warga desa Ban mencari air bersih (dok.pribadi/Reza Riyady)
Akses yang terbatas terhadap sumber air bersih menjadi salah satu penyebab utama krisis air di desa Ban. Infrastruktur yang minim, jarak jauh ke sumber air, serta kondisi geografis yang sulit membuat masyarakat di desa ini harus menempuh perjalanan panjang hanya untuk mendapatkan air layak pakai dan konsumsi. Kenyataan tersebut pun diamini Reza. Ia menceritakan perjuangannya untuk mencapai desa Ban yang memakan waktu berjam-jam dari Klungkung (domisili Reza) atau Denpasar dengan kondisi jalan tidak beraspal dan menanjak. Sungguh sebuah kondisi yang sulit diakses kendaraan bermotor.
Dengan sulitnya akses tersebut, terkadang masyarakat yang begitu memerlukan air bersih, terpaksa membeli dengan harga sekitar Rp100.000 per drum.
“Kalau mereka mau gratis, mereka harus menunggu dapat donasi dari PMI atau BPBD yang lama banget karena sangat susah untuk perjalanan menuju ke sana,” ungkap Reza.
Maka, begitu Reza sampai di desa Ban dan melakukan riset, ia memutuskan untuk mendekatkan sumber air pada masyarakat.
“Kita menggunakan pendekatan CAP atau community as partner di mana masyarakat bukan sebagai objek asuhan keperawatan, tapi masyarakatlah yang akan menyelesaikan masalahnya mereka sendiri,” ujarnya ketika menceritakan movement yang akan ia lakukan pada masyarakat desa Ban.
warga desa Ban dan komunitas balitersenyum.id (dok.pribadi/Reza Riyady)
Lewat diskusi, masyarakat pun meminta bantuan untuk dibuatkan bak penampungan air. Sebab meski letak sumber airnya sangat terpencil, namun sebenarnya kualitas airnya layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga mereka bisa mengalirkan air tersebut menuju bak penampungan yang letaknya bisa mereka akses dengan mudah.
Untuk mewujudkan keinginan masyarakat desa Ban tersebut, maka Reza membuat kampanye SAUS di kitabisa.com. Ia melakukan berbagai macam upaya mandiri untuk menggalang dana serta menghubungi teman-temannya satu per satu untuk ikut berdonasi atau setidaknya menyebarkan kampanye tersebut hingga bisa di-notice oleh masyarakat luas termasuk para influencer.
Namun ternyata, jalan yang harus ia lalui untuk pengumpulan dana tidaklah mulus. Sebab hingga beberapa hari sebelum penggalangan dana ditutup, uang yang terkumpul baru Rp2.855.700. Jumlah yang jauh dari target yakni Rp30jt untuk membangun bak penampungan.
Di tengah titik terendah tersebut, tiba-tiba ada lembaga dari Sumatra Utara yang menghubunginya di malam setelah penutupan donasi dan tertarik dengan kampanye yang ia gencarkan.
“Tuhan memberikan jalan-Nya. Apa yang kita kerjakan dari hati akan mengena ke hati lainnya,” kenangnya. “Yang bikin saya syok adalah mereka mau kasih Rp6 juta gitu. Ternyata mereka benar-benar ngasih Rp28jt atau Rp 30jt gitu, saya lupa.”
proyek air bersih Reza Riyadi dan komunitas balitersenyum.id bersama warga desa Ban (dok.pribadi/Reza Riyady)
Setelah dana terkumpul, Reza bersama komunitasnya langsung berkoordinasi dengan kelian (pemipin) adat dan masyarakat desa Ban untuk membangun bak yang diimpikan tersebut. Akhirnya di bulan Januari 2020, bak penampungan yang diimpikan benar-benar bisa di-launching. Reza menambahkan bahwa ternyata yang Rp30jt tersebut masih sisa yang kemudian uang sisanya dibelikan sembako yang bisa dinikmati warga desa bersama-sama sebagai bentuk perayaan dari adanya bak penampungan.
Uniknya, ketika hari peresmian bak penampungan, tiba-tiba turun hujan di desa Ban. Salah satu teman Reza yang beragama Hindu berkata, “Wih, Ida Sang Hyang Widhi Wasa tuh merestui lho jalan kita. Buktinya Beliau kasih kita hujan, yang bukan hujan deras, tapi hujan segar yang membuat kita teduh.”
Lebih lanjut, Reza menjelaskan bahwa dalam filosofi Bali apabila misalkan kita melakukan sebuah kebaikan dan itu hujan berarti alam semesta merestui.
“Itu yang membuat saya cukup terharu.”