7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  

Pahami topik dan situasi dengan baik, ya

Istilah tone deaf sangat ini tengah populer di masyarakat, utamanya dalam media sosial. Tone deaf atau socially tone deaf merupakan istilah yang merujuk pada ketidakmampuan seseorang menilai situasi sosial, emosional, atau budaya dalam berinteraksi. Contoh kalimat tone deaf yaitu, “Masa 7 juta saja tidak punya?”

Dalam konteks komunikasi, sikap tidak peka terhadap orang lain membawa sejumlah dampak negatif. Misalnya pesan tidak tersampaikan dengan tepat, menyinggung orang lain, atau bahkan menimbulkan ketegangan sosial. Oleh karena itu, dalam artikel ini kita membahas cara menghindari tone deaf, khususnya dalam komunikasi digital. Simak dengan baik untuk menjaga keberhasilan interaksi daring. 

1. Pahami konteks and audiens

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi mengetik pesan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sebelum berinteraksi, sebaiknya pahami terlebih dahulu konteks dan siapa audiensnya. Konteks mencakup pemahaman terhadap situasi, tujuan, dan latar belakang pesan. Penting bagi kita untuk memahami apakah pesan yang ingin disampaikan sesuai dengan konteks yang sedang berlangsung. Identifikasi apakah obrolan tersebut bersifat formal atau santai. 

Selain itu, kita juga harus mengetahui kepada siapa kita berbicara. Setiap audiens memiliki karakteristik unik dengan latar belakang berbeda. Dengan memahami siapa yang menjadi audiens, kita dapat menyesuaikan bahasa, intonasi, dan gaya komunikasi secara lebih efektif. Pemahaman akan konteks dan audiens ini dapat memastikan bahwa pesan dan tujuan komunikasi tersampaikan dengan efektif. 

2. Pahami sensitivitas topik

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi berpikir (freepik.com/benzoix)

Memahami sensitivitas topik adalah salah satu langkah krusial dalam menjaga keberhasilan komunikasi. Terutama di era informasi yang cepat dan beragam ini, banyak topik yang dapat memicu emosi orang lain. Untuk menghindari tone deaf, penting untuk mengidentifikasi topik yang sensitif bagi audiens seperti isu politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya. 

Pemilihan kata dan cara penyampaian pesan perlu diperhatikan ketika hendak membahas topik sensitif. Cobalah untuk mengevaluasi apakah suatu topik dapat dibahas secara terbuka atau tidak. Selain itu, pertimbangkan sudut pandang dan pengalaman orang lain guna mencegah penilaian negatif. Dengan demikian, kita dapat menghormati lawan bicara saat berkomunikasi secara digital.

3. Gunakan bahasa yang bersifat insklusif

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi mengetik pesan (freepik.com/benzoix)

Dalam komunikasi digital, pemilihan kata atau frasa yang sesuai menjadi krusial untuk menghindari tone deaf. Penggunaan kata-kata yang bersifat inklusif dapat menciptakan interaksi yang saling menghargai dan meminimalkan risiko konfrontasi. Misalnya, mengganti penggunaan kata ganti gender tertentu dengan kata “mereka.” 

Perhatikan pula untuk tidak merendahkan atau generalisasi kelompok tertentu dalam komunikasi digital. Contohnya, mengganti pernyataan, “semua perempuan suka belanja” dengan “setiap individu memiliki minat berbeda.” Dengan menggunakan bahasa inklusif, pesan yang disampaikan tidak menyinggung orang lain. 

Baca Juga: Arti Istilah Tone Deaf di Dunia Sosial 

4. Perhatikan ekspresi emosi dalam komunikasi

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi emoji (freepik.com/rawpixels.com)

Emosi memainkan peran sentral dalam menyampaikan pesan. Akan tetapi, ekspresi emosi dalam komunikasi digital lebih terbatas daripada langsung bertatap muka dengan lawan bicara. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan ekspresi digital seperti emoji, tanda baca, huruf kapital, dan gaya penulisan. Misalnya, jangan menggunakan emoji tertawa ketika topik bahasan sedang serius. 

Perhatian pada hal tersebut membantu kita menangkap emosi dan situasi yang tepat. Sehingga, kita menjaga komunikasi agar tetap relevan dengan konteks dan perasaan orang lain. Dengan hal tersebut, interaksi menjadi lebih bermakna, pesan tersampaikan dengan baik, dan menghindari tone deaf. 

5. Hindari humor yang menyinggung

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi mengetik pesan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Humor yang tidak tepat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, menyakiti perasaan, atau menyinggung kelompok tertentu. Kita perlu menyadari bahwa tidak semua topik pembicaraan bisa dijadikan humor. Contoh sederhana yaitu menghindari lelucon rasial atau seksual yang dapat menyinggung orang lain. 

Meskipun terkadang tidak bermaksud menyakiti, kita harus menghindari lelucon tersebut untuk menghindari tone deaf. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih topik untuk lelucon. Selalu pertimbangkan apakah humor tersebut dapat diterima oleh berbagai audiens atau tidak. 

6. Selalu periksa pesan yang ingin disampaikan

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi mengetik pesan (freepik.com/benzoix)

Kita bertanggung jawab penuh atas tulisan dan lisan dalam komunikasi digital. Untuk menghindari tone deaf, alangkah baiknya jika selalu memeriksa pesan yang ingin disampaikan. Ini dilakukan untuk menghindari interpretasi yang salah atau reaksi yang tidak diinginkan. 

Sebagai contoh, kita hendak merespons suatu konten kontroversial atau berita. Sebelum berkomentar, coba renungkan apakah pesan tersebut dapat disalahartikan atau menyinggung pihak lain.

Jika pesan berpotensi menimbulkan konfrontasi, kita dapat memperbaiki isi pesan dengan bahasa yang baik guna menghormati orang lain. Maka dari itu, selalu periksa pesan dengan matang sebelum disampaikan. 

7. Terbuka dengan umpan balik

7 Cara Menghindari Tone Deaf dalam Komunikasi Digital, Perhatikan!  ilustrasi mengetik pesan (freepik.com/benzoix)

Dalam dunia digital, kita dihadapkan dengan banyak orang yang memiliki pandangan berbeda. Ketika orang lain membaca pesan yang kita sampaikan, mungkin saja ada kritik dan saran yang diberikan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya kita terbuka dengan umpan balik untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Sikap ini diperlukan guna membangun kepekaan terhadap orang lain, yang pada gilirannya dapat menghindari tone deaf dalam komunikasi. 

Sebagai contoh, jika kita menerima tanggapan kritis, reaksi pertama yang baik adalah tidak defensif, melainkan berusaha memahami sudut pandang yang berbeda. Mungkin ada aspek dalam pesan kita yang dapat diperbaiki atau diperjelas. Menerima kritik dan saran dengan sikap terbuka tidak hanya meningkatkan kualitas komunikasi, tetapi juga menciptakan lingkungan yang saling pengertian. 

Komunikasi digital rawan terhadap tone deaf karena kita tidak bertatap muka secara langsung dengan lawan bicara. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dan peka terhadap konteks, audiens, pemilihan bahasa, emosi, dan situasi. Penting pula untuk selalu memeriksa pesan sebelum dikirimkan dan menerima umpan balik dengan terbuka.

Semua cara tersebut membantu menghindari tone deaf dalam komunikasi digital sehingga interaksi terjalin dengan baik tanpa menyinggung pihak tertentu.

Baca Juga: 5 Level Komunikasi yang Tidak Disukai oleh Introvert, Bikin Pressure!

Annisa Isnaini H. Photo Verified Writer Annisa Isnaini H.

Creating the world with words

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya