TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Kebiasaan Toksik yang Kerap Dianggap Normal, Remeh tapi Bikin Nyesek

Jangan lakukan lagi, ya

ilustrasi memberi penjelasan (pexels.com/Keira Burton)

Sikap toksik yang dibiarkan tanpa penanganan atau pencegahan pada akhirnya hanya akan melahirkan semakin banyak korban sebagai imbas dari mental yang jatuh. Gak melulu berupa kekerasan dan sikap manipulatif yang jelas-jelas menyerang langsung, terkadang hal-hal sepele yang dianggap biasa saja juga mampu jadi "racun" bagi hidup seseorang.

Sayangnya, terkadang orang gak peka kalau sikapnya sudah jadi toksik. Sebab, mereka beranggapan bahwa perilaku tersebut masih normal. Remeh, tapi bikin nyesek, berikut lima kebiasaan toksik yang dianggap normal dan dampaknya sering disepelekan.

1. Adu nasib dan terbiasa jadi pribadi "mendang-mending"

ilustrasi mengobrol (pexels.com/William Fortunato)

Diakui atau tidak, dunia ini sekarang sudah dipenuhi dengan tipe orang yang hobi adu nasib saat melihat kesulitan orang lain. Biasanya, sikap ini dipicu oleh kebiasaan membandingkan kondisi orang lain dengan pengalaman sendiri, tapi dalam versi meremehkan.

Kesulitan orang dianggap belum ada apa-apanya dengan apa yang dialami diri sendiri. Gak heran kalau ucapan semacam "masih mending kamu, aku malah lebih menderita" kerap berseliweran saat ada yang sedang butuh dukungan moril. 

Pribadi "mendang-mending" ini kemudian malah menjadi toksik bagi circle-nya. Sebab, ada indikasi sikap menyepelekan masalah orang lain. Baginya, keluhan orang terlalu remeh untuk dianggap sebagai masalah hingga merasa gak perlu diberi perhatian lebih.

Baca Juga: 5 Sikap Buruk Ini Wajib Dihindari saat Menjalin Relasi, Jangan Toksik!

2. Melampiaskan emosi negatif pada orang yang gak ada hubungannya

ilustrasi berdebat (pexels.com/Alex Green)

Melampiaskan emosi, baik positif maupun negatif, memang gak salah untuk dilakukan. Asal tahu batas dan cara mengelola emosinya. Sayangnya, sebagian dari kita kerap tanpa sadar terbiasa melampiaskan emosi negatif pada arah yang kurang tepat. Misalnya, marah pada orang yang sama sekali gak ada hubungannya dengan sumber masalah.

Kebiasaan semacam ini lama-lama bakal jadi toksik, gak cuma buat orang lain, tapi juga diri sendiri. Orang akan merasa disalahkan atas sesuatu yang tidak mereka lakukan. Sedangkan dirimu sendiri jadi terbiasa butuh pelampiasan emosi tanpa peduli siapa "korbannya".

3. Memberi motivasi, tapi caranya salah

ilustrasi mengobrol (pixabay.com/candid_shots)

Memberi motivasi untuk orang lain yang dianggap membutuhkan tentu jadi sikap yang positif. Namun, terkadang cara memotivasi juga penting untuk diperhatikan. Ini supaya gak menimbulkan dampak yang tidak diharapkan. Misalnya, pilihan kalimat motivasi juga harus disesuaikan dengan lawan bicara atau masalahnya lebih dulu.

Kita gak bisa asal memotivasi seseorang dengan ucapan "Masa gitu aja gak bisa, sih?" atau "Jangan nyerah. Segini masih gampang, lho!". Meski niatnya baik untuk menyemangati, tapi belum tentu orang bisa langsung termotivasi. Bahkan bisa saja mereka malah jadi tersinggung dengan ucapan semacam itu.

4. Mengomentari fisik orang lain

ilustrasi mengomentari fisik (unsplash.com/Hannah Xu)

Komentar negatif terkait fisik seolah masih membudaya hingga terasa cukup sulit dihilangkan dari kebiasaan seseorang. Meski hanya "kok gendutan, sih", "sekarang agak kurusan, ya", atau "duh, jerawat makin banyak aja!", tapi dampaknya bagi yang dikomentari bisa bikin insecure.

Kamu mungkin berpikir kalau komentar tersebut biasa saja dan sekadar menyampaikan pendapat jujur tanpa punya niat menyakiti atau menghina. Namun, apa yang dirasakan orang dari ucapanmu gak akan bisa kamu kendalikan sepenuhnya. Tanpa sadar, justru sikap kitalah yang jadi toksik bagi orang lain.

Baca Juga: 5 Sikap Manipulatif Pasangan, Hati-hati Hubungan Jadi Toksik!

Verified Writer

T y a s

menulis adalah satu dari sekian cara untuk menemui ketenangan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya