Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bertengkar (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

Intinya sih...

  • Hukum istri minta cerai, tetapi suami menolakDalam Islam, istri bisa mengajukan perceraian melalui khulu’ atau fasakh jika suami menolak. Majelis hakim di pengadilan agama akan mempertimbangkan alasan tersebut.

  • Jalur khulu' dan fasakhKhulu’ adalah ketika istri meminta cerai karena merasa tidak sanggup lagi hidup bersama suami. Fasakh adalah pembatalan pernikahan oleh hakim agama jika ada alasan syar’i yang jelas dan bisa dibuktikan.

  • Aturan yang harus dipatuhi saat mengajukan cerai
    Istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan apabila terdapat alasan yang sah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kondisi istri meminta cerai tetapi suami menolak sebenarnya cukup kompleks. Banyak istri yang ingin mengakhiri pernikahan karena alasan yang sah, seperti kekerasan, perselingkuhan, nafkah yang tidak diberikan, atau tidak adanya keharmonisan.

Tapi, sering kali mereka menghadapi kebuntuan karena suami tidak mau menceraikan atau justru mengancam tidak akan mengucap talak. Yuk, kita bahas bersama mengenai hukum istri yang minta cerai tetapi suami menolak!

1. Hukum istri minta cerai, tetapi suami menolak

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Dalam Islam, pernikahan adalah akad suci, tapi bukan berarti hubungan itu harus dipertahankan jika membawa mudarat (kerugian atau bahaya). Jika suami tidak mau menceraikan, istri tetap bisa mengajukan perceraian melalui lembaga peradilan agama dengan permohonan khulu’, yaitu cerai atas permintaan istri.

“Jika seorang perempuan tidak menyukai suaminya dan khawatir tidak dapat menjalankan kewajiban, maka dia boleh meminta cerai dengan mengembalikan mahar.” (HR. Bukhari)

Namun dalam praktiknya, tidak semua gugatan cerai oleh istri diproses sebagai khulu’. Jika istri menggugat cerai dengan alasan syar’i, seperti suami tidak memberikan nafkah, suami kasar dan melakukan KDRT, suami pergi meninggalkan rumah, atau suami tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami, maka itu bisa diproses sebagai fasakh atau cerai gugat biasa, tanpa perlu mengembalikan mahar. Dalam kasus seperti ini, majelis hakim di pengadilan agama biasanya akan mempertimbangkan alasan tersebut dan cerai bisa dikabulkan meski tanpa “talak” dari suami.

2. Jalur khulu' dan fasakh

Ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Dalam Islam, istri tetap boleh mengajukan gugatan cerai meskipun suaminya menolak, selama ada alasan yang sah menurut syariat. Dalam istilah fikih, hal ini dikenal dengan dua jalur, yakni khulu’ dan fasakh.

Khulu’ adalah ketika istri meminta cerai karena merasa tidak sanggup lagi hidup bersama suami, entah karena tidak ada kecocokan, tekanan batin, atau perasaan tidak nyaman yang terus-menerus. Biasanya, khulu’ dilakukan dengan syarat istri mengembalikan mahar (maskawin) yang telah diberikan oleh suami. Tapi ingat, khulu’ baru bisa terjadi kalau suami setuju.

Nah, kalau suaminya menolak atau tidak mau menceraikan, Islam tetap memberi jalan keluar. Istri bisa menempuh jalur fasakh, yaitu pembatalan pernikahan oleh hakim agama.

Ini bisa dilakukan jika ada alasan syar’i yang jelas dan bisa dibuktikan, seperti suami tidak memberi nafkah lahir maupun batin, terjadi KDRT atau kekerasan, suami menghilang dalam waktu lama tanpa kabar, atau suami tidak menjalankan tanggung jawab rumah tangga. Dalam kasus-kasus seperti ini, meskipun suami tetap bersikeras menolak cerai, hakim berhak memutuskan perceraian secara resmi.

3. Aturan yang harus dipatuhi saat mengajukan cerai

ilustrasi orang bertengkar (pexels.com/Vera Arsic)

Dilansir Hukum Online, perlu diketahui bahwa terkait aturan perkawinan dan perceraian, termasuk cara gugat cerai suami dapat merujuk pada UU Perkawinan sebagaimana telah diperbaharui oleh UU 16/2019, dan PP 9/1975 sebagai peraturan pelaksanaannya. Dalam hal istri gugat cerai suami tidak datang atau menolak hadir, perlu dijelaskan sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi oleh suami dan istri dalam sidang perceraian. Aturan yang dimaksud, antara lain:

  1. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.

  2. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

  3. Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.

  4. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Dengan demikian, istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan apabila terdapat alasan yang sah. Meskipun suami menolak, proses perceraian tetap dapat berjalan melalui jalur hukum resmi yang memberikan ruang bagi istri untuk memperoleh keadilan serta menjaga martabat dan hak-haknya sebagai seorang istri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team