Yuk Tukoni, Penyambung Napas UMKM Kuliner Yogyakarta di Masa Pandemik

Hiruk pikuk kota dan betapa sibuknya lalu-lalang manusia terhenti secara tiba-tiba pada 2020 lalu. Pandemik COVID-19 yang melanda dunia memaksa manusia untuk beradaptasi dalam waktu singkat. Suara riuh yang biasa menghiasi jalanan jadi redam, semua rumah menutup pintunya rapat-rapat, tak terkecuali para penggerak perekonomian, yaitu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Di saat itu, ada seorang pemuda yang tersadar bahwa dirinya harus bergerak di situasi genting yang penuh ketidakpastian tersebut. Ia tak bisa tinggal diam setelah melihat satu per satu pengusaha makanan di sekitarnya memutuskan untuk tutup. Ia adalah Eri Kuncoro, seorang pebisnis asal Yogyakarta.
Kegelisahan Eri membuatnya bertanya pada dirinya sendiri, "Kalau kita hanya diam, bagaimana kelanjutan nasib mereka?" Dari situ, ia menggagas sebuah inovasi yang dinamakannya Yuk Tukoni.
1. Berawal dari kegelisahan akibat banyaknya UMKM yang sulit bertahan di tengah pandemik, Eri dan Revo menggagas Yuk Tukoni

Kegelisahan Eri bermula dari cerita kecil yang datang dari orang-orang terdekatnya. Salah satunya adalah Pak Amin, penjual mi ayam langganan di dekat rumahnya di Baciro, Yogyakarta. Ketika akses keluar-masuk perumahan ditutup, Pak Amin kehilangan satu-satunya sumber penghasilan. Ia bahkan sempat berniat pulang kampung karena sudah tak tahu harus melakukan apa.
“Karena orang aja masuk gak bisa, apalagi jualan,” ujarnya saat itu. Di momen itulah Eri menyadari bahwa pandemik tidak hanya membuat omzet menurun, tetapi benar-benar memutus napas banyak pelaku UMKM yang bergantung pada penjualan harian.
Ia mulai memikirkan cara agar dagangan seperti mi ayam Pak Amin tetap bisa sampai ke tangan pembeli tanpa harus bertemu langsung. Ia mulai menganalisis apa solusi yang kira-kira bisa mereka tawarkan, baik ke pelaku usaha maupun kepada konsumen.
Eri bersama temannya, Revo Suladasha, menggagas gerakan bernama Yuk Tukoni yang dalam bahasa Jawa berarti 'ayo dibeli'. Konsep yang ia usung adalah saling membeli dagangan teman dan orang terdekat untuk memutar roda perekonomian yang mandek.
"Waktu itu saya cuma berpikir kalau kita diam saja gimana, ya, nasibnya teman-teman yang tadi curhat ke saya makanannya gak laku. Kemudian bagaimana para keluarga bisa mendapat solusi apa waktu itu karena benar-benar gak ada akses makanan," ungkap Eri dalam Workshop Menulis Online dan Bincang Inspiratif Astra 2025 yang digelar pada Rabu (8/10/25).
2. Dalam 12 hari, Yuk Tukoni hadir dengan semangat untuk saling jadi penglaris dagangan orang-orang terdekat

Yuk Tukoni hadir dengan konsep yang sederhana pada awalnya. Mereka mengusung semangat gotong royong yang telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Tidak dari modal yang besar, tapi semangat saling bantu di tengah keterbatasan.
Setelah melihat kebutuhan UMKM di sekitarnya, Eri dan Revo bergerak cepat. Hanya dalam waktu 12 hari, mereka mengubah gagasan menjadi gerakan nyata.
"Kalau dihitung dari waktu itu cuma 12 hari. Kita siapkan dari 1 April 2020 ide dan gagasannya muncul, lalu 12 April 2020, gerakannya bisa jalan. Pastinya Tukoni lahir bukan sebagai bisnis, tapi sebagai gerakan sosial penyambung napas UMKM tadi," kata Eri.
Saat itu, gagasan besarnya adalah mengubah makanan menjadi produk frozen food agar konsumen bisa memasaknya di rumah. Kenapa demikian? Seperti yang kita tahu, di masa pandemik, aspek paling utama adalah higienitas. Konsumen ingin bisa memasak makanannya untuk memastikan bahwa semua bahan bersih dari kontaminasi virus penyebab COVID-19.
"Sebenarnya kita tugasnya membantu menjual... Gimana caranya makanan itu bisa dibawa ke rumah, dimasak di rumah. Karena, kan, itu problemnya di waktu pandemik. Jadi kalau bisa dimasak di rumah, otomatis lebih higienis, kan. Aman, tidak kena penyakit, karena itu dimasak sendiri," lanjutnya.
Dalam waktu 12 hari itu, Eri dan Revo mengumpulkan produk UMKM yang ingin mereka coba pasarkan ulang. Kemudian, mereka memotret ulang, membuat branding, packaging baru, dan mempublikasikannya melalui Instagram @yuktukoni. Semua dilakukan dengan peralatan sederhana. Bahkan, lemari penyimpanan dan freezer untuk frozen food itu mereka pinjam dari teman. Ini membuktikan bahwa semangat gotong royong yang jadi "kayu bakar" bagi gerakan ini.
Eri dan tim juga mengupayakan agar konsumen tetap dapat membeli dengan mudah. Mereka menggunakan WhatsApp sebagai jalur pemesanan, sekaligus menyediakan pengantaran gratis dalam radius 10 kilometer. Yuk Tukoni akhirnya menemukan celah dengan menghadirkan akses, menghubungkan pelaku usaha dengan pembeli, dan menghidupkan kembali harapan di tengah masa sulit.
3. Yuk Tukoni terbukti bisa meningkatkan omzet penjualan para pelaku UMKM hingga bisa bernapas kembali

Dampak Yuk Tukoni paling terasa ketika para pelaku UMKM yang semula hampir menyerah mulai menemukan kembali harapan. Kisah Pak Amin menjadi salah satu contohnya. Mi ayam yang dulu hanya bisa dijual dari warung kecil akhirnya bisa dinikmati dari rumah dalam bentuk frozen.
Dengan proses repackaging dan panduan memasak sederhana, ia bisa kembali berjualan di tengah pandemik. Bukan hanya itu, Pak Amin juga mendapatkan cara baru untuk bertahan di masa krisis.
“Pak Amin merasa berterima kasih karena dia gak harus pulang (ke kampung halaman), karena dia harus membuat pesanan ini,” kenang Eri, menggambarkan bagaimana gerakan kecil ini memberi ruang napas baru bagi yang hampir terhenti.
Hal serupa terjadi pada banyak pelaku lain, khususnya para pelaku bisnis makanan di Yogyakarta. UMKM yang sebelumnya tidak tahu pentingnya branding atau kemasan higienis mendadak melihat bagaimana perubahan itu membuat produk mereka lebih dikenal dan lebih laku. Bahkan, penjualannya bisa melebihi ekspektasi.
Eri mengungkapkan salah satu contohnya, "Saat itu kita juga menggandeng, ada satu makanan di Jogja namanya Mie Ayam Bu Tumini, itu dulu permintaannya sehari hampir 100-200-an porsi, lho, pada saat pandemik."
Gerakan yang awalnya hanya dimaksudkan sebagai penyambung napas sementara, ternyata membuka pintu bagi banyak usaha untuk bangkit kembali dengan cara yang lebih adaptif. "Dampak yang nyata paling terlihat sebenarnya UMKM itu kembali bernapas," lanjutnya.
4. Hadir dengan proses kurasi yang menguntungkan penjual dan pembeli

