5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis "Sapiens"

Waspada dengan dunia yang teknologinya malah mengintai kita

Di tengah pandemi COVID-19, Yuval Noah Harari menyalakan alarm. Wajah dunia bisa berubah karena kebijakan pemerintah dan pembiaran warganya. Gejala perubahan itu kian kentara saat kita berada dalam situasi sulit. Sebab dalam kondisi itu, kebijakan apapun bisa lahir atas nama kedaruratan dan kegentingan.

Penulis buku "Sapiens" dan "Homo Deus" itu mengingatkan kita akan adanya konsekuensi dari setiap langkah yang ditempuh saat menanggulangi pandemi COVID-19. Yuval mengingatkan kita untuk tidak terbuai membiarkan pemerintah menentukan kebijakan keliru atas nama kedaruratan dan kegentingan.

Wajah dunia seperti apa saja yang mungkin muncul di tengah COVID-19 versi sejarawan Israel itu? Berikut ini ulasannya.

1. Dunia dengan teknologi yang mengintai aspek kehidupan masyarakat

5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis SapiensUnsplash/Matthew Henry

Untuk memantau penyebaran virus, pemerintah Tiongkok mengintai ponsel pintar warganya. Selain mampu melacak jejak, cara itu juga bisa mendeteksi suhu tubuh dengan memanfaatkan kamera ponsel. Belakangan, pemerintah Israel juga ikut melacak penderita COVID-19 lewat teknologi antiteror yang biasa digunakan mencari keberadaan teroris.

Siapa sangka kalau nanti akan ditemukan gelang biometrik yang bisa mendeteksi suhu tubuh dan kondisi kesehatan warga. Tentu itu kabar gembira sebab penyebaran wabah penyakit bisa dideteksi. Namun cara itu sekaligus juga merupakan bentuk "totalitarian surveillance" yang mencuri data pribadi atas nama kesehatan.

2. Dunia dengan pemerintah yang memberdayakan warganya lewat pemerolehan informasi yang benar

5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis SapiensUnsplash/Filip Mishevski

Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura adalah contoh sukses negara yang mampu mengajak publik bekerja sama memerangi COVID-19. Itu terjadi karena pemerintah dan media menyampaikan informasi yang benar sehingga warganya percaya dan secara sukarela membantu perlawanan menghadapi virus korona baru.

Dulu, dokter dan perawat berpindah dari satu meja operasi ke meja berikutnya tanpa perlu cuci tangan. Namun, lewat serangkaian informasi tentang betapa pentingnya cuci tangan, kini setiap orang mau cuci tangan. Fakta ini menunjukkan, warga bisa berubah lewat pendidikan publik dan upaya mencerdaskan warganya.

3. Dunia yang menyelamatkan warga negaranya masing-masing tanpa menghiraukan warga negara lain

5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis SapiensUnsplash/Carlos "Grury" Santos
dm-player

Di tengah penyebaran COVID-19, muncul kabar tak sedap dari Negeri Abang Sam (AS). Presiden AS menawarkan bantuan dana pembuatan vaksin senilai 1 miliar dolar ke perusahaan farmasi asal Jerman dengan syarat vaksin tersebut hanya dijual ke AS. Sontak, Kanselir Jerman menolak tawaran itu.

Jerman sadar, vaksin COVID-19 harus ditemukan dan digunakan untuk keselamatan umat manusia, bukan warga negara tertentu saja. Nasionalisme buta hanya akan menghadirkan kehancuran dan krisis kemanusiaan yang semakin dalam. Dan dunia terancam oleh praktik "nationalist isolation" semacam itu.

Baca Juga: Gejala Virus Corona Tanda-tanda Terjangkit Corona dan Cara Pencegahan

4. Dunia yang memegang teguh solidaritas global membantu sesama

5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis SapiensUnsplash/Tim Marshall

Amerika Serikat pernah menjadi pemimpin global yang menyerukan solidaritas saat krisis ekonomi 2008 dan epidemi Ebola 2014. Cara semacam itu seharusnya terjadi pada masa sekarang saat COVID-19 mengancam jiwa warga dunia.

Ilmuwan dunia harus mau berbagi informasi seputar virus korona baru dan menaruh rasa percaya satu sama lain. Sebab kelebihan manusia dibanding virus adalah kita mampu bertukar informasi.

5. Dunia dengan interaksi sosial jarak jauh

5 Wajah Dunia di Tengah COVID-19 versi Yuval Harari, Penulis SapiensUnsplash/Thought Catalog

COVID-19 sudah memaksa kita bekerja dan belajar dari rumah. Bahkan virus itu mampu membatasi interaksi sosial kita. Pada situasi normal, tentu hal ini tidak akan terjadi kendatipun teknologi internet berkembang pesat.

Siapa sangka di kemudian hari, kita merasa nyaman dengan kondisi ini? Sekolah dan universitas dijalankan secara daring dan interaksi sosial secara nyata benar-benar berkurang.

Mau seperti apa wajah dunia? Kitalah yang menentukan.

Baca Juga: Gejala Virus Corona Tanda-tanda Terjangkit Corona dan Cara Pencegahan

Asep Wijaya Photo Verified Writer Asep Wijaya

Penikmat buku, film, perjalanan, dan olahraga yang sedang bermukim di Fujisawa, Kanagawa, Jepang

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya