Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret Eri Kuncoro, salah satu pendiri gerakan Yuk Tukoni (instagram.com/erikuncoro)
potret Eri Kuncoro, salah satu pendiri gerakan Yuk Tukoni (instagram.com/erikuncoro)

Jejeran warung makan yang biasanya dipenuhi oleh langkah kaki pelanggan tiba-tiba berubah sepi. Meja-meja yang dulu selalu terisi oleh mereka yang menunggu pesanan kini berubah kosong dalam diam. Aroma masakan yang sering menguar ke jalanan pun ikut menghilang. Tak ada lagi wajah sumringah para pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya setiap hari.

Ketika pandemi COVID-19 melanda pada 2020, denyut sektor kuliner Indonesia, termasuk Yogyakarta merosot begitu cepat. Di balik pintu-pintu warung yang tertutup rapat, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM berjuang mempertahankan usahanya. Turunnya daya beli akibat pembatasan sosial membuat pendapatan mereka menurun, sementara biaya operasional masih terus berjalan. Akhirnya, tak sedikit dari mereka yang dengan berat hati harus merapikan peralatan masaknya karena tak lagi mampu bertahan.

Dari kegelisahan melihat banyaknya usaha kuliner lokal yang tumbang, Eri Kuncoro dan rekannya, Revo Suladasha, memutuskan untuk melakukan dukungan sosial. Mereka percaya bahwa gerakan kecil bisa memberi dampak besar jika dilakukan bersama-sama. Dari keyakinan itulah lahir gerakan sosial, Yuk Tukoni. Dalam bahasa Jawa, "tukoni" berarti "belilah". Namun makna gerakan sosial ini sebenarnya lebih dari sekadar ajakan membeli.

Yuk Tukoni hadir untuk menyalakan kembali semangat gotong royong, membantu UMKM kuliner agar tetap terlihat dan memiliki kesempatan untuk bertahan. Lalu, bagaimana kisah perjuangan Eri Kuncoro dan rekan-rekannya dalam memperdayakan para UMKM selama masa pandemi? Yuk, kita simak lebih lengkapnya di bawah ini!

1. Kisah mie ayam yang menginspirasi gerakan gotong royong Yuk Tukoni

mie ayam frozen Pak Amin di Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Awalnya, gerakan Yuk Tukoni berasal dari kisah sederhana yang dekat dengan kehidupan Eri Kuncoro. Saat pandemi melanda dan wilayah tempat tinggalnya diisolasi, usaha mie ayam milik Pak Amin, tetangganya, mulai kehilangan pelanggan. Warung yang biasanya ramai oleh pembeli mendadak sunyi dan aroma mie ayam yang menggunggah selera kini tak lagi tercium di lingkungan itu. Kondisi tersebut memukul penghasilan keluarga Pak Amin, yang selama ini bergantung pada dagangan itu.

Ketika pembatasan wilayah membuat dagangan Pak Amin tak laku, Eri merasakan kegelisahan yang sama. Di mata Eri, tak ada alasan untuk sekadar menonton tetangganya kehilangan sumber nafkah. Dari dorongan itulah, ia berani mengambil langkah kecil. Dengan ide yang cemerlang, Eri membantu mengemas ulang mie ayam buatan Pak Amin dan menjualnya secara daring.

"Jadi, saya bilang ke pak Amin, gimana kalau kita kemas ulang mie ayamnya? Kalau biasanya di masak di warungnya bapak, tetapi sekarang kita ubah jadi frozen food. Jadi, orang-orang bisa tetap masak di rumah," jelas Eri Kuncoro saat menjadi pembicara dalam workshop kompetisi menulis Anugerah Pewarta Astra 2025 pada tanggal 8 Oktober 2025 .

Cara ini dilakukannya agar para pelanggan Pak Amin tetap bisa menikmati kelezatan mie ayamnya, meski dari rumah. Siapa sangka langkah sesederhana itu justru menjadi titik balik yang mengembalikan harapan. Pesanan mulai masuk, dapur Pak Amin pun kembali hidup dan senyumnya kembali terlihat. Dari pengalaman menyelamatkan usaha seorang tetangga, tumbuhlah gagasan yang kelak dikenal sebagai Yuk Tukoni. Sebuah gerakan yang lahir dari kepedulian paling dekat dan menjadi ruang gotong royong bagi UMKM yang berjuang di tengah masa sulit.

2. Dari kepedulian kecil menjadi gerakan besar untuk para UMKM

layanan pesan antar makanan oleh Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Gagasan Yuk Tukoni muncul pada 1 April 2020 ketika Eri dan rekan-rekannya melihat banyaknya UMKM yang terpaksa gulung tikar. Situasi itu membuat mereka bertanya-tanya bagaimana para pelaku usaha kecil bisa bertahan ke depannya. Berangkat dari keresahan inilah, Eri melihatnya sebagai bentuk dorongan kuat untuk bergerak. Mereka ingin memberi ruang bernapas bagi UMKM yang hampir kehilangan harapan.

Tak perlu waktu yang lama, tekad itu segera mereka wujudkan hanya dalam 12 hari saja. Waktu yang singkat itu menunjukkan urgensi dan kepedulian yang mereka rasakan. Eri dan rekan-rekannya percaya bahwa menunda berarti membiarkan semakin banyak UMKM yang tumbang.

Saat itu, modal yang mereka miliki pun terbilang terbatas. Freezer yang digunakan dalam gerakan ini bahkan merupakan hasil meminjam dari kenalan agar Yuk Tukoni bisa segera dimulai. Setelahnya, Eri dan Revo mengumpulkan produk UMKM, memotretnya, menata kemasan agar lebih menarik, lalu mempromosikan lewat Instagram @yuktukoni dan WhatsApp sambil memberi promo gratis ongkir sampai 10 kilometer. Sejak awal, tujuan utama Yuk Tukoni berdiri adalah sebagai gerakan gotong royong yang membantu UMKM, bukan sarana mengejar keuntungan.

3. Menguatkan UMKM dengan inovasi makanan beku dan kurasi ketat Yuk Tukoni

potret produk UMKM yang dipasarkan oleh YUk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Di masa pandemi yang sulit itu, Yuk Tukoni justru datang membawa sebuah harapan baru. Mereka menemukan cara agar makanan rumahan tetap bisa bertemu dengan pembelinya, meski jarak dan pandemi memisahkannya. Dari sinilah ide mengubah hidangan siap makan menjadi frozen food agar nantinya lebih mudah dijalankan. Langkah sederhana ini ternyata menjadi penyelamat bagi banyak UMKM yang hampir kehilangan sumber pendapatannya.

Dengan metode penyimpanan yang tepat, produk-produk tersebut ternyata bisa bertahan jauh lebih lama, bahkan hingga sebulan penuh. Inilah yang membuat para UMKM tak terlalu bergantung pada pelanggan yang datang langsung ke warung mereka. Bagi banyak pelaku usaha kecil, metode frozen food ini terasa seperti mendapatkan kesempatan kedua untuk bertahan.

Meski inovasi frozen food memberi peluang baru bagi UMKM, Eri dan tim Yuk Tukoni menyadari bahwa mengandalkan ketahanan produk saja tidak akan cukup. Mereka ingin agar kualitas makanan beku tersebut tetap aman, bersih, menarik, dan layak dipasarkan ketika sampai di tangan konsumen. Oleh sebab itulah, setiap UMKM yang ingin bergabung akan diseleksi melalui proses kurasi untuk memastikan standar kebersihan, keamanan pangan, dan tampilan kemasan terpenuhi. Bagi Eri, menjaga kualitas berarti menjaga kepercayaan para pembeli yang mendukung gerakan ini.

"Pada saat itu, kami komunikasikan langsung kepada UMKM bahwa ingin mengedepankan produk yang higienis dan bisa dimasak di rumah," ucap Eri.

Ketika ada produk yang belum sepenuhnya siap, Yuk Tukoni tidak langsung menolak. Mereka justru turun tangan memberi pendampingan yang diperlukan. Dari saran kemasan, perbaikan branding, hingga cara mengemas produk beku dengan benar, semua dilakukan agar UMKM bisa berkembang lebih jauh. Pendekatan ini berhasil membuat produk mereka menjadi lebih layak jual selain itu. cara tersebut bisa menjadi bekal bagi para pelaku usaha kecil untuk meningkatkan kualitas usahanya di masa depan.

4. Eri tetap berani melangkah melangkah ketika tantangan mulai menghadangnya

potret produk mie ayam Bu Tumini (instagram.com/yuktukoni)

Pada awal menjalankan gerakan Yuk Tukoni, Eri sempat berhadapan dengan tantangan yang tak mudah. Ketika idenya tercetus, banyak pelaku UMKM yang mulanya ragu untuk mencoba hal baru di masa pandemi tersebut. Keraguan itu muncul dari rasa takut gagal dan ketidaksiapan menghadapi perubahan ke depannya. Meskipun begitu, hati dan langkah kaki Eri tak goyah sedikit pun.

Ia memahami bahwa keraguan mencoba hal baru adalah sesuatu yang wajar dan justru karena itu Eri ingin mendampingi mereka lebih dekat. Perlahan tetapi pasti, satu per satu UMKM mulai mantap bergabung ke Yuk Tukoni setelah melihat manfaatnya bagi banyak orang. Bukti keberhasilan gerakan sosial ini terlihat jelas pada produk mie ayam Tumini.

Setelah dibantu menyesuaikan kemasan dan standar produksi, penjualan mereka begitu melejit hingga mencapai 200 porsi frozen per hari selama masa pandemi. Angka sebesar itu menjadi suntikan harapan baru bagi para pelaku UMKM yang tengah berjuang. Selain itu, ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan memang berat tetapi mampu membuka jalan baru bagi para pelaku usaha kecil.

5. Kepedulian kecil yang memberikan dampak besar bagi banyak orang

potret Eri Kuncoro dan Revo Suladasha sebagai penggandeng UMKM kuliner dengan gerakan Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

"Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing". Pepatah itu seolah melekat di hati dan menjadi pedoman bagi Eri dan rekan-rekannya dalam menjalankan gerakan Yuk Tukoni. Tanpa adanya kerja sama dan semangat gotong royong, ide sederhana yang lahir dari kepedulian terhadap tetangga dan UMKM ini mungkin tak akan pernah bisa berjalan.

Semua itu pun membawa bukti nyata kepada banyak orang. Yuk Tukoni berhasil memperdayakan para pelaku UMKM agar tetap bertahan di masa sulit. Tak hanya itu, gerakan ini juga membantu meningkatkan kualitas produk mereka, memperluas jangkauan pasar, bahkan membuka kesempatan kerja bagi orang lain.

Upaya yang lahir dari kepedulian kecil itu kemudian mendapat pengakuan lebih luas. Yuk Tukoni, bersama Eri dan Revo, meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2020 pada kategori khusus "Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19". Penghargaan itu menjadi bukti bahwa tindakan kecil yang dilakukan bersama bisa memberi dampak besar bagi banyak orang.

Melalui perjalanan Yuk Tukoni, kita bisa mempelajari bahwasanya langkah kecil dari kepedulian mampu menyalakan harapan kembali. Dari warung mie ayam tetangga hingga puluhan UMKM, gotong royong membuat mereka mampu bertahan sampai saat ini. Inovasi dan ketekunan Eri serta rekan-rekannya layak diacungi jempol. Sebab, setiap usaha yang dibantu dan senyum yang terlukis merupakan hasil nyata dari kerja sama. Yuk Tukoni mengingatkan kita, ketika saling menopang, beban terasa ringan dan langkah kecil bisa membawa perubahan besar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team