TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Kenapa Banyak Pemberitaan Tak Bermutu di Media Online

Pasti suka sebal sama berita yang judul dan isinya beda deh

Unsplash.com/Matthew Guay

Keberadaan internet memang membuat kita semakin mudah mendapatkan informasi. Tinggal buka smartphone, kita sudah bisa tahu informasi terkini dari berbagai belahan dunia. Apalagi, saat ini banyak media online yang bermunculan.

Namun, di samping mudahnya pemberitaan yang kita dapat justru menimbulkan problematika baru, yakni menurunnya kualitas informasi yang ada. Pasti kamu gak jarang menemukan pemberitaan yang kurang bermutu seperti yang isi beritanya hanya meneruskan status dari akun gosip di Instagram. Atau memberitakan komentar balasan para selebriti pada unggahannya kepada para haters.

Apalagi di tahun politik seperti saat ini, tak jarang kita menemukan banyak konten yang berbau provokatif bahkan hanya hoax belaka. Nah, pertanyaannya, kenapa pemberitaan-pemberitaan gak bermutu semacam itu bisa banyak bermunculan?

1. Banyaknya media online non jurnalis yang bermunculan

Pexels.com/PhotoMIX Ltd.

Perlu kamu tahu kalau saat ini media online terbagi menjadi dua, yaitu media online non jurnalis dan media online jurnalis. Mudahnya membuat situs menjadi faktor utama kenapa ada media non jurnalis. Adanya media online non jurnalis inilah yang umumnya memuat banyak berita gak bermutu hadir di internet.

Sayangnya, banyak pembaca yang tak bisa membedakan mana situs media online non jurnalis dengan media online jurnalis semacam Kompas, Tempo, atau IDN Times. Padahal, cukup mudah untuk mencari tahu.

Kalau situs media online jurnalis pasti akan memberi tahu susunan redaksi atau paling tidak menunjukkan siapa saja yang berkontribusi di balik situs tersebut, alamat kantor, dan kontak yang bisa dihubungi. Tapi kalau situs media online non jurnalis tak akan memuat informasi semacam itu. Kamu bisa coba temukan di kolom ‘about us’ atau ‘tentang kami’.

Baca Juga: Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Jatim Resmi Dilantik di Surabaya

2. Media yang hanya mementingkan rating atau klik

Pexels.com/pixabay

Ironi lain yang muncul di era digital saat ini ialah media jurnalis yang sebenarnya berasal dari group media besar kredibel, tapi hanya mementingkan rating atau klik. Sehingga akhirnya berdampak pada kualitas berita yang disampaikan ke publik.

Bahkan, ada media yang sampai rela membuat judul yang bombastis demi sebuah klik walaupun isinya sama sekali tak sama dengan judul berita yang ditulis.

Memang sih, rating atau klik sangat penting bagi media karena bisa mendatangkan iklan yang menjadi sumber pendapatan. Tapi, bukan berarti jadi mengorbankan pembaca.

3. Target pembaca yang berbeda

Pexels.com/rawpixel

Media jurnalis memang memiliki target pembacanya sendiri. Ada media yang menargetkan pembaca dari kalangan pengusaha seperti Bisnis Indonesia. Ada yang menargetkan pembaca muda dari generasi millennial seperti IDN Times. Ada juga yang menargetkan pembaca dari kalangan terpelajar dan kritis seperti Tempo atau Kompas.

Tapi, ada juga media yang menargetkan pembaca dari kalangan kurang terpelajar. Kalau masih ingat, dulu ada koran bernama Lampu Merah yang memuat berita kurang bermutu. Bahkan, penulisan judulnya pun tak sesuai dengan kaidah jurnalistik. Isi beritanya pun tak jauh-jauh dari peristiwa kriminalitas seperti pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan perselingkuhan.

Karena target pembacanya yang berbeda itulah lantas membuat media jurnalis sekalipun tampak menyajikan berita yang kurang bermutu.

4. Media yang mengejar kecepatan berita

pexels.com/pixabay

Di tengah era digital seperti saat ini, hampir semua media mengandalkan kecepatan berita sebagai senjata utama meraih pembaca. Mereka saling berlomba menjadi lebih dulu, agar bisa viral duluan dan dibaca banyak orang. Bagus sih, tapi pasti berpengaruh pada kualitas berita apabila sudah mengutamakan kuantitas lebih dulu.

Karena sebagus apa pun editor, pasti tidak akan sanggup teliti menyunting setiap berita yang masuk apabila sudah terlalu banyak. Jadi berita yang kurang bermutu pun akan lolos kurasi. Selain itu, untuk bisa memenuhi jumlah minimum dari target pemberitaan sehari, kadang kala editor jadi mengesampingkan kualitas. Asal ada berita masuk, langsung dimuat.

Baca Juga: Kecanduan Sosial Media? Berhentilah Sejenak dan Rasakan 5 Kebaikan Ini

Verified Writer

Rahardian Shandy

Rutin menulis sejak 2011. Beberapa cerpennya telah dibukukan dan dimuat di media online. Ia juga sudah menulis 4 buah buku non-fiksi bertema bisnis. Sementara buku fiksi pertamanya terbit pada 2016 lalu berjudul Mariana (Indie Book Corner).

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya