5 Fakta Orang yang Tersakiti Akan Menyakiti Orang Lain, Kenapa Gitu?

Intinya sih...
Luka batin yang tak terselesaikan berdampak pada emosi dan reaksi.
Sistem saraf yang overaktif membuat sulit untuk tenang dan menenangkan diri.
Kurangnya perhatian emosional saat kecil bisa berdampak pada hubungan di masa dewasa.
Pernah gak sih ketemu orang yang marah atau nyakitin orang lain tanpa alasan yang jelas? Bisa jadi mereka sendiri lagi menyimpan luka lama. Banyak orang yang pernah terluka malah jadi pelaku luka untuk orang lain.
Artikel ini akan bahas kenapa pola ini sering terjadi, apa penyebabnya, dan gimana caranya kita bisa berhenti meneruskan lingkaran itu. Yuk simak!
1. Luka batin yang gak pernah selesai bikin efek domino
Trauma masa lalu itu gak akan hilang begitu aja, apalagi kalau gak pernah dihadapi. Orang yang pernah disakiti seringkali gak sadar kalau rasa sakit itu masih nempel dan ikut terbawa dalam hubungan mereka dengan orang lain. Efeknya? Mereka bisa jadi gampang marah, sinis, atau defensif terhadap orang-orang di sekitarnya.
Trauma yang belum terselesaikan bisa bikin emosi jadi gak stabil. Orang yang trauma biasanya jadi gampang tersulut dan susah mengontrol reaksinya. Bukan karena mereka ingin menyakiti, tapi lebih karena ingin melindungi diri sendiri. Sayangnya, perlindungan diri itu kadang menyakiti orang lain.
Bukan cuma mental, otak pun ikut berubah. Bagian otak yang mengatur emosi, kayak amigdala, jadi terlalu aktif. Artinya, mereka bisa merasa terancam meskipun situasinya sebenarnya aman. Jadi wajar kalau reaksi mereka suka berlebihan. Tapi ini bukan salah mereka sepenuhnya, tubuh mereka juga ikut campur.
2. Sistem saraf ikut menentukan cara kita bereaksi
Tubuh kita punya sistem saraf yang ngatur reaksi saat kita merasa terancam: sistem 'fight or flight'. Nah, orang yang pernah trauma biasanya sistem ini jadi overaktif. Artinya, mereka selalu dalam mode waspada. Sedikit-sedikit langsung siap tempur, walaupun gak ada bahaya nyata.
Sebaliknya, bagian tubuh yang bertugas menenangkan, yang disebut sistem parasimpatik, jadi kurang aktif. Hasilnya, mereka susah buat menenangkan diri walaupun masalahnya sudah selesai. Kondisi ini bikin mereka terus merasa gelisah, gampang panik, atau bahkan marah tanpa sebab yang jelas.
Penting banget buat mengerti kalau ini bukan cuma soal 'ngontrol emosi'. Ini sudah sampai level biologis. Bayangin saja hidup tiap hari dengan alarm tubuh yang gak pernah mati. Capek, kan? Gak heran kalau mereka jadi gampang tersinggung atau malah menyakiti orang lain duluan buat bertahan.
3. Diabaikan secara emosional bisa meninggalkan bekas sampai dewasa
Waktu kecil, kalau seseorang gak dapet perhatian atau kasih sayang yang cukup, mereka tumbuh tanpa fondasi emosional yang kuat. Akibatnya, pas dewasa mereka bisa susah percaya sama orang lain, gak yakin sama diri sendiri, dan bingung ngungkapin perasaan.
Karena gak punya 'alat' buat ngatur emosi, mereka jadi gampang reaktif. Kadang malah sengaja jaga jarak dengan cara menyakiti duluan supaya gak disakiti lagi. Pola ini akhirnya malah bikin mereka tambah kesepian, karena orang-orang jadi menjauh.
Untuk bisa berubah, pertama-tama mereka harus sadar kalau semua itu berasal dari masa lalu yang gak pernah selesai. Dari situ baru deh bisa mulai pelan-pelan bangun ulang kepercayaan dan belajar komunikasi yang sehat. Konseling atau support group bisa bantu banget di tahap ini.
4. Pola bawah sadar yang terbentuk dari pengalaman lama
Otak kita menyimpan semua pengalaman, termasuk yang pahit-pahit. Dan tanpa sadar, pola itu jadi bagian dari cara kita berinteraksi. Kalau dari kecil udah terbiasa lihat pertengkaran atau perlakuan kasar, otak kita bakal anggap itu sebagai hal biasa dalam hubungan.
Pas udah dewasa, pola lama itu muncul lagi terutama pas kita lagi stres. Jadi bukan mereka mau jahat, tapi otaknya secara otomatis menjalankan pola yang udah terbiasa. Kalau gak disadari, perilaku itu bakal terus berulang.
Untungnya, sekarang sudah banyak terapi yang bisa bantu, kayak CBT (Cognitive Behavioral Therapy). Terapi ini fokus buat bantu orang mengenali pola lama dan ganti dengan respons yang lebih sehat. Memang butuh waktu dan proses, tapi sangat bisa dilakukan kalau ada niat.
5. Siklus sakit yang harus dihentikan
Kalau luka batin gak disembuhkan, maka rasa sakit itu bisa menular ke orang lain. Orang yang disakiti, menyakiti lagi orang lain. Dan gitu terus. Akhirnya, makin banyak hubungan yang rusak. Yang bisa mutusin rantai ini ya diri kita sendiri.
Menyembuhkan diri itu proses panjang, dan pasti gak selalu mulus. Kadang mundur, kadang maju. Tapi kalau kita serius, semua itu bisa dilalui. Dengan dukungan dari orang terdekat, terapi, atau komunitas yang mendukung, kita bisa belajar mengelola rasa sakit itu tanpa harus melukai yang lain. Yang paling penting adalah berhenti menyalahkan diri sendiri dan mulai fokus pada langkah ke depan. Gak masalah kalau butuh bantuan. Justru itu tanda bahwa kita berani buat berubah.
Setiap orang punya cerita. Kadang, mereka yang paling menyakiti justru adalah mereka yang paling sakit di dalam. Namun itu bukan alasan buat terus menyakiti. Semakin kita mengerti akar masalahnya, baik dari sisi psikologi, emosi, sampai respon tubuh, semakin kita punya peluang buat putus dari siklus ini. Yuk, mulai proses penyembuhan dari sekarang.