ilustrasi shalat berjamaah di lingkungan pesantren (pexels.com/Chattrapal (Shitij) Singh)
Tirakat bukan sekadar menahan diri dari hal-hal tertentu, tapi juga tentang membentuk kesadaran diri dan memperkuat niat. Dalam tradisi kejawen maupun spiritual Islam, cara tirakat bisa bervariasi tergantung pada tujuan dan kepercayaan masing-masing. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan agar tirakat lebih bermakna dan tidak sekadar menjadi ritual tanpa arah:
1. Menentukan niat yang jelas
Tirakat harus memiliki tujuan yang spesifik. Jika kamu ingin melakukan tirakat dengan puasa Senin Kamis, maka kamu bisa meniatkan diri sesuai dengan puasa Senin Kamis, yakni:
Nawaitu shouma ghadin yaumal itsnaini sunnatan lillahi ta’ala
“Saya niat berpuasa besok hari Senin sunah karena Allah Ta’ala.”
Nawaitu shouma ghadin yaumal khomisi sunnatan lillahi ta’la.
“Saya niat berpuasa besok hari Kamis sunah karena Allah Ta’la.”
- Selain itu, kamu juga bisa melakukan Puasa Daud yang memiliki niat seperti berikut:
Arab Latin: Nawaitu shauma daawuuda sunnatal lillaahi ta'aalaa.
Artinya: "Aku berniat puasa daud sunah karena Allah Ta'ala."
2. Memilih bentuk tirakat yang sesuai
Tidak ada aturan baku tentang cara tirakat, tetapi beberapa bentuk yang umum dilakukan antara lain:
- Puasa mutih: Hanya makan nasi putih dan minum air putih dalam periode tertentu. Biasanya dilakukan untuk membersihkan diri secara spiritual.
- Puasa ngebleng: Tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur selama 24 jam atau lebih. Ini bentuk tirakat yang lebih berat dan sering dilakukan dalam persiapan menghadapi sesuatu yang besar.
- Tapa bisu: Tidak berbicara selama waktu tertentu untuk melatih kesabaran dan memperdalam refleksi diri.
- Tapa brata: Kombinasi dari beberapa bentuk tirakat, seperti mengurangi tidur, membatasi makan, dan menghindari hiburan atau pergaulan yang tidak perlu.
- Menyepi di tempat khusus (kungkum di sungai, bertapa di tempat sunyi, atau berdiam diri di masjid): Biasanya dilakukan untuk mencari ketenangan dan mendapatkan petunjuk dalam hidup.
3. Mematuhi waktu dan aturan yang ditentukan
Beberapa bentuk tirakat memiliki aturan waktu tertentu. Misalnya, ada yang dilakukan pada malam-malam tertentu seperti Jumat Kliwon atau saat menghadapi momen penting dalam hidup. Jika mengikuti guru spiritual atau tradisi tertentu, biasanya ada panduan spesifik yang harus ditaati.
4. Menghindari sifat riya atau pamer
Tirakat bukan untuk dipamerkan atau dijadikan bahan cerita agar dikagumi orang lain. Semakin dilakukan dengan ikhlas dan tanpa ekspektasi pujian, semakin besar manfaatnya bagi diri sendiri.
5. Mengiringi dengan doa dan refleksi diri
Tirakat bukan hanya menahan diri secara fisik, tapi juga kesempatan untuk memperbanyak doa dan introspeksi. Biasanya, seseorang yang bertirakat akan lebih banyak berzikir, membaca doa-doa tertentu, atau merenungkan langkah hidupnya ke depan.