Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Self healing adalah salah satu upaya untuk menyembuhkan mental dari keterpurukan. Tentunya, ini menyangkut sejumlah gejolak emosi negatif yang muncul. Baik kemarahan, kekecewaan, maupun keterpurukan yang berlarut-larut. Harapannya, setelah self healing mental pulih seperti semula.
Sungguh disayangkan, yang terjadi malah sebaliknya. Setelah menjalani self healing justru merasa kecewa. Perasaan lelah dan bosan mendominasi diri sepanjang waktu. Mengapa kondisi seperti ini bisa terjadi? Mari ketahui alasan dibaliknya.
1. Proses yang lambat
ilustrasi jam tangan (pexels.com/Karolina Grabowska) Manusia turun dikaruniai oleh sejumlah gejolak emosi negatif dalam dirinya. Contohnya rasa marah dan kekecewaan. Jika tidak dikelola dengan baik, keberadaan emosi negatif bisa menjadi hambatan meraih tujuan.
Namun demikian, upaya menyembuhkan mental tidak selalu berjalan lancar. Adakalanya seseorang merasa kecewa setelah self healing. Salah satunya disebabkan oleh proses yang lambat. Saat menjalani self healing, perasaan lelah dan bosan tidak bisa dikendalikan.
2. Harapan tidak realistis
ilustrasi sosok ambis (pexels.com/MART PRODUCTION) Harapan kita setelah self healing mental bisa pulih seperti semula. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Setelah self healing, perasaan lelah dan kecewa semakin mendominasi diri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentunya tidak terlepas dari suatu alasan.
Bisa jadi kita sudah memiliki harapan yang tidak realistis. Contohnya menginginkan kondisi mental pulih secara instan dan dalam waktu cepat. Di sisi lain, harapan ini tidak bisa dicapai dengan mudah. Apalagi sebagai manusia memiliki sisi keterbatasan diri.
3. Realita berbanding terbalik dengan ekspektasi
ilustrasi tertekan (pexels.com/Victoria Borodinova) Menghadapi proses self healing memang menjadi tantangan tersendiri. Harapannya setelah self healing mental bisa kembali ceria seperti semula. Tapi apa yang terjadi? setelah self healing justru mengalami kekecewaan berlarut-larut.
Tentu menjadi pertanyaan mengapa kondisi seperti ini bisa terjadi. Salah satunya adalah realita berbanding terbalik dengan ekspektasi. Saat menyadari ada yang tidak sejalan, kamu merasa proses self healing yang dijalani sia-sia.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Baca Juga: 5 Alasan Berkebun Bisa Jadi Healing untuk Orang Patah Hati
4. Kegagalan menemukan solusi
ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/Yan Krukau) Sebenarnya tidak ada yang salah dengan self healing. Jika dilakukan secara tepat, justru bisa memulihkan mental dari keterpurukan. Namun sayangnya, tidak semua orang mendapatkan apa yang diharapkan dari self healing. Alih-alih memulihkan mental, mereka justru merasa kecewa.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya mungkin karena kegagalan menemukan solusi. Seseorang mungkin telah mencoba berbagai teknik atau metode penyembuhan diri namun tidak melihat perubahan yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan rasa frustrasi.
5. Lingkungan sekitar tidak sepenuhnya suportif
ilustrasi terkucil (pexels.com/Tima Miroshnichenko) Upaya memulihkan kondisi mental tidak hanya melibatkan diri sendiri. Namun, kehadiran orang-orang sekitar juga sangat diperlukan. Mereka menjadi penguat saat kamu sedang berusaha bangkit dari keterpurukan. Tapi apakah lingkungan selalu menghadirkan orang-orang demikian?
Jawabannya tentu saja tidak. Pada lingkungan tertentu, justru didominasi oleh orang-orang yang memiliki karakter toksik. Hal ini yang membuat upaya memulihkan mental tidak memperoleh dukungan penuh. Kamu merasa kecewa karena dalam prosesnya tidak memperoleh support dari lingkungan sekitar.