TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Peribahasa Bugis Ini Penuh dengan Nilai Filosofis

Bentengi diri dengan sifat mulia #LokalIDN

Instagram.com/sumbawaexplorer

Suku Bugis bukan hanya terkenal karena pakaian adatnya yang penuh warna atau juga budaya pernikahan yang unik. Seperti suku-suku lain di berbagai daerah Indonesia, suku Bugis juga memiliki peribahasa yang bisa menjadi nasihat bagi siapa saja.

Peribahasa tersebut memiliki berbagai macam makna, seperti perilaku manusia, kebiasaan masyarakat, atau juga pengabdian kepada Tuhan.

Dan berikut beberapa peribahasa Bugis yang penuh dengan makna filosofis.

1. Aju maluruemi riala parewa bola (hanyalah kayu yang lurus dijadikan ramuan rumah)

pixabay.com/SplitShire

Dalam peribahasa ini, kata rumah memiliki makna seorang pemimpin. Maksudnya hanya orang yang memiliki kepribadian yang lurus yang bisa dijadikan pemimpin.

Agar ia mampu melaksanakan kewajiban dan melindungi apa yang dia pimpin. Juga menghindari terjadinya banyak masalah.

Baca Juga: 7 Kosakata Bagian Tumbuhan dalam Bahasa Bugis, Gampang Kok!

2. Dek nalabu essoe ri tenngana bitarae (tak akan tenggelam matahari di tengah langit)

pixabay.com/realworkhard

Segala hal dalam diri manusia sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Tak perlu ada keraguan akan sesuatu dan rasa khawatir yang berlebih.

Seseorang akan mendapatkan sesuatu bila memang sudah waktunya. Manusia akan menemui ajal jika memang sudah waktunya. Tak ada kata terlambat atau waktu yang tidak tepat, sebab segalanya sudah diatur.

3. Massesa panga, temmasesa api, massesa api temmasesa botoreng (bersisa pencuri tak bersisa api, bersisa api tak bersisa penjudi)

Pixabay.com/HG-Fotografie

Peribahasa ini ditujukan pada para penjudi, orang yang menghabiskan seluruh hartanya hanya dalam waktu sekejap. Betapa pun lihainya seorang pencuri, ia tak akan bisa mencuri semua jenis barang.

Lain halnya dengan seorang penjudi yang mampu membakar semua jenis harta bendanya hanya dengan sekali duduk.

4. Pura babbara sompekku, pura tangkisi golikku, ulebbirenni tellennge nato’walie (layarku sudah terkembang, kemudiku sudah terpasang, lebih baik tenggelam daripada kembali)

pixabay.com/851878

Peribahasa ini bermakna tentang pentingnya sifat kehati-hatian atau cermat sebelum melakukan sesuatu. Seseorang tidak dianjurkan untuk terburu-buru, sebab akan berdampak buruk pada dirinya sendiri. Perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti dan memastikan benar-benar tidak ada kekurangan barulah bisa memulai apa yang ingin dilakukan.

5. Adee temmakke-anak’ temmakke-epo (adat tak mengenal anak, tak mengenal cucu)

pixabay.com/sasint

Peribahasa ini bermakna bahwa dalam menjalankan aturan atau hukum tidak boleh ada rasa pilih kasih. Yang bersalah akan dikenai hukuman tanpa memandang asal atau latar belakang keluarganya.

Seseorang tak boleh dibebaskan dari tuntutan hanya karena orangtuanya adalah presiden, menteri, atau pekerjaan apa pun itu. Sebab sejatinya semua orang menaati hukum dan siapa pun yang bersalah akan dikenai sanksi.

6. Ajak mapoloi olona tauwe (jangan memotong hak orang lain)

Pixabay.com/qimono

Tidak salah memperjuangkan hak pribadi. Sebab setiap orang akan merasa nyaman ketika menjalani tugas dan kewajibannya apabila haknya juga terpenuhi.

Namun jangan sampai usaha memperjuangkan hak pribadi malah merampas hak orang lain. Menempuh jalan kekerasan dan menghalangi orang lain.


Baca Juga: 6 Fakta Menarik Tradisi Pernikahan Adat Bugis, Sudah Tahu Belum?

Verified Writer

Deidara Oneechan

Pelajar, penulis amatir, dan novelis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya