Ilustrasi meninggal (unsplash.com/Rhodi Lopez)
Masyarakat Jawa juga percaya dengan adanya dina geblag atau hari kematian. Jadi ketika anggota keluarga yang meninggal, maka hari tersebut (dalam penanggalan Jawa) bisa membawa sial. Itulah kenapa jika mereka akan mengadakan acara, baik itu pernikahan anak, bepergian jauh, atau lainnya, akan menghindari hari di mana anggota keluarga tersebut meninggal.
Jadi jika coba disederhanakan, dina geblag adalah hari meninggalnya seseorang berdasarkan perhitungan kalender Jawa. Ada lima pasaran yang dihitung dalam hal ini, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Pada hari yang bertepatan pada dina geblag, masyarakat Jawa biasanya akan menyajikan beberapa sesajen.
Dikutip dari buku SEMAR: Ajaran Hidup, Tuntunan Luhur, Piwulang Agung karya Teguh Pranoto (2007), sesajen ini biasanya terdiri dalam beberapa rupa. Berikut ini di antaranya:
- Wedhang atau unjukan dimaksudkan untuk 'tamba kanggo segeran' atau obat untuk penyegar.
- Endhog pitik sebagai simbol ungkapan 'wong urip ojo nganti kecele' artinya orang hidup jangan sampai tertipu.
- Wajik sebagai simbol 'wani tumindak becik' atau berbuat kebaikan.
- Gedhang Raja bermakna 'dadi mukti lan mulya' atau menjadi bahagia dan mulia.
- Jajan pasar yang menjadi simbol ungkapan 'urip yen adedasar tatanane Gusti temtu ora bakal nyasar'. Artinya, hidup bila mengikuti aturan Tuhan tentu tidak akan salah jalan.
Itulah tadi arti meninggal hari Selasa. Tentu mitos ini hanya sekadar menambah wawasan dan bisa dipercaya atau tidak. Jadi, semua kembali ke pribadi masing-masing, ya.