ilustrasi sampah plastik penyebab laut terkontaminasi mikroplastik (unsplash.com/Anastasia Nelen)
Industri tekstil memiliki potensi yang besar untuk menerapkan ekonomi sirkular. Pemanfaatan circular fashion akan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya alam dengan tujuan meminimalisir kerusakan lingkungan sehingga mampu mengurangi bahan sisa yang tak digunakan kembali dan terbuang.
Potensi circular fashion, sebagaimana tercantum dalam modul Penerapan Ekonomi Sirkular di Indonesia tahun 2022 oleh Kementerian PPN/Bappenas, berfokus pada 9R: Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, dan Recover. Penerapannya bisa melalui pengurangan limbah pada tahap produksi, menggunakan bahan alami, meminimalisir penggunaan listrik serta air, dan berbagai langkah konkret lainnya.
Penerapan ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi karbon, gas rumah kaca, serta konsumsi air bersih. Lebih jauh, dampak positif yang bisa dirasakan adalah berkurangnya pencemaran dan limbah.
Greenpeace dalam publikasinya 'Tackling Hazardous Chemicals, a 'Must Have' for the Challenge of Shifting to a Slow Circular Economy' juga menekankan penerapan slow circular fashion. Memperlambat siklus produk dapat dilakukan dengan perubahan mindset, dengan tidak mendorong konsumsi berlebih, menerapkan praktik inklusif dan berkelanjutan, mengurangi kecepatan produksi dan pengiriman, serta tindakan nyata lainnya.
Memiliki tujuan yang selaras dengan circular fashion, sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan merupakan praktik yang mengutamakan nilai dan dampak baik terhadap lingkungan.
Bila kedua aktivitas tersebut berjalan selaras, limbah dan sampah akan berkurang. Konsumen juga memiliki produk dengan masa pakai yang lebih lama sehingga limbah konsumen menjadi lebih minim.
Siklus ekonomi hijau bukan tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Misalnya, jenama fashion Sejauh Mata Memandang telah mempraktikan langkah circular fashion serta melakukan transparansi terhadap proses produksi busananya.
Melalui rilis Laporan Dampak 2023 oleh Sejauh Mata Memandang, label busana ini telah melakukan penghematan air, energi, dan pengurangan emisi. Menerapkan aktivitas pewarnaan nabati, melakukan proses upcycle product, serta merilis laporan akan tanggung jawab terhadap alam dan lingkungan.
"Melalui Laporan Dampak ini, kami ingin berbagi cerita secara lebih transparan melalui konsistensi kami selama 9 tahun berkarya dan berusaha memberikan dampak yang lebih bertanggung jawab terhadap alam dan manusia,” kata Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Kreatif Sejauh Mata Memandang (SMM) dalam peluncuran koleksi 'Rimba' dan pemaparan Laporan Dampak 2023 pada Kamis (10/8/2023) lalu.
Aktivitas ini dapat diikuti oleh lebih banyak produk fashion, terutama di Indonesia agar bisa memberi dampak alam yang lebih positif. Tak hanya Sejauh Mata Memandang, berbagai merek fashion lokal juga telah menerapkan fesyen berkelanjutan seperti merek Sukkhacitta, KaIND, Pijak Bumi, dan berbagai label lainnya.