Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan berbicara di konferensi
ilustrasi perempuan berbicara di konferensi (pexels.com/Safi Erneste)

Intinya sih...

  • Membiasakan diri mengajukan pertanyaan

  • Mengajarkan kita melihat dua sisi berbeda

  • Melatih kemampuan menyusun argumen

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah kamu merasa kesulitan membedakan mana opini, mana fakta, atau bahkan mana argumen yang sebenarnya logis? Nah, di situlah dialektika hadir sebagai alat bantu untuk melatih pikiran kita. Dialektika bukan sekadar istilah berat dalam filsafat, tapi juga cara berdiskusi yang bisa bikin kita terbiasa menguji kebenaran dengan lebih dalam. Kalau biasanya kita cenderung langsung percaya dengan sesuatu yang sering kita dengar, lewat dialektika, kita diajak buat menantang pikiran sendiri maupun orang lain dengan cara yang sehat.

Meski awalnya terdengar ribet, ternyata metode ini bisa diaplikasikan di kehidupan sehari-hari, lho. Dari sekadar ngobrol santai sama teman, sampai diskusi serius di kelas atau kerja, dialektika mengajarkan kita buat gak mudah puas dengan jawaban pertama. Justru, kita diajak buat menggali lebih banyak sudut pandang sampai akhirnya menemukan kesimpulan yang lebih matang. Yuk, simak bagaimana cara dialektika bikin kamu lebih kritis dalam berpikir!

1. Membiasakan diri mengajukan pertanyaan

ilustrasi pria mengajukan pertanyaan di konferensi (pexels.com/Domingos Henriques)

Dalam dialektika, pertanyaan adalah pintu utama menuju pemikiran kritis. Alih-alih menerima sebuah pernyataan begitu saja, kita dilatih buat selalu bertanya "kenapa?", "bagaimana?", atau "apakah benar begitu?". Misalnya, ketika ada berita viral di media sosial, orang yang terbiasa berpikir dialektis gak langsung ikut menyebarkan. Mereka akan menimbang dulu: sumbernya valid atau tidak, datanya akurat atau tidak, atau sekadar opini belaka? Dengan begitu, kita jadi terbiasa menguji informasi sebelum menerimanya mentah-mentah.

Kebiasaan bertanya ini gak cuma berlaku untuk orang lain, tapi juga ke diri sendiri. Saat punya opini atau keyakinan tertentu, kita bisa menantang diri dengan pertanyaan baru: "Kalau dilihat dari sisi berbeda, masih relevan gak?" atau "Ada bukti lain yang bisa memperkuat argumen ini?" Dari sinilah, berpikir kritis lahir karena kita terus menguji kebenaran, bukan sekadar puas dengan jawaban permukaan.

2. Mengajarkan kita melihat dua sisi berbeda

ilustrasi konferensi (pexels.com/Wener Pfennig)

Dialektika bikin kita sadar bahwa setiap masalah hampir selalu punya dua sisi, bahkan lebih. Dalam diskusi, sering ada pihak yang pro dan kontra, dan dialektika mendorong kita buat memahami alasan dari kedua belah pihak. Misalnya, dalam topik pendidikan online, ada yang bilang fleksibel dan efisien, tapi ada juga yang menganggap kurang efektif untuk interaksi. Dengan mendengar dua sisi ini, kita jadi lebih terbuka dan gak gampang menghakimi.

Kemampuan melihat dua sisi membuat pola pikir kita jauh lebih tajam. Kita belajar bahwa kebenaran jarang hitam-putih; sering kali ada nuansa abu-abu yang perlu dipahami. Hal ini juga membantu dalam kehidupan sosial, karena kita lebih toleran sama perbedaan pandangan. Akhirnya, keputusan yang kita ambil jadi lebih seimbang karena udah mempertimbangkan berbagai perspektif.

3. Melatih kemampuan menyusun argumen

ilustrasi perempuan berbicara (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Berpikir kritis gak lepas dari kemampuan menyusun argumen yang jelas dan terstruktur. Dialektika mengajarkan kita buat mengemukakan pendapat berdasarkan alasan logis, bukan sekadar perasaan. Misalnya, kalau kita berpendapat bahwa membaca buku fisik lebih baik daripada e-book, maka kita perlu menyertakan alasan kuat, seperti konsentrasi yang lebih terjaga atau pengalaman membaca yang lebih imersif.

Selain itu, dialektika juga mengajarkan pentingnya bukti. Argumen tanpa data ibarat rumah tanpa fondasi, gampang runtuh saat ditantang. Dengan terbiasa menyusun argumen yang solid, kita jadi lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat di berbagai situasi, entah itu diskusi akademik, rapat kerja, atau sekadar debat santai bareng teman.

4. Membantu kita menghindari bias pribadi

ilustrasi pria di konferensi (pexels.com/Werner Pfennig)

Setiap orang pasti punya bias atau kecenderungan berpikir berdasarkan pengalaman pribadi. Nah, dialektika membantu kita buat menyadari dan mengendalikan bias itu. Caranya adalah dengan terus membuka ruang diskusi, mendengar sudut pandang lain, lalu membandingkannya dengan pemikiran kita sendiri. Dari situ, kita bisa lebih objektif dalam menilai sesuatu.

Contohnya, kalau kita punya pengalaman buruk dengan belanja online, mungkin kita cenderung berpikir bahwa semua toko online gak bisa dipercaya. Tapi lewat pendekatan dialektis, kita bisa menimbang ulang: apakah pengalaman itu berlaku untuk semua toko? Apakah ada faktor lain yang memengaruhi? Dengan begitu, pikiran kita jadi lebih rasional dan gak terjebak dalam generalisasi berlebihan.

5. Membiasakan kita mencari solusi yang lebih matang

ilustrasi memecahkan masalah di konferensi (pexels.com/Werner Pfennig)

Dialektika bukan cuma soal debat atau adu argumen, tapi juga tentang menemukan solusi yang lebih baik dari sekadar pilihan "iya" atau "tidak". Proses dialektis sering kali menghasilkan jawaban yang lebih matang karena sudah melalui perdebatan, klarifikasi, dan penyaringan argumen. Ini bikin kita lebih terlatih dalam mengambil keputusan.

Misalnya, ketika dihadapkan pada dilema pekerjaan: harus pilih gaji besar tapi jauh dari keluarga, atau gaji standar tapi dekat rumah? Dengan pendekatan dialektika, kita bisa menimbang semua faktor, melihat kemungkinan alternatif, bahkan merumuskan solusi ketiga yang sebelumnya gak terpikirkan. Inilah yang bikin kita jadi lebih kritis sekaligus kreatif dalam menghadapi masalah nyata.

Pada akhirnya, dialektika itu bukan sekadar teknik filsafat yang rumit. Ada cara dialektika bikin kamu lebih kritis dalam berpikir, beberapanya adalah dengan terbiasa bertanya, menyusun argumen, hingga melihat berbagai sisi permasalahan, kita bisa jadi pribadi yang gak gampang terkecoh dan lebih siap menghadapi kompleksitas hidup. Jadi, kalau mau berpikir lebih kritis, coba deh mulai biasakan diri dengan pola dialektika dalam keseharianmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team