Jakarta, IDN Times - Di tengah arus informasi yang kian deras, membaca sering kali kalah cepat dari scroll layar. Padahal, kemampuan literasi bukan sekadar soal bisa membaca huruf, tetapi memahami makna, membangun empati, dan membuka cakrawala berpikir. Di banyak tempat, kegiatan membaca masih dianggap hal mewah, baik karena keterbatasan akses buku maupun karena belum tumbuhnya budaya yang mendukungnya. Namun, di balik tantangan itu, selalu ada orang-orang yang memilih menyalakan cahaya kecil agar semangat membaca tak padam.
Salah satunya adalah Kustin Ayuwuragil Desmuflihah, sosok di balik komunitas Kumpulbaca. Siang itu, tepatnya pada Minggu (26/10/2025) di Perpustakaan Cikini Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, ia tengah mempersiapkan workshop literasi bersama rekan-rekannya. Di sela persiapan acara itu, Ayuwuragil atau akrab disapa Ayu, bercerita secara langsung kepada IDN Times tentang kisahnya membangun Kumpulbaca dan pentingnya menciptakan ruang baca yang inklusif. Ruang yang tak menghakimi latar, cara berpikir, atau preferensi bacaan siapa pun. Baginya, literasi bukan sekadar kegiatan membaca, melainkan gerakan sosial yang bisa menyatukan banyak pengalaman manusia.
Melalui Kumpulbaca, Ayuwuragil dan timnya mencoba menghadirkan kembali kegembiraan membaca dalam bentuk yang hangat dan mudah diakses. Dari ruang-ruang kecil inilah, perlahan tumbuh kesadaran bahwa membaca bukan sekadar aktivitas personal, melainkan jembatan untuk memahami satu sama lain. Mari ikuti lebih dalam cerita Ayuwuragil dan bagaimana ia tumbuh melalui berbagai bacaan serta buku!