Sejak awal, Yuk Tukoni bukan hanya ingin menyambung napas UMKM, tetapi juga memastikan bahwa setiap produk yang dijual benar-benar layak dinikmati masyarakat. Karena itu, selain membantu pelaku UMKM bertahan, Eri membangun standar kualitas yang harus dipenuhi oleh setiap mitra setelah masa percobaannya.
Produk yang masuk tidak langsung dipasarkan. Ada proses kurasi yang dilakukan oleh Yuk Tukoni untuk memastikan makanan yang diterima konsumen benar-benar bersih dan berkualitas. Eri memastikan bahwa proses ini sama-sama menguntungkan kedua belah pihak, baik pedagang maupun konsumen
"Mereka (pedagang) mengirimkan produk, kami akan membeli produknya. Kalau memang dari sisi packaging dan dari sisi brand ternyata masih kurang, kami akan memberi masukan ke mereka, kemudian setelah lolos kurasi, kami akan melakukan pemotretan foto dan menjual. Sesimpel itu, sih, prosesnya," jelas Eri.
Seiring berkembangnya Yuk Tukoni, lonjakan minat dari UMKM pun tak terhindarkan. Untuk menampung permintaan ini, Eri membuka formulir pendaftaran yang dapat diakses melalui Instagram @yuktukoni. Calon mitra akan mendapatkan keuntungan berupa promosi, pemasaran, hingga branding dan packaging.
Sementara itu, dari sisi pembeli pun diuntungkan karena kini mereka bisa mengakes UMKM hidden gem tersebut lebih mudah. Yuk Tukoni sudah hadir di lokapasar seperti Tokopedia, Shopee, dan PaxelMarket agar lebih mudah dijangkau. Bahkan, bagi konsumen di Yogyakarta, Yuk Tukoni menyediakan offline store yang memungkinkan pembeli untuk mendatanginya.
5. Walau 5 tahun telah berlalu, komitmen Yuk Tukoni untuk membantu UMKM kuliner tidak pernah redup

Berkat gagasannya untuk menjadi penyambung napas UMKM di tengah pandemik, Yuk Tukoni menjadi salah satu penerima SATU Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk pada 2020 lalu. Eri Kuncoro dan tim mendapatkan penghargaan ini untuk bidang Kewirausahaan dalam kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19.
"Sebenarnya bukan kami sendiri yang mendaftarkan, tapi alhamdulillah kemudian malah mendapatkan apresiasi besar dari Astra melalui SATU Indonesia Award tahun 2020. Buat saya ini bukan soal penghargaan ya, tapi bentuk pengakuan bahwa Gotong Royong masih relevan dan sangat kuat di masa krisis itu," kata Eri penuh rasa syukur.
Kini, 5 tahun telah berlalu sejak Yuk Tukoni berdiri. Tentunya, sekarang mereka sudah tidak lagi menghadapi situasi pandemik. Namun, Yuk Tukoni tetap bisa membuktikan bahwa eksistensi mereka masih sangat relevan.
Bahkan, Yuk Tukoni sekarang menjadi wadah promosi, terutama bagi para penggerak bisnis kuliner Yogyakarta. Sudah banyak pelaku UMKM kuliner yang menjadi mitranya. Sebut saja Mie Ayam Bu Tumini, Lumpia Samijaya, Lemet Mbah Siyam, hingga Mangut Lele Mbah Marto.
"Yuk Tukoni ini kan berjalan dari awalnya api kecil, sekarang masih api kecil juga, tapi masih menyala. Di 5 tahun ini, masih menyala," pungkas Eri Kuncoro.
Kini, Yuk Tukoni masih berdiri sebagai pengingat bahwa gerakan sederhana yang berawal dari kepedulian bisa menyambung napas banyak orang. Walau sudah tidak berada di masa krisis akibat pandemik, komitmennya untuk menghidupkan UMKM tidak pernah redup.


















