TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Pertanyaan yang Harus Dipertimbangkan saat Memilih Psikolog

Pilih yang membuatmu merasa nyaman

ilustrasi melakukan konseling dengan psikolog (pexels.com/SHVETS Production)

Menemukan psikolog yang tepat merupakan langkah awal krusial dalam perjalanan menuju kesehatan mental yang optimal. Namun, ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

Layaknya mencari teman atau pasangan, komunikasi berpotensi menjadi tidak efektif jika tidak ada kecocokan. Padahal, perjalanan yang akan ditempuh akan panjang dan menyakitkan.

Oleh sebab itu, melakukan riset sederhana sangat dianjurkan saat memilih psikolog. Sederet pertanyaan berikut ini bisa diajukan di awal pertemuan agar kamu bisa menentukan apakah psikolog tersebut mampu menjawab keresahanmu.

Selain itu, melakukan terapi merupakan bentuk investasi waktu, uang, dan pikiran. Karenanya, penting untuk terhubung dengan seseorang yang mampu membuatmu merasa nyaman.

1. Apakah psikolog tersebut pernah menangani kondisi yang mirip denganmu?

ilustrasi melakukan konseling dengan psikolog (pexels.com/cottonbro)

Tidak semua psikolog berpengalaman menangani semua kondisi. Sebagian besar fokus pada kondisi tertentu saja. Sebagai contoh, beberapa psikolog mungkin terspesialisasi pada konseling pernikahan, sementara yang lainnya lebih fokus menangani gangguan kecemasan atau anxiety disorder.

Apabila kamu ingin pulih dari kekerasan yang dialami saat masa anak-anak, maka psikolog yang fokus menangani trauma merupakan pilihan tepat. Namun, jika permasalahannya adalah kesulitan komunikasi dengan pasangan, berarti kamu membutuhkan psikolog yang banyak bergerak sebagai konselor hubungan.

2. Apa jenis terapi yang direkomendasikan untuk menangani kondisimu?

ilustrasi pasangan melakukan konseling dengan psikolog (pexels.com/cottonbro)

Tanyakan pada psikolog, rencana apa yang akan dilakukan untuk menangani kondisimu. Beberapa psikolog memilih fokus melakukan satu jenis terapi, sedangkan yang lainnya mengombinasikan beberapa pendekatan. Dalam hal ini, penting untuk mengetahui apakah psikolog telah terlatih dan berpengalaman menangani kondisi serupa.

Sebagai contoh, permasalahan seperti obsessive-compuslive disorder (OCD) lebih tepat ditangani dengan exposure response training, alih-alih hanya mendiskusikan pengalaman sulit yang pernah dilalui. Dirangkum Psych Central, berikut ini beberapa jenis terapi yang paling umum dilakukan.

  • Cognitive-behaviour therapy (CBT). Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir yang negatif dan terdistorsi. Menurut penelitian, jenis terapi ini efektif untuk menangani beberapa kondisi, seperti depresi, gangguan makan atau eating disorder, atau gangguan kecanduan.
  • Exposure and response therapy (ERP). Terapi ini menjadi penanganan garis pertama untuk OCD dan fobia. Intervensi ERP secara bertahap mengekspos penderita terhadap rasa takutnya hingga ia tak lagi memiliki respons rasa takut.
  • Acceptance and commitment therapy (ACT). Terapi ini meningkatkan fleksibilitas psikologi melalui strategi mindfulness dan perubahan perilaku.
  • Dialectical behaviour therapy (DBT). DBT membantu seseorang menerima perubahan dalam hidup. Ini dinilai efektif untuk mengurangi perilaku menyakiti diri sendiri atau self-harm.

Baca Juga: 5 Perbedaan Psikolog dan Psikiater, Konsultasi ke Mana, Ya? 

3. Berapa lama terapi akan dilakukan?

ilustrasi melakukan konseling dengan psikolog (pexels.com/Alex Green)

Pertanyaan ini tak kalah penting karena dapat memberikan gambaran soal berapa lama perjalanan yang harus kamu tempuh untuk mencapai kesehatan jiwa yang optimal. Coba pastikan, apakah kamu akan fokus menjalani terapi jangka pendek atau jangka panjang.

Kira-kira, apakah kamu menjalani program terapi selama 8 minggu penuh? Atau, apakah terapi akan berhenti begitu kamu menunjukkan peningkatan positif yang signifikan? Pastikan bahwa rencana terapi ini sesuai dengan ketersediaan waktu dan bujet yang kamu punya.

4. Apakah terapi dilaksanakan secara online atau tatap muka?

ilustrasi melakukan konseling online (pexels.com/Anna Shvets)

Pandemik COVID-19 membawa banyak perubahan ke berbagai aspek dalam kehidupan, termasuk soal normalisasi layanan telemedicine. Karenanya, penting untuk mengetahui nantinya terapi akan dilakukan secara online atau tatap muka. Hal ini dapat disesuaikan dengan preferensimu. 

Namun, kamu tak perlu merasa khawatir jika terapi dilakukan secara online. Meskipun masih terbilang baru, layanan teletherapy dinilai sama efektifnya dengan pertemuan tatap muka. Ini dijelaskan melalui sebuah studi literatur yang terbit dalam Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality US pada 2016.

Baca Juga: 5 Tips Detox Media Sosial untuk Kesehatan Mental Kamu

Verified Writer

Nadhifa Aulia Arnesya

There's art in (art)icle. Hence, writing an article equals to creating an art.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya