Air yang mengalir menjadi keajaiban di desa Ban, Karangasem (instagram.com/rezariyadiid)
Pada awalnya, Reza berusaha mencari dukungan dari berbagai pihak. Padahal, Desa Ban sejatinya berada di wilayah Karangasem. Ia bahkan sempat mencoba jalur politik demi memperoleh bantuan, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil. Tak disangka, justru dukungan datang dari masyarakat Klungkung dan teman-teman Reza dari luar daerah, termasuk dari Jakarta hingga Medan, Sumatera Utara.
Di tengah perjalanan itu, keraguan sempat menyelimuti hatinya. Ia bertanya-tanya, apakah langkah yang ditempuhnya benar-benar dibutuhkan atau justru akan menimbulkan masalah baru. Ia juga takut tertipu oleh warga setempat, wajar saja karena saat itu dirinya masih naif dan minim pengalaman. Namun, ada suara lembut di hatinya yang terus mendorong, “Ayo, lanjutkan saja.”
Reza masih ingat betul saat penggalangan dana di kitabisa.com berhenti di angka Rp2,8 juta. Padahal, hari itu adalah batas terakhir penggalangan dana dan ia benar-benar bingung, “Memang dari dana segini bisa bikin apa?” Meski begitu, ia tetap yakin bahwa apa pun yang dikerjakan dengan tulus dari hati akan mengena ke hati lainnya.
Benar saja, malam itu sebuah pesan masuk ke akun Instagram-nya. “Mas, kamu yang buat kampanye di kitabisa.com itu ya? Ceritain dong.” Setelah mendengar kisah Reza, pengirim pesan yang berasal dari Medan berkata, “Wah, kasihan juga ya, Mas. Kami mau bantu.” Awalnya mereka berencana berdonasi Rp6 juta, tetapi jumlah yang dikirim justru hampir Rp30 juta. Reza kemudian terdiam antara terharu dan tak percaya.
Kabar itu segera ia teruskan ke Yayasan Ria Asteria. “Kita dapat dana segini. Menurutmu, cukup nggak kalau bikin satu bak penampungan air di desa?” tanyanya. Pendiri yayasan itu menjawab, “Kayaknya cukup. Coba hubungi kelian adatnya.”
Reza pun segera memberi kabar kepada kelian adat setempat. “Pak, saya ada dana segini. Saya belum bisa datang langsung, tapi mohon bantu wujudkan, ya.” Warga pun bergotong royong membeli pipa, pompa, dan bahan bangunan di sekitar desa agar pengerjaan lebih mudah dilakukan.
Yang terjadi selanjutnya benar-benar seperti keajaiban. Saat peresmian, panitia bahkan sempat salah tulis di banner. Harusnya “Cubang” (sumur untuk menampung air hujan), tapi tercetak “Cupang”. Akhirnya mereka menempel kertas putih di atasnya untuk menutupi kesalahan itu. Lucu, tapi justru membuat momen itu terasa hangat dan penuh kenangan.
Sebelumnya, warga sempat berupaya membuat sumur serapan, tetapi hasilnya belum mencukupi. Reza terus mencari solusi hingga kehilangan selera makan karena memikirkannya. Tiba-tiba, datang bantuan dana sebesar Rp3 juta dari sebuah yayasan yang bahkan tidak bisa ia temukan namanya di Google. Meski begitu, uang itu nyata adanya. Seolah menjadi mukjizat kecil dari Tuhan.
Ia ikut menyaksikan sendiri ketika air pertama kali mengalir dari pipa itu. Rasanya luar biasa. Segar dan menenangkan bak napas baru bagi Desa Ban. Di hari peresmiannya, hujan turun perlahan. Konon, jika hujan turun ketika melakukan kebaikan, itu pertanda alam sedang memberi restu. Salah satu temannya yang beragama Hindu berkata,
“Wih, Ida Sang Hyang Widhi Wasa merestui jalan kita. Buktinya, beliau kasih hujan segar. Hujan yang bikin jalan kita tuh dari Denpasar panas ya. Sampai di situ tuh kayak hujannya ngebuat kita tuh teduh," ucapnya.