Penerima PWMP Kementan yang Tetap Jalani Usaha di Tengah Pandemik

Per bulan mampu meraup omzet hingga Rp18 juta

Bogor, IDN Times – Berbagai tantangan hadir dalam masa Covid-19, salah satunya adalah isu ketahanan pangan. Ketahanan pangan sendiri dapat diartikan sebagai ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya.

1. Upaya BPPSDMP Kementan menjaga ketersediaan pangan di tengah pandemik

Penerima PWMP Kementan yang Tetap Jalani Usaha di Tengah PandemikIDN Times/Kementan

Menyikapi hal ini, Kementerian pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) mendorong generasi milenial, baik petani maupun mahasiswa, untuk mencari solusi berkaitan dengan ketersediaan pangan akibat terbatasnya akses masyarakat di masa pandemik ini. 

“Pencegah utama Covid-19 adalah pangan. Dalam hal ketersediaan pangan ini ada peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan oleh petani milenial,” ujar Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi. 

Banyak upaya yang sudah dilakukan, di antaranya mengerahkan mahasiswa untuk melakukan pendampingan kepada kelompok tani agar tetap berproduksi, mendorong para petani milenial untuk melakukan percepatan tanam, dan melakukan pemasaran produk secara online.

2. Program PWMP Kementan berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan

Penerima PWMP Kementan yang Tetap Jalani Usaha di Tengah PandemikIDN Times/Kementan

Selain itu, melalui program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) Kementan, juga berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan. Para penerima PWMP juga membantu meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar dan turut menjaga agar dapur mereka tetap ngebul. Salah satunya adalah Wilaga, alumni FEM IPB tahun 2014 penerima program PWMP tahun 2016 wilayah Bogor.

dm-player

3. Wilaga menjajakan produk biskuit coklat bernama Chocobro

Penerima PWMP Kementan yang Tetap Jalani Usaha di Tengah PandemikIDN Times/Kementan

Produk PWMP Wilaga adalah Chocobro, biskuit cokelat dengan bahan dasar tepung talas yang dikombinasikan dengan gula palem. Wilaga memilih tepung talas dengan alasan diversifikasi pangan, non beras dan non terigu. Tepung talas dipasok dari Kelompok Wanita Tani (KWT) rutin setiap bulannya. Usahanya diinisiasi dari tahun 2012, tetapi baru mulai berjalan tahun 2014-2015. 

4. Usaha Chocobro diakuinya ikut terdampak Covid-19, namun Wilaga mampu menghadapinya

Penerima PWMP Kementan yang Tetap Jalani Usaha di Tengah PandemikUnsplash

Selama menjalankan usaha, sudah banyak tantangan yang dihadapi. Pada akhir tahun 2019 misalnya, usaha ini vakum hingga bulan April untuk melakukan re-branding

“Karena menjual pangan lokal sulit, pasar tidak terlalu merespons baik,” tutur Wilaga. 

Sejak bulan April, usahanya yang awalnya offline dengan konsinyasi ke toko oleh-oleh menjadi 100% online melalui website chocobro.id. Konsumen Wilaga sudah tersebar di seluruh Indonesia, seperti di Mandailing Natal, Bengkulu, Lamandau, Manado, Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Jakarta, Bekasi, Purwakarta, Bandung, Pemalang, Jepara, Bangkalan dan Nusa Tenggara Barat. 

Dalam masa Covid-19, Wilaga mengaku usahanya juga ikut terdampak. Tetapi Wilaga tidak menyerah dan mencari solusi dengan membuat promo diskon dan merekrut reseller. Hingga saat ini, omzet per bulan Chocobro mencapai Rp18 juta.

Topik:

  • Ester Ajeng

Berita Terkini Lainnya