Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Kata ‘healing ’ saat ini memang sedang populer dan seolah menjadi gaya hidup kaum muda masa kini. Mungkin, ‘healing’ dari kepenatan hidup setahun belakangan juga jadi salah satu resolusimu di awal tahun yang baru ini. Marak terdengar celetukan, “Mau healing!”, saat para Gen Z dan Milenial membahas rencana liburan mereka.
Memang saat ini banyak anak muda tanpa sadar memiliki pola pikir bahwa traveling bisa membuat dirinya healing dari segala jenis stres dan luka batin yang dialami. Tapi, benarkah demikian? Yuk, kita bahas deretan kebiasaan healing yang masih salah diartikan selama ini.
1. Traveling bukan berarti healing
Ilustrasi Pusing Berlibur (freepik.com/prostooleh) Kamu mungkin sudah nge-trip dan having fun ke banyak tempat. Tapi saat kamu kembali pada rutinitas, perasaan hampa malah menyeruak. “Gue ngapain aja ya kemarin, kok masih begini?”
Konsep healing yang sering dikaitkan dengan liburan atau staycation. Membantu proses healing merupakan salah satu efek positif dari traveling. Tapi, pergi melancong atau traveling bukan berarti kamu sudah healing . Yang paling penting bagi kita untuk menemukan akar masalahnya terlebih dahulu sebelum menentukan metode healing apa yang cocok dilakukan, karena tidak semua masalah bisa diatasi dengan liburan.
2. Healing bukan tentang lari dari kehidupan
Ilustrasi Berlari (freepik.com/freepik) Kabur dan menghilang untuk sementara waktu memang dapat menjadi salah satu hal yang dilakukan ketika seseorang dilanda banyak tekanan, stres, dan panik. Traveling bisa saja jadi caramu untuk lari dari kehidupan atau meninggalkan trauma. Namun, seberapa jauh pun kamu berlari, beban itu tidak akan hilang dari pundakmu. Ia akan terus mengikutimu, kecuali kamu berani menghadapi apapun itu yang membebanimu.
Kamu boleh saja lari sejenak untuk menenangkan diri, tapi jangan lupa untuk kembali menghadapi kehidupan. Inilah yang disebut proses berdamai dengan diri sendiri. Kamu pun perlu memahami bahwa setiap tindakan tentu membawa konsekuensi masing-masing. Pelarian yang salah, misalnya menjadi pecandu alkohol ataupun narkotika tentu akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Buku Self Healing dari Sunoo ENHYPEN, Bikin Hati Tenang!
3. Bukan tentang seberapa banyak materi yang dikeluarkan
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Ilustrasi Banyak Belanja (freepik.com/halayalex) Selain traveling, online shopping dan kulineran juga jadi cara self-healing yang populer di kalangan Gen Z. Apalagi istilah wisata kuliner juga kian lumrah sebagai pilihan wisata modern, diikuti dengan kian menjamurnya food influencers. Membelanjakan uang secara spontan dan cenderung berlebihan atau disebut ‘impulsive shopping’ bagi sebagian orang memang membantu untuk rileks dari banyaknya tekanan.
Perasaan tenang dan nyaman setelah berbelanja atau makan merupakan bagian dari run mechanism secara psikologis. Namun sama seperti poin sebelumnya, jika berbelanja merupakan caramu untuk terus lari dari masalah, maka itu bukanlah cara yang tepat dalam upaya healing. Begitu pula makan berlebihan, terutama makan makanan berlemak dan tidak sehat tentulah tidak baik untuk kesehatan jangka panjangmu.
4. Healing adalah suatu proses bukan suatu titik
Ilustrasi Perjalanan (freepik.com/hellodavidpradoperucha) Faktor eksternal termasuk overstimulasi dan paparan media sosial membuat Gen Z bersama generasi Milenial menjadi generasi yang lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental. Menariknya, para generasi muda ini juga adalah generasi yang paling sadar akan kondisi kesehatan mental mereka dibanding generasi yang lebih tua. Satu hal yang mungkin para anak muda ini lupa, kata healing bukan suatu kondisi saat mentalmu dikatakan sembuh, namun suatu proses berkelanjutan yang tidak bisa instan.
Sebaiknya, kamu tidak menunda waktu untuk memulihkan diri jika merasa kondisi mental tidak sedang baik-baik saja. Tapi tidak perlu terburu-buru untuk segera merasa lebih baik, nikmati saja perjalananmu dalam proses menuju pribadi yang lebih sehat secara mental.