Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Yuk Tukoni: Api Kecil yang Terus Menyala dan Menghangatkan UMKM

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Pandemik COVID-19 yang menghantam di tahun 2020 membuat banyak hal terasa membeku: pasar jadi sepi, dapur yang tak lagi mengepul, dan wajah-wajah kehilangan harapan. Tak hanya secara ekonomi, tapi juga secara batin. Banyak pelaku UMKM yang kehilangan arah, kehilangan pemasukan, dan perlahan kehilangan keyakinan bahwa usahanya masih layak diperjuangkan.

Di tengah suasana sedingin itu, muncul sebuah gerakan kecil yang justru membawa kehangatan: Yuk Tukoni. Yuk Tukoni bukanlah obor besar yang langsung menerangi seluruh kota, melainkan api kecil yang cukup untuk membuat tangan kembali hangat, cukup untuk membuat orang kembali percaya bahwa harapan itu masih ada. Gerakan ini lahir dari obrolan sehari-hari yang didengar dengan empati, dari kegelisahan yang diberi ruang, dan dari keinginan tulus untuk membantu satu sama lain bertahan.

1. Obrolan Kecil yang Menyalakan Api

potret Eri Kuncoro bersama rekan
potret Eri Kuncoro bersama rekan (instagram.com/erikuncoro)

Yang menggerakkan Eri Kuncoro untuk memulai gerakan Yuk Tukoni sebenarnya sangat sederhana: ia mau mendengar. Ia mendengar dengan empati, dengan ruang di hati untuk menampung keresahan orang lain. Waktu itu, yang ia dengar hanyalah curhatan kecil dari para penjual makanan:

“Jualan makananku gak laku,”
“Pelanggan hilang,”
“Aku gak tahu harus gimana.”
"Aku mau pulang kampung aja."

Sekilas, itu hanya kalimat sehari-hari. Namun, bagi Eri, itu adalah jeritan yang berharap didengar. Dari kegelisahan tersebut, Eri bersama rekannya, Revo, memulai sebuah ajakan: Yuk Tukoni yang dalam bahasa Jawa artinya "Ayo beli". Bukan marketplace besar, bukan bisnis raksasa. Hanya sebuah gerakan untuk membeli dagangan teman. Gerakan gotong royong yang diharapkan mampu menyambung napas UMKM yang hampir padam.

Modalnya? Freezer pinjaman, peralatan seadanya, dan semangat untuk menolong. Eri dan Revo mengumpulkan dagangan para pelaku UMKM, memotretnya dengan rapi, membuat packaging yang keren, lalu mempromosikan lewat Instagram dan WhatsApp. Bahkan, demi mendorong penjualan, mereka memberi promo gratis ongkir sampai 10 km. 

Mengingat mendesaknya situasi kala itu, Eri dan Revo berusaha agar ide ini bisa diimplementasikan hanya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pada akhirnya, mereka hanya menghabiskan waktu selama 12 hari mulai dari memikirkan ide sampai eksekusi! Waktu yang singkat untuk sebuah gerakan yang pada akhirnya berdampak besar.

Yuk Tukoni tidak lahir untuk mencari profit. Ia lahir dari kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan api kompor yang nyaris padam. Siapa sangka, gerakan kecil itu justru didaftarkan oleh salah satu media, dan akhirnya mendapat penghargaan dari SATU Indonesia Awards tahun 2020. Namun, bagi Eri, itu bukan soal prestasi, melainkan pengakuan bahwa gotong royong masih relevan dan sangat kuat, di saat dunia sedang ketakutan.

2. Dari Mie Ayam Pak Amin ke Dapur Hotel yang Kembali Hidup

contoh produk yang dijual di Yuk Tukoni
contoh produk yang dijual di Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Inspirasi awalnya lucu sekaligus haru. Pak Amin, penjual mie ayam sekaligus tetangganya di Yogyakarta, hendak pamit pulang kampung karena perumahannya diisolasi. Kebijakan isolasi ini membuat Pak Amin hampir kehilangan mata pencahariannya karena tidak ada orang yang datang untuk membeli mie ayam jualannya. Eri hanya menawarkan satu solusi sederhana: Mie ayamnya dibuat frozen saja, Pak. Biar orang-orang bisa masak sendiri di rumah.

Mie ayam itu lalu dibagikan ke banyak orang sebagai tester. Hasilnya? Meledak. Pemesanan datang dari berbagai penjuru. Puji syukur, Pak Amin tidak jadi pulang kampung karena pelanggannya datang kembali. Bahkan, Pak Amin sempat meminta izin pada Eri agar ia bisa menjual mie ayamnya sendiri langsung kepada pelanggan. Eri mempersilakan dengan senang hati karena baginya yang penting UMKM jalan terus, sama seperti niat awal didirikannya Yuk Tukoni.

Selain pelaku UMKM seperti Pak Amin, dapur hotel pun ikut bernapas kembali berkat Yuk Tukoni. Chef-chef yang tidak bekerja mendapat ruang untuk berkarya. Mereka memasak makanan hotel, mem-packing, dan menjualnya melalui Yuk Tukoni. Dari UMKM kecil sampai dapur besar, semua menyatu dalam satu gerakan: bertahan bersama.

3. Cahaya Kecil yang Terus Menyebar

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Perjalanan Yuk Tukoni ini bukannya tanpa hambatan. Banyak pedagang makanan yang awalnya pesimis karena melihat bagaimana dahsyatnya dampak pandemik COVID-19. Banyak pula UMKM yang merasa berat mengikuti standar higienis Yuk Tukoni.

Namun, Eri tidak goyah. Ia ingin membuktikan bahwa idenya bukan sekadar omong kosong. Menurutnya, kalau masyarakat diminta percaya untuk membeli makanan dari rumah, maka kualitas dan higienitas adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

Pembuktian itu akhirnya datang lewat salah satu kuliner populer Jogja: mie ayam Tumini. Setelah dibantu menyesuaikan kemasan dan standar produksi, penjualan mie ayam Tumini justru meledak. Mie ayam Tumini bisa laku hingga 200 porsi per hari dalam bentuk frozen di masa pandemik!

Pencapaian itu menjadi titik balik. Keraguan berubah menjadi kepercayaan. Banyak UMKM yang tadinya ragu mencoba akhirnya ikut bergabung karena melihat bukti nyata bahwa model ini bukan hanya bertahan, tapi juga bisa membawa mereka bangkit. Gerakan ini kemudian berjalan bukan karena dipaksa, tapi karena semangatnya menular—dari satu UMKM yang berhasil, ke UMKM berikutnya, dan seterusnya.

4. Tidak Usah Mulai dari Ingin Menang, tapi Mulailah dari Ingin Berdampak

poster Workshop Anugerah Pewarta Astra bersama Eri Kuncoro
poster Workshop Anugerah Pewarta Astra bersama Eri Kuncoro (instagram.com/erikuncoro)

Saat menjadi pembicara di workshop bertema "Melihat dengan Mata Hati" pada 8 Oktober 2025 kemarin, Eri memberikan satu pesan yang sangat menyentuh, intinya:

Jangan mulai dari ingin menang, tapi dari ingin berdampak.

Kalimat itu seperti tamparan halus. Kita sering ingin membuat sesuatu yang besar, tapi lupa bahwa yang besar biasanya lahir dari langkah kecil yang tulus. Dari percakapan ringan. Dari niat membantu satu orang.

5. Api Kecil yang Masih Menyala

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Lima tahun berjalan, Yuk Tukoni masih hidup. Memang tidak besar jika dibanding marketplace lain, tapi cukup untuk terus menjadi “api kecil” yang menghangatkan. Salah satu hal yang membuat Yuk Tukoni bertahan adalah karena Eri merasa memiliki tanggung jawab moral yang sederhana: kalau api ini sudah menyala, maka harus dijaga.

Eri masih melakukan kurasi, memberikan saran, dan memastikan setiap produk yang dijual tetap higienis. Karena baginya, gerakan ini bukan tentang angka. Ini tentang komitmen terhadap manusia.

Yuk Tukoni mungkin lahir dari freezer pinjaman dan obrolan sehari-hari yang ringan. Namun, ia tumbuh menjadi api yang menghangatkan banyak orang. Bukan dengan teriakan, bukan dengan strategi rumit, tetapi dengan kesediaan untuk mendengarkan kegelisahan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Cara Mengakui dan Menerima Emosi Negatif

16 Nov 2025, 23:58 WIBLife