TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Nabi Muhammad Mendapat Gelar Al Amin Jadi Manusia Tepercaya

Sudah sejak muda Nabi Muhammad memiliki sifat mulia ini

ilustrasi Nabi Muhammad SAW (IDN Times/Aditya Pratama)

Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang mendapat gelar al-Amin. Ia adalah manusia yang memiliki sifat mulia, akhlak terpuji, jujur dalam setiap ucapannya, dan paling baik amalannya.

Al-Amin berarti 'orang yang tepercaya'. Gelar terhormat ini disematkan oleh penduduk Makkah kepada Nabi Muhammad sebelum Nabi Muhammad diangkat jadi rasul. Al-Amin juga menjadi salah satu nama Nabi Muhammad. Hal ini seperti sabda Rasulullah, yakni

أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Artinya: “Apakah kalian tidak percaya kepadaku, sedangkan yang ada di langit percaya kepadaku. (HR. Bukhari No. 4351 dan Muslim No. 1064)"

Lalu, bagaimana kisah Nabi Muhammad hingga mendapat gelar al-Amin?

1. Nabi Muhammad jadi manusia yang tepercaya sejak muda

Ilustrasi berdagang (freepik.com/freepik)

Sejak remaja, Nabi Muhammad sudah memperlihatkan sifat tepercaya dan amanah yang dimilikinya. Muhammad muda pandai berdagang. Muhammad sudah ikut bersama pamannya, Abdul Muthalib, untuk berdagang sejak usia 12 tahun. Bahkan, Muhammad kerap ikut berdagang hingga ke Syam (Suriah).

Dilansir NU Online yang mengutip Sirah Nabawiyah, Muhammad adalah pedagang yang jujur. Ia tidak pernah menipu, misalnya, mengurangi timbangan ataupun takaran. Perkataannya pun selalu jujur, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan atau bahkan janji palsu. Transaksi jual-beli juga dilakukan dengan akad yang jelas.

Baca Juga: Mahar Pernikahan Nabi Adam dan Siti Hawa, Bukan Barang Mewah!

2. Pemberian gelar al amin kepada Nabi Muhammad berawal dari merenovasi Ka'bah

Ilustrasi ka'bah (unsplash.com/Haidan)

Sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad sejak muda, telah dikenal banyak orang sehingga kepercayaan publik terhadapnya terus berdatangan. Hal ini juga yang mendukung Nabi Muhammad diberi gelar al-Amin.

Nabi Muhammad menerima gelar al-Amin saat dirinya berusia 35 tahun, sebelum diangkat menjadi rasul. Saat itu, kabilah Quraisy sedang merenovasi Ka'bah karena bangunannya makin rapuh setelah diterjang banjir. Selanjutnya, Al-Walid bin Mughirah Al-Makhzumi berinisiatif untuk mengawali penghancuran Ka'bah, kemudian dilanjutkan oleh orang-orang dari kabilah Quraisy.

Dilansir buku Sirah Nabawiyah karya Zulyadain dan Fitrah (2021), setiap kabilah mendapat giliran untuk membangun kembali Ka'bah. Namun, konflik mulai muncul saat pembangunan sudah sampai hajar Aswad. Orang-orang dari berbagai kabilah berebut demi mendapatkan kehormatan untuk meletakkan batu ini. Perselisihan tersebut tidak menemukan jalan keluar hingga berhari-hari, bahkan hampir ada pertumpahan darah.

Saat itu, tokoh tetua di antara semua kabilah, Umayyah bin Mughirah Al-Makhzumi, memberikan pendapatnya bahwa orang pertama di antara mereka yang memasuki pintu Ka'bah adalah yang berhak untuk menentukan kebijakan tentang peletakan hajar Aswad. Dengan izin Allah SWT, orang tersebut adalah Nabi Muhammad SAW. Setelah mengetahui orang tersebut adalah Rasulullah, para kabilah pun menyetujuinya seraya berkata:

"Dia adalah Al-Amin (orang yang terpercaya), kami rela apa pun yang di putuskan, inilah Muhammad SAW."

Dengan keputusan itu, Nabi Muhammad tidak jadi egois. Justru, Beliau memberikan keputusan terbaik. Ia memberitahu untuk menyiapkan sehelai selendang, kemudian meletakkan hajar Aswad di tengah kain tersebut.

Nabi Muhammad meminta kepada para pemuka setiap kabilah yang berselisih agar menjadi wakil kabilahnya untuk memegang ujung-ujung selendang. Dengan cara itu, hajar Aswad pun diangkat bersama-sama menuju tempatnya.

Baca Juga: Pengertian Suhuf dan Nabi-Nabi yang Menerimanya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya