6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya Literatur

Seni rupa yang diinterpretasi jadi buku antologi kontemporer

Jakarta, IDN Times - Museum MACAN, Gramedia Pustaka Utama, dan Pear Press menyelenggarakan sesi wicara dan penandatanganan publikasi Pressure and Pleasure, yakni sebuah buku antologi kontemporer yang terinspirasi dari pameran Agus Suwage: The Theater of Me, di Gramedia Central Park Jakarta, pada Jumat (10/2/2023).

Pressure dan Pleasure sendiri ditulis oleh enam penulis ternama Indonesia, yang mendapatkan komisi untuk menciptakan sebuah karya literatur yang terinspirasi dari karya Agus Suwage.

"Saya senang karena ini satu pendekatan yang relatif baru, walaupun kayanya ada sekali yang pernah saya liat dari satu musisi yang mengundang seniman instalasi untuk menciptakan lagi dari lagu-lagunya. Dari situ saya pikir bahwa seni rupa merupakan bagian dari kesenian yang lain, dan berhubungan satu sama lain," kata Agus.

Antologi ini mengeksplorasi pengaruh generasi perupa dan pemikir kritis pada masanya terhadap karya dan ide sang perupa. Pressure and Pleasure menggunakan pendekatan kreatif untuk menyelami praktik artistik dari Agus Suwage. Menggandeng penulis fiksi, esai, dan sandiwara, setiap penulis menciptakan interpretasinya masing-masing terhadap karya dan praktik Agus Suwage.

1. Erni Aladjai

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturBuku antologi kontemporer Pressure and Pleasure (Dok. Museum MACAN)

Perjumpaan dengan karya-karya Agus Suwage terbilang sangat personal. Melalui proyek Pressure and Pleasure dengan Museum MACAN, Erni mendapat kesempatan untuk menyelami karya-karya dan menemukan sebuah perspektif yang baru dan mendalam akan kematian melalui karya Siklus #1 (2010).

Karya tersebut mengingatkan pada masa pandemik, ketika mendengar kabar kematian dari kerabat dan berpikir akan tibanya gilirannya suatu hari nanti. Namun, ia menganggap bahwa kematian bukanlah sebuah tragedi, melainkan bagian dari siklus kehidupan.

Berangkat dari ide tersebut, Erni menulis cerita pendek mengenai kecelakaan pesawat jatuh dengan gaya yang ringan. Di mana, semua karakter tengkorak yang ada pada karya tersebut memiliki identitasnya masing-masing dan terhubung satu sama lain di titik kehidupan mereka.

2. Eka Kurniawan

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturPressure and Pleasure Book Talk, di Gramedia Central Park, Jakarta, pada Jumat (10/2/2023). (Dok. Museum MACAN)

Bekerja sama dengan Museum MACAN untuk menulis publikasi pameran Agus Suwage, Eka menganggap bahwa hal itu sangat menyenangkan sekaligus menantang. Di antara banyak karyanya yang telah ia lihat, Ugly Self Portraits (1997) menarik perhatian dan menginspirasi Eka untuk membuat sebuah esai mengenai keburukan sebagai representasi dari ekspresi dan kritik diri.

"Ada part yang ceritain bagaimana mengapresiasi sesuatu yang tidak perfect. Seperti waktu saya ABG, saya punya celana jeans yang saya sobek-sobekin sendiri. Dari tokonya udah bener, tapi jadi seolah-olah dijelek-jelekin, jadi incomplete, tidak seperti yang seharusnya. Entah kenapa sebagian orang merasa lebih appreciate sama hal-hal seperti itu," ujarnya.

Karena itu, esai ini lahir dari cerita-cerita trivia yang Eka kumpulkan dan diharapkan dapat membuka pandangan orang mengenai keburuk-rupaan. Keburukan sendiri tidak selalu tentang eksklusi dari hal-hal yang dianggap ideal oleh masyarakat, namun dapat juga menjadi komoditas dari sudut pandang ekonomi.

3. Laksmi Pamunjtak

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturBuku antologi kontemporer Pressure and Pleasure (Dok. Museum MACAN)

Penulis hebat lainnya adalah Laksmi Pamuntjak. Pressure and Pleasure adalah sebuah proyek yang menggembirakan bagi Laksmi karena ia telah lama menjadi pengagum Agus Suwage dan karya-karyanya. Ia sendiri mengambil inspirasi dari Daughter of Democracy (1996) dan seri Daughter of Democrazy (1996), yang menulis sebuah dialog imajiner antara Agus Suwage dan Carkultera, putrinya, 26 tahun setelah karya tersebut dibuat.

Baginya, salah satu kemewahan dalam menulis fiksi adalah kejutan-kejutan yang hadir dalam prosesnya terdapat perenungan tentang identitas sebagai sesuatu yang diwariskan, tentang kematian dan kelahiran kembali, tentang harapan dan penebusan. Terdapat pula perenungan tentang penciptaan, terutama dalam menggambar wajah orang lain sebagai bentuk eksplorasi diri, maupun sebagai komentar sosial.

dm-player

Baca Juga: 5 Tips Memilih Buku Tebal atau Buku Tipis, Bukan Buat Book Shaming!

4. Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturPressure and Pleasure Book Talk, di Gramedia Central Park, Jakarta, pada Jumat (10/2/2023). (Dok. Museum MACAN)

Sebagai seseorang yang terstimulasi dengan visual dalam proses menulis, mengambil bagian dalam Pressure and Pleasure merupakan sebuah kesempatan yang menyenangkan bagi Ziggy. Ia sendiri terinspirasi melalui sejumah karya Agus Suwage ketika menulis cerita pendek untuk proyek ini.

Karya Tembok Toleransi (2012) dan Social Mirrors #3 (2013) secara khusus menarik perhatiannya, karena isu konservatisme yang jarang dibarengi dengan empati dan kepedulian akan sesama adalah tema yang selalu saya upayakan, dan kedua karya ini memiliki sentimen yang mirip.

"Itu adalah sesuatu yang sangat aku suka eksplorasi. Ini adalah kesempatan yang menyenangkan untuk mengeksplorasi itu dan aku diberi kesempatan mengeksplorasi medium baru buatku," ujar Ziggy.

Ia menambahkan, pada karya Tembok Toleransi dijelaskan bahwa instalasi ini terdengar suara azan. Pada daftar karya yang sebelumnya diberikan, terlihat ada foto sang perupa sedang menempelkan telinganya dan perupa mengatakan bahwa terdengar suara azan. Untuk Social Mirrors, terdapat seorang sedang takbir di depan terompet dan disebutkan dalam terompet itu ada suara azan.

"Aku pikir figur orang yang sedang takbir itu, keliatan antara dia sedang takbir atau sedang menutup telinga. Jadi karena itu aku pikir kita ada banyak sekali masalah-masalah diredam atau disunyikan atas dasar pembelaan tanda kutip agama," tambahnya.

5. Mahfud Ikhwan

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturBuku antologi kontemporer Pressure and Pleasure (Dok. Museum MACAN)

Museum MACAN juga meminta salah satu penulis hebat, Mahfud Ikhwan untuk mengambil bagian dalam publikasi Pressure and Pleasure. Dikatakan Mahfud senang dan semakin gembira ketika ia melihat Pressure and Pleasure (1999), sebuah karya dengan tenda militer dan poster film dewasa Indonesia dari era 90-an.

Hal tersebut digambarkan seperti lemari tua yang penuh sesak dan tiba-tiba tumpah memenuhi isi kepala dengan ingatan, pengalaman, dan obsesi. Semua ingatan dan pengalaman itu yang kemudian menuntunnya untuk menulis Setelah Hilangnya Pelukis Iman Amanullah.

6. Goenawan Mohamad

6 Penulis Hebat Terjemahkan Karya Agus Suwage Menjadi Karya LiteraturBuku antologi kontemporer Pressure and Pleasure (Dok. Museum MACAN)

Sebagai penggemar Agus Suwage, Goenawan menganggap bahwa menulis buku ini merupakan sebuah eksplorasi baru. Menulis fiksi yang merespons pada sebuah karya perupa adalah suatu tantangan yang sangat menyenangkan.

Goenawan mengatakan bahwa ini merupakan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Sebagai seorang sastrawan, ia turut senang dapat berpartisipasi dalam buku antologi kontemporer ini.

Bisa dibayangkan betapa hebatnya karya Agus Suwage yang diterjemahkan oleh enam penulis ternama Indonesia, hingga pastinya dapat menarik gambaran dan simpati para pembacanya. Tunggu apalagi? Buruan beli bukunya, ya!

Baca Juga: 7 Pandangan Miring pada Penulis, Siapkan Mentalmu buat Menghadapinya

Topik:

  • Muhammad Tarmizi Murdianto

Berita Terkini Lainnya