TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ida Utari, Wanita RI Pertama yang Jadi Ketua Konferensi Polwan Sedunia

Kini dirinya menjabat sebagai Brigjen berbintang satu

Ida Utari dalam diskusi bersama IDN Times, 12 Agustus 2020. IDN Times/Aldila Muharma

Tak banyak polwan di Indonesia yang dapat menduduki jabatan tinggi di institusi kepolisian. Satu di antara orang-orang tersebut adalah Ida Utari, polisi wanita yang kini menjabat sebagai Brigadir Jenderal (Brigjen) dengan gelar bintang satu.

Selain itu, Ida juga terpilih sebagai polisi perempuan pertama dari Indonesia yang menjadi Ketua Konferensi International Association of Women Police (IAWP) yang seharusnya diselenggarakan pada tahun ini. Penasaran dengan kisahnya? Simak ulasannya berikut ini.

1. Bukan karena cita-cita, Ida menekuni pekerjaan sebagai polisi justru karena adanya surat wajib militer yang ia terima

Ida Utari dalam diskusi bersama IDN Times, 12 Agustus 2020. IDN Times/Aldila Muharma

"Saya tidak pernah bercita-cita sebagai polwan karena saya punya riwayat yang buruk dengan polisi," ungkap Ida. Dirinya pun menjelaskan jika alasannya terjun ke institusi kepolisian berawal dari sebuah surat wajib militer yang ditujukan untuk dirinya.

"Sebelum saya lulus kuliah, ada surat ke kampus "wajib militer". Jadi, saya harus mengikuti wajib militer tersebut dan apabila tidak mengikutinya, saya akan dipidana kurungan tiga bulan," katanya.

Setelah momen tersebut, akhirnya Ida memutuskan untuk mengikuti wajib militer dan beberapa tes lainnya. Ketika lulus, Ida yang memilih Angkatan Darat dan Angkatan Laut pun justru dialihkan untuk masuk ke Kepolisian. 

"Lulus dari kuliah, ikut tes. Tes, kemudian ternyata saya lulus di pusat masuk di polisi. Padahal, saya memilih Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Ternyata, mungkin hasil psikotesnya membuat saya di arahkan ke polisi," terangnya.

2. Pada awal karier, ia tergabung dalam unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Diakuinya, ia sempat mengalami guncangan pada psikisnya

Ida Utari dalam diskusi bersama IDN Times, 12 Agustus 2020. IDN Times/Aldila Muharma

Setelah lulus pada tahun 1987, dirinya pun masuk sebagai anggota satuan unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) di Polda Jawa Timur. Sayangnya, setelah 17 tahun menangani kasus perempuan dan anak, dirinya sempat mengalami guncangan psikis hingga membutuhkan bantuan psikiater.

"Ada klien yang kadang tidak mau dipegang oleh psikolog karena lebih percaya dengan saya. Nah, saya melakukan konseling itu terhadap beberapa orang, bahkan mungkin puluhan, sehingga tidak kuat sampai harus ke psikiater. Akhirnya, saya tidak boleh melakukan konseling lagi karena empati saya terlalu dalam kepada orang lain," cerita Ida.

Baca Juga: Kisah Reza Eario, Resign dari Bank demi Jualan Earphone untuk Musisi

3. Kini, dirinya berhasil menjabat sebagai Brigadir Jenderal (Brigjen) dengan anugerah bintang satu

Brigjen Ida Utari dan Brigjen Apriastini dalam diskusi bersama IDN Times, 12 Agustus 2020. IDN Times/Aldila Muharma

Dengan banyaknya pengalaman serta kinerja yang sangat baik, akhirnya Ida Utari pun diangkat menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen) pada 2013 silam. Kala itu, bahkan dirinya dapat disebut sebagai polisi perempuan termuda yang mendapat anugerah bintang satu.

"Alhamdulillah, Allah memberikan anugerah seperti ini kepada saya, termasuk mendapatkan bintang ini yang termuda waktu itu sampai saat hari ini. Saya berusia 49 tahun saat mendapat bintang satu di tahun 2013 silam, yang langsung diberikan oleh Bapak SBY waktu itu," tutur Ida.

4. Ida juga terpilih sebagai polisi perempuan Indonesia pertama yang jadi Ketua Konferensi International Association of Women Police (IAWP)

Ida Utari dalam diskusi bersama IDN Times, 12 Agustus 2020. IDN Times/Aldila Muharma

Dalam diskusi yang berlangsung dengan IDN Times, Ida memaparkan bahwa Indonesia berhasil menjadi negara Asia pertama sebagai tuan rumah dalam Konferensi International Association of Women Police (IAWP). Bahkan, dirinya ditunjuk sebagai polisi perempuan Indonesia pertama yang menjadi ketua persiapan pelaksanaan konferensi tersebut.

"Secara administrasi sebenarnya ada beberapa negara yang sudah apply, tetapi yang ditunjuk hanya dua negara, dua tempat waktu itu, yakni Chicago dan Indonesia. Akhirnya kita apply, kita paparan, wah pokoknya all out kita di sana. Setelah itu, kita dinyatakan lolos, Indonesia layak menjadi tuan rumah. Itu yang pertama kali di Asia, Indonesia waktu itu, setelah 58 tahun," kata Ida dengan penuh semangat.

Baca Juga: Kisah Kakek Asiman, Pejuang Kemerdekaan yang Kini Jadi Pedagang Mainan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya