Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita sedih menangis
ilustrasi wanita sedih menangis (pexels.com/Liza Summer)

Intinya sih...

  • Kamu gak lagi peka, karena dulu kepekaanmu disalahgunakan

  • Kamu tampak acuh, tapi sebenarnya cuma takut kecewa lagi

  • Kamu memilih logika karena perasaanmu pernah berantakan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kadang orang menilai kamu dingin, cuek, bahkan kejam. Mereka gak tahu kalau dulu kamu pernah begitu hangat, mudah peduli, dan tulus memberi perhatian tanpa pamrih. Kamu bukan berubah karena ingin terlihat kuat, tapi karena pernah terluka sedalam itu hingga gak lagi tahu bagaimana cara merasakan dengan aman.

Di balik sikap datarmu sekarang, ada hati yang dulu terbiasa memberi terlalu banyak tanpa dijaga. Kamu menahan diri bukan karena gak punya rasa, tapi karena lelah terus disakiti oleh ketulusan sendiri. Perlahan, kamu belajar bahwa kadang satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan gak merasakan apa-apa dulu. Berikut lima bukti kamu gak kejam, kamu hanya sedang mencoba bertahan setelah disakiti.

1. Kamu gak lagi peka, karena dulu kepekaanmu disalahgunakan

ilustrasi wanita menggunakan headphone (pexels.com/Julio Lopez)

Kamu dulu punya hati yang lembut dan mudah memahami orang lain. Kamu cepat sadar saat seseorang berubah suasana hati dan berusaha membuatnya nyaman. Tapi sering kali, perhatianmu justru disalahartikan dan dimanfaatkan. 

Kamu terus memberi tanpa sadar bahwa orang lain tidak benar-benar menghargai usahamu. Sekarang kamu memilih menutup sedikit perasaan itu agar gak terluka lagi. Kamu bukan kehilangan empati, kamu hanya belajar menjaga agar gak terus-menerus jadi korban dari kebaikan sendiri.

2. Kamu tampak acuh, tapi sebenarnya cuma takut kecewa lagi

ilustrasi wanita memegang cangkir (pexels.com/Liza Summer)

Dulu kamu mudah antusias terhadap hubungan baru dan percaya bahwa setiap orang pasti tulus. Namun setelah dikhianati atau dikecewakan, kamu menurunkan ekspektasi. Kamu pura-pura gak peduli supaya gak terlalu berharap. 

Di dalam hati, kamu masih ingin percaya, tapi rasa takut lebih besar dari keinginan itu. Sebenarnya kamu bukan acuh, kamu hanya trauma menghadapi kemungkinan dikhianati lagi. Kamu ingin percaya, tapi belum yakin ada yang pantas untuk dipercaya sepenuhnya.

3. Kamu memilih logika karena perasaanmu pernah berantakan

ilustrasi wanita berkacamata (pexels.com/CT PHAT)

Ketika dulu kamu mengikuti perasaan, segalanya terasa indah di awal tapi berakhir menyakitkan. Kamu belajar bahwa hati bisa menipu, dan logika adalah tempat berlindung yang lebih aman. Sekarang kamu menimbang setiap langkah dengan hati-hati dan jarang membiarkan emosi mengambil alih. 

Orang melihatmu dingin, tapi sebenarnya kamu hanya sedang berusaha rasional. Kamu gak ingin kehilangan kendali seperti dulu. Dalam diam, kamu masih belajar menemukan keseimbangan antara merasa dan berpikir.

4. Kamu menolak orang baik karena trauma belum sembuh

ilustrasi pasangan sedang berjauhan (pexels.com/Alex Green)

Ada saatnya seseorang datang membawa ketulusan, tapi kamu justru menjauh. Kamu takut semua kebaikan itu hanya sementara, seperti yang pernah kamu alami. Luka lama membuatmu sulit menerima kasih baru meski kamu tahu dia mungkin berbeda. 

Kamu sering menolak sebelum disakiti agar gak mengulang rasa sakit yang sama. Padahal jauh di dalam hati, kamu masih ingin dicintai dan dipercaya. Hanya saja kamu belum siap membuka luka lama yang belum benar-benar kering.

5. Kamu terlihat kejam, tapi itu cara terakhirmu untuk bertahan

ilustrasi wanita bermantel bulu putih (pexels.com/Yaroslav Shuraev)

Kamu membangun tembok tinggi agar gak ada yang bisa melukai lagi. Dari luar, kamu terlihat keras dan gak berperasaan. Tapi semua itu lahir dari keinginan untuk melindungi diri sendiri. 

Setelah terlalu sering disakiti, kamu memilih jadi tegas bahkan jika harus terlihat dingin. Kamu gak sedang menghukum siapa pun, kamu hanya melindungi bagian rapuh dalam dirimu. Kejam bukan kata yang tepat, karena sebenarnya kamu hanya sedang berusaha bertahan dalam dunia yang terlalu sering membuatmu kecewa.

Mati rasa bukan tanda bahwa kamu berhenti menjadi manusia. Itu hanya cara tubuh dan hati menenangkan diri dari luka yang belum selesai. Inilah bukti kamu gak kejam. Gak apa-apa jika sekarang kamu belum bisa merasa seluas dulu. Semua orang punya waktu masing-masing untuk pulih dan belajar percaya lagi. Suatu hari nanti, kamu akan merasa lagi, dan kali ini kamu akan mencintai tanpa kehilangan dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team