata," ungkap Jordy.

4. Menggunakan asynchronous learning method

Para siswa juga belajar lewat materi video secara offline dengan laptop (instagram.com/papuafutureproject)

Kurang lebih sudah 2 tahun Papua Future Project menjalankan misinya, tapi tentunya ada hambatan yang saat ini masih jadi PR bagi Jordy dan kawan-kawan. Salah satunya adalah sulitnya mencari relawan yang bisa berkomitmen besar di setiap aktivitas Papua Future Project.

Jordy sendiri memahami bahwa lokasi belajarnya jauh dari kota. Perlu menempuh perjalanan jauh untuk menuju ke sana. Dengan kondisi seperti itu, waktu menjadi hal yang paling besar untuk direlakan dan ini tidak mudah. Selain itu, kurang memungkinkan juga belajar dengan metode daring, sebab jaringan di Pulau Mansinam tidak stabil.

Oleh karenanya, harus ada cara lain agar proses belajar mengajar tetap terlaksana meski tidak banyak relawan pengajar yang bisa hadir, yakni dengan metode asynchronous learning. Konsepnya adalah pembelajaran secara offline menggunakan medium rekaman video para pengajar. Jordy bercerita, ia mendapatkan inspirasi dari konsep post-recording learning dari edutech ternama. Kemudian ia mengadaptasinya sesuai kebutuhan dan visi PFP.

"Jadi, sebenarnya banyak teman-teman dari Indonesia barat dan tengah untuk berkontribusi mengajar. Akhirnya, kami gunakan metode ini. Teman-teman yang ingin mengajar tersebut akan merekam materi pengajarannya kemudian di sini kami putarkan untuk para siswa," kisah Jordy.

Metode ini tidak terlalu sulit. Hanya saja, PFP juga mengalami keterbatasan fasilitas laptop karena tidak semua relawan memilikinya. Sehingga para siswa mingguan PFP yang berjumlah hampir 100 orang harus menggunakan satu laptop saja.

5. Ada 3 aktivitas utama yang rutin dilaksanakan Papua Future Project

Keterampilan tangan juga perlu diajarkan pada para siswa (instagram.com/papuafutureproject

Program belajar yang diinisiasi PFP dilaksanakan setiap hari Minggu pukul 10.00--12.00 WIT di Pulau Mansinam. Di sini para siswa akan secara intensif dan inklusif diajarkan membaca dan menulis agar mereka makin banyak memahami warisan leluhur dari daerahnya dan tidak hilang terkikis zaman.

Selain itu, PFP juga aktif melaksanakan literasi keliling dan donasi buku ke beberapa wilayah pedalaman di Papua. Program ini dilaksanakan setiap 2 bulan karena kadang mereka perlu mengumpulkan buku-buku untuk didonasikan.

Dalam perjalanannya, Jordy dan kawan-kawan PFP menggalakkan literasi pada masyarakat di sana sembari melancong mengenal daerah di Papua. Untuk menjalankan program ini, PFP turut berkolaborasi dengan komunitas lokal.

Lalu, PFP telah dipercaya bersama UNICEF untuk bersosialisasi tentang imunisasi bagi anak-anak di Papua. Menurut Jordy, masyarakat ketika pandemik COVID memiliki ketakutan akan vaksin yang menurut mereka bisa membahayakan diri hingga meninggal dunia. Akibatnya, mereka pun enggan memberikan imunisasi bagi anak-anaknya. Maka, di program ini PFP memberikan akses imunisasi sekaligus pemahaman bahwa imunisasi berguna untuk meningkatkan kesehatan anak-anak.

PFP juga berkontribusi dalam pendidikan kesehatan reproduksi perempuan serta memotivasi para orangtua agar bisa menyekolahkan anak perempuannya. Sebab, biasanya ketika sudah remaja mereka akan dinikahkan kemudian melahirkan. 

Baca Juga: Melalui Papua Future Project, Jordy Perjuangkan Pendidikan Perempuan

Verified Writer

Gendhis Arimbi

Storyteller

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya