TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

9 Bentuk Pernikahan Ini Dianggap Tidak Sah atau Batal dalam Islam

#RamadanDiRumah Berdasarkan pendapat para ulama Syafi'iyah..

Pixabay/Veton Ethemi

Layaknya sebuah akad, pernikahan dalam Islam pun bisa dikatakan tidak sah (batal dan rusak) bila tidak memenuhi syarat. Dijelaskan al-Zuhaili, pernikahan batal atau tidak salah merupakan pernikahan yang tidak memenuhi rukunnya.

Ada pula pernikahan rusak yang artinya, pernikahan tersebut tidak memenuhi syarat pernikahan. Berikut ini beberapa bentuk pernikahan batal menurut mazhab dari ulama Syafi'iyah yang diungkapkan oleh al-Zuhaili. 

1. Pernikahan syighar

unsplash/Ebi Zandi

Pernikahan syighar adalah pernikahan di mana seorang laki-laki menikahkan putri atau saudari perempuannya kepada laki-laki lain dengan mahar dirinya dinikahkan dengan putri atau saudari laki-laki lain tersebut.

Contoh ungkapan akadnya, "Aku nikahkan engkau dengan putriku dengan mahar engkau menikahkan aku dengan putrimu." Pernikahan ini dikatakan tidak sah karena ada gabungan dua akad dan menjadikan akad masing-masing sebagai maharnya.

Hukum pernikahan ini juga tertera dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” Larangan ini berimplikasi pada rusaknya perkara yang dilarang.

2. Pernikahan mut'ah

pixabay/StockSnap

Pernikahan mut'ah adalah pernikahan yang dibatasi oleh waktu, baik sebentar atau lama. Padahal, akad seharusnya dilakukan secara mutlak, tanpa ikatan waktu, dan ditujukan untuk selamanya atau hingga terjadi perceraian yang tak dipersyaratkan sejak akad.

Contoh ungkapan akad dalam pernikahan mut'at, antara lain:

“Aku menikahimu selama satu bulan,”

“Aku menikahimu hingga selesai kuliah,”

“Aku menikahimu sampai aku mencampurimu, hingga engkau halal bagi suami yang telah menalakmu dengan talak tiga.”

3. Pernikahan dengan beberapa akad

freepik/prostooleh

Maksud dari pernikahan ini adalah adanya dua orang wali yang menikahkan satu orang perempuan dengan dua orang laki-laki. Dalam hal tersebut, tak diketahui secara pasti orang mana yang akadnya didahulukan.

Sehingga, jika salah di antara laki-laki itu menggauli sang perempuan, maka wajib baginya mahar mitsli. Mahar mitsli ialah mahar yang disesuaikan dengan mahar yang dibayarkan pada sebayanya perempuan tersebut. Bisa dengan cara melihat mahar yang diterima oleh saudara-saudara perempuannya atau bibi-bibinya.

Hanya saja, ketika akad dalam pernikahan tersebut diketahui mana akad yang akan dilakukan terlebih dahulu, maka akad dalam pernikahan itu menjadi sah. Artinya, pernikahan tidak batal atau rusak.

4. Pernikahan orang ihram

Pexels/Danu Hidayaturrahman

Pernikahan orang yang sedang ihram, baik ihram haji, ihram umrah, ataupun keduanya, baik dengan akad yang sah maupun dengan akad yang rusak, tidak boleh dinikahkan. Hal ini disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berbunyi, “Orang yang ihram tidak boleh menikah dan tak boleh dinikahkan.”

Meski demikian, orang yang sedang ihram boleh melakukan rujuk atau menjadi saksi pernikahan. Ini karena rujuk berarti melanjutkan pernikahan, bukan mengawali pernikahan.

Baca Juga: Menghapus Dosa! Ini Niat, Doa dan Tata Cara Salat Tahajud saat Ramadan

5. Pernikahan perempuan yang sedang dalam masa iddah atau sedang istibra

Pexels/Danu Hidayatur Rahman

Pernikahan tidak sah selanjutnya adalah pernikahan perempuan yang sedang dalam masa iddah dan sedang istibra dari mantan suaminya, walaupun dari hasil hubungan syubhat.

Dalam konteks ini, jika laki-laki yang menikahi perempuan beriddah itu menggaulinya, maka ia harus dijatuhi hukuman (had), kecuali jika ia tidak mengetahui status haram menikahi perempuan beriddah dan sedang istibra. 

6. Pernikahan dengan perempuan yang ragu akan kehamilannya sebelum habis masa iddah

pixabay/OlcayErtem

Para ulama Syafi'iyah juga mengatakan bahwa haram menikahi perempuan yang ragu akan kehamilannya sebelum habis masa iddah. Keharaman ini lahir dari keraguan yang dimiliki oleh sang perempuan.

Oleh karena itu, siapa pun yang menikahi perempuan dengan kondisi seperti ini, maka pernikahannya batil karena ragu akan kehalalannya. 

7. Pernikahan seorang muslim dengan perempuan non-muslim selain Kitabiyyah (ahli kitab) asli

unsplash/wu jianxiong

Firman Allah SWT dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 menyebutkan, "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman." (QS Al-Baqarah [2]: 221)

Artinya, seorang muslim dilarang menikah dengan perempuan non-muslim selain Kitabiyyah asli, seperti perempuan berhala, penyembah api (majusi), penyembah matahari, ataupun keturunan kitabi dan majusi atau sebaliknya.

Dengan kata lain, maksud perempuan Kitabiyyah di sini adalah perempuan Yahudi dan Nasrani.

8. Pernikahan dengan seseorang yang pindah dari satu agama ke agama lain

pexels/Emma Bauso

Pernikahan dengan orang yang pindah dari satu agama ke agama lain, juga dilarang. Singkatnya, kamu tidak boleh menerima lamaran pernikahan dari orang dengan agama selain agama Islam. 

Baca Juga: 5 Tips Jitu Hafal Al-Qur'an pada Bulan Ramadan ala Ustadz Adi Hidayat 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya