Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen Z

Kamu sudah pernah dengar sebelumnya?

Jakarta, IDN Times - Berpikir kritis menjadi keterampilan yang sangat penting bagi individu untuk memproses suatu informasi menjadi sebuah tindakan. Tanpa kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan dapat menjeremuskan diri pada sebuah kesalahan yang keliru. 

Andhyta Firselly Utami, Co-Founder Think Policy dan Bijak Memilih memaparkan bagaimana kemampuan berpikir kritis mendasari terbentuknya kedua paltform gagasannya tersebut. Perjalanan dan kisah perempuan yang dikenal dengan nama Afutami ini diterangkan dalam sharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/24) di kantor IDN Times, IDN Media HQ, Jakarta. 

1. Kemampuan berpikir kritis masyarakat Indonesia tertinggal jauh, biasa menghapal dan ikut-ikutan. Ini jadi latar belakang perjalanan Afutami

Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen ZSharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Kesadaran akan pentingnya critical thinking bermula dari keresahan atas pengalaman Afutami ketika menekuni profesi sebagai seorang peneliti. Riset dan data yang dihasilkan melalui penelitian terkadang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena kemampuan berpikir individu yang kurang memadai. 

"Aku ini sebenarnya datang dari researcher jadi di awal tuh banyak ngeluarin riset macam-macam lah, setiap berapa bulan gitu ya, isunya ekonomi lingkungan, jadi biasanya kebakaran hutan, transisi energi, dan segala macam. Tapi setiap kali kita mengeluarkan riset ini, kayaknya yang menerima tuh nggak siap juga," ujar Afutami, menjelaskan latar belakangnya. 

Sama halnya dengan hasil penelitian, pemaparan informasi dengan berbagai bentuk dapat diterima secara beragam apabila cara berpikirnya kurang komperhensif. Imbasnya pesan yang dikirim tidak tepat sasaran atau kurang efektif. 

Afutami menerangkan, "Kegelisahan utama aku sebenarnya adalah, kayaknya kita terlalu banyak fokus ke konten, bikin konten yang baik, tapi nggak ada yang memperhatikan container-nya, yaitu cara berpikirnya," 

Afutami sebagai ekonom lingkungan juga menambahkan, kemampuan berpikir kritis masyarakat Indonesia telah tertinggal jauh sebab sistem pendidikan di negeri ini membiasakan untuk menghafal, patuh, dan mengikuti suara mayoritas atau orang lain. Tidak dilatih keberanian untuk berpikir secara independen dan merdeka. 

2. Afutami putuskan resign sebagai ekonom lingkungan di World Bank demi membangun Think Policy

Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen ZSharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Setelah lulus dari Master In Public Policy dari Harvard Kennedy School, Afutami bekerja di World Bank. Namun Ia tergerak untuk membangun platform yang berhubungan dengan kebijakan publik karena keresahan pribadi akan kondisi masyarakat di sekiatrnya. Kemudian Ia memutuskan untuk resign dan membangun Think Policy. 

"Jadi kita mau eksperimen nih, di dua hal, kalau di team policy adalah bikin kebijakan publiknya. Jadi kita berurusan sama institusi pemerintah, tapi juga mungkin para stakeholder yang berhubungan sama bidang publik, maupun psikosociety, untuk membangun ekosistem berpikirnya yang lebih baik, lebih empatetik, lebih terbuka," Afutami menceritakan mengenai Think Policy yang bertujuan untuk mengatasi tantangan kebijakan publik. 

Think Policy menjadi organisasi yang berfokus pada isu krisis iklim dan ekonomi hijau, transisi digital, serta inklusi sosial. Program yang diinisiasi bergerak di beberapa sektor seperti akademik, advokasi, komunitas hingga forum yang direalisasikan dalam pelatihan, maupun diskusi publik. 

Keseluruhan rencana kerja dilaksanakan dengan dasar critical thinking dan kemampuan berempati. Misalnya, konten media sosial tentang kebijakan publik, forum politik dan lain sebagainya. 

3. Bijak Memilih menjadi platform yang bicara mengenai politik dengan skala yang lebih luas dan mendalam

Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen ZSharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Memasuki tahun politik, Afutami berinisiatif menciptakan wadah untuk orang-orang berpikir dengan skala yang lebih luas terkait pandangannya terhadap isu politik. Inisiai tersebut melahirkan platform Bijak Memilih dimana setiap individu bisa mendapatkan informasi secara menyeluruh mengenai partai, calon presiden, dan informasi terkait lainnya. 

Meski topik utama yang dibicarakan adalah politik, diakui Afutami, fokus utama mengenai critical thinking tetap di tekankan. Alasannya, Afutami ingin membenahi cara berpikir individu dalam memproses informasi secara keseluruhan dari hal mendasar sebelum mengambil keputusan.

"Jadi sebenernya (politik ini) tentang pertarungan kriteria. Di Bijak Memilih yang kami dorong atau yang berusaha kami perkenalkan adalah kriteria yang ideal menurut pemahaman kami terhadap demokrasi, harusnya seperti apa," kata Afutami dalam pemaparannya kepada IDN Times. 

Inovasi yang  terbaru dari Bijak Memilih adalah fitur partai, yakni disajikannya informasi mendalam terakit latar belakang partai, tokoh yang berkaitan dengan partai tersebut, hingga voting history. Baginya ini penting sebelum di tahun politik atau dalam masa pemilihan umum seperti sat ini. 

"Padahal konteks ini jadi penting untuk memahami kecerdungan partai bukan cuma ideologis, tapi juga ya tadi ya sejarah, nilai-nilai yang terbawa sepanjang partai," fitur ini dinilai penting sebab penjelasan yang diberikan bisa membantu masyarakat memahami lebih mendalam mengenai politik di tahun pemilu.

4. Afutami optimis Bijak Memilih mampu membawa dampak positif bagi masyarakat di masa depan

Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen ZSharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Afutami menyakini akan adanya perubahan di bidang politik sebagai dampak dari informasi yang diberikan melalui platform Bijak Memilih. Nantinya, Bijak Memilih akan melakukan survei untuk mengukur dan memantau impact kuantitas dan kualitas yang dirasakan oleh masyarakat.

Sebab, Afutami optimis dengan adanya Bijak Memilih atau platform positif sejena  bisa memberikan pengaruh yang baik, "Di long term-nya, kita pake riset yang bilang 3,5 persen silent protest yang peaceful selalu mendorong perubahan, bahkan setidaknya 3,5 persen populasi."

Meski angka 3,5 persen terbilang kecil, namun bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah populasi masyarakat Indonesia, dampaknya menyentuh hampir 9 juta masyarakat Indonesia. Jumlah sebesar ini tentu bisa memberi pengaruh positif untuk negara.

"Jadi kita ngerasa 10 tahun ke depan,  kalo 9 juta orang di Indonesia (semua media harus terlibat dalamnya ya) kalau 9 juta orang di Indonesia mengerti sistem politik, mengerti dan marah kalo ada yang salah dan bersuara, dan sampe willing to turun ke jalan, harusnya Indonesia mau oligarki, mau partainya apa, itu tetap mendengarkannya rakyatnya," ujar Afutami dengan yakin. 

5. Pemilihan umum menjadi awal bagi Bijak Memilih membangun informasi terkait politik

Cerita Afutami Membangun Bijak Memilih, Platform Politik untuk Gen ZSharing session IDN Times x bijakmemilih.id dengan tema "Nurturing Critical Thinking in The Election Year" pada Senin (15/1/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Pemilihan umum tahun 2024 menjadi awal untuk Bijak Memilih membangun informasi dan membangun kemampuan berpikir kritis. Harapannya setiap individu memiliki keterampilan untuk memahami dan memproses informasi dengan baik untuk menciptakan keputusan bijak. 

"PR-nya buat media yang mencerdaskan menurut aku, gerakin. Mulai gerak dari impression dan klik, ke action," tutup Afutami. 

Baca Juga: 5 Cara Bijak Jalin Keakraban dengan Mantan, Jangan Hindari!

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya