ilustrasi pria sedang berpikir (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Kamu gak bisa bilang ke otakmu, “stop mikir sekarang juga,” lalu berharap semua beres. Overthinking gak berhenti karena kamu marah atau frustrasi sama dirimu sendiri. Yang kamu butuh adalah kesadaran bahwa pikiran itu bisa kamu kelola. Latihan mindfulness, journaling, atau sekadar menyadari saat kamu mulai ‘kebablasan mikir’ bisa sangat membantu.
Semakin kamu peka terhadap pola overthinking-mu, semakin mudah kamu keluar dari pusarannya. Latih dirimu untuk membedakan antara ‘masalah nyata’ dan ‘skenario imajinasi’. Terkadang, kamu perlu keluar dari kepala dan kembali ke tubuh. Tarik napas, jalan kaki, minum air, atau ngobrol sama teman. Jangan lawan pikiranmu dengan keras, ajak dia berdamai pelan-pelan. Karena pikiran yang jernih lahir dari hati yang tenang, bukan dari tekanan.
Overthinking bukan tanda kamu pintar atau bijak, tapi sinyal kalau kamu butuh istirahat. Kita semua pernah terjebak di kepala sendiri, mikirin kemungkinan yang belum tentu terjadi. Tapi saat kamu sadar bahwa pikiran bukan satu-satunya kompas, kamu akan mulai kembali ke realitas yang sebenarnya lebih damai. Kamu gak harus tahu semuanya sekarang juga. Kamu gak harus sempurna buat mulai.
Langkah kecil hari ini jauh lebih kuat daripada pikiran besar yang gak pernah diwujudkan. Belajar memberi ruang untuk tenang bukan berarti kamu cuek, justru itu bukti kamu ingin hidup lebih sehat. Hidup itu tentang bergerak, bukan hanya membayangkan. Keberanian itu bukan bebas dari takut, tapi tetap jalan meskipun takut. Jadi, lain kali kamu mulai overthinking, tanya ke diri sendiri, “Ini bantu aku atau justru menghambatku?” Karena kamu pantas untuk merasa ringan, bukan terbebani oleh pikiranmu sendiri.