Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat Segregasi

Semangat merawat perdamaian lintas iman

“Bagi saya dongeng memiliki nilai-nilai baik yang dapat membuat perilaku atau budi pekerti anak-anak tumbuh lebih luhur. Melalui dongeng, kita bisa mendidik dan mengajari anak-anak tanpa harus menggurui,” tutur Eklin.

Gugusan pulau, laut biru, dan kekayaan alam melimpah menjadikan wajah Maluku bak kepingan surga. Meski tampak damai, realita konflik sosial tidak dapat dihindari di tengah masyarakatnya. Pada 1999 hingga 2022, konflik etnis dan agama menjadi sejarah kelam yang mengakibatkan kematian, penderitaan manusia, perusakan harta benda, hingga pemaksaan atau konversi agama.

Konflik telah lama berlalu, tapi memberikan dampak pada generasi penerus. Kisah kelam tersebut kembali dituturkan oleh orang tua dan orang dewasa kepada para pemuda serta anak-anak.

Hal itu diperparah dengan adanya segregasi wilayah, membuat masyarakat harus tinggal di lingkungan yang homogen. Sehingga, kisah yang sampai pada generasi penerus hanya berdasarkan satu sudut pandang. Kemudian berdampak pada segregasi pemikiran para pemuda dan anak-anak.

Rangkaian peristiwa di atas menggugah hati Eklin Amtor de Fretes untuk menghadirkan kedamaian di tengah masyarakat. Ia ingin menyatukan kembali saudara-saudaranya melalui aksi pendidikan perdamaian. 

1. Perjalanan menembus sekat segregasi akibat konflik di masa lalu

Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat SegregasiEklin Amtor de Fretes bersama relawan di Rumah Dongeng Damai (instagram.com/kak_eklin)

Seorang pemuda asal Maluku yang akrab disapa Eklin mendapatkan akreditasi dari Living Values Education Program (LVEP) pada 2016. Living Values Education Program merupakan program pendidikan nilai untuk anak-anak, dewasa muda, dan orang tua. Berbekal sebagai trainer LVEP, ia bertekad menebar benih perdamaian di tengah masyarakat Maluku.

Pada 2017, Eklin membuat Youth Interfaith Peace Camp (YIPC) dengan mengumpulkan sekitar 30-40 anak muda lintas iman untuk berkemah selama 3 hari. Bukan kemah biasa, mereka belajar tentang pendidikan menghidupkan nilai dan perdamaian.

Perjalanan mewujudkan niat baiknya untuk menembus sekat segregasi tidak mudah. Eklin harus mendanai sendiri untuk melakukan aktivitas perdamaian itu. Ia rela menjadi pedagang bunga dan cokelat, yang hasilnya digunakan untuk pelaksanaan kegiatan.

Eklin juga menyadari bahwa perlu bekerja sama dengan lebih banyak orang untuk menebar benih perdamaian. Kemudian, ia merekrut para pemuda dan mewadahinya dalam Komunitas Jalan Menuju Perdamaian (JMP).

Sebagian perjalanannya merawat perdamaian ke berbagai penjuru daerah Eklin ditemani oleh para pemuda JMP. Mereka tidak hanya mengunjungi daerah terpencil, tapi juga daerah terdampak bencana. Mereka menebar nilai perdamaian, menghibur, dan membantu berupa kebutuhan pokok dan hadiah untuk anak-anak.

2. Niat yang kuat membuat Eklin belajar mendongeng secara autodidak

Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat SegregasiEklin Amtor de Fretes bersama kawan-kawan JMP mendongeng di Desa Hila (instagram.com/kak_eklin)

Eklin mengakui bahwa awalnya tidak terlalu menyukai dan tidak bisa bermain dengan anak-anak. Sebagai orang awam kala itu, ia memilih metode mendongeng untuk menebar pesan damai di tengah masyarakat. Baginya, dongeng dapat membuat budi pekerti anak lebih luhur dan dapat mengajari tanpa menggurui.

Saat itu, ia belum bisa dan tidak percaya diri  untuk mendongeng. Kemudian, ia berpikir bahwa harus ada salah satu ikon yang dapat menemaninya.

"Saya berpikir awam, pendongeng-pendongeng itu identik dengan boneka sebagai ciri khasnya. Modal berani, saya menggunakan metode itu untuk mendongeng," jelas Eklin sembari mengingat.

Niat yang kuat membuatnya belajar mendongeng secara autodidak dengan ditemani sebuah boneka puppet bernama Dodi, akronim dari dongeng damai. Meski telah ditemani Dodi, tapi Eklin belum memahami cara penggunaannya.

Kemampuan yang terbatas tidak membuatnya patah semangat untuk terus belajar. Eklin rela belajar metode ventrilokuisme secara autodidak sekitar 2 minggu. Ventrilokuisme merupakan seni berbicara tanpa menggerakkan bibir, melainkan menggunakan suara perut.

"Dengan metode ventrilokuisme tersebut, tiga cara belajar anak (visual, audio visual, dan kinestetik) dapat digabungkan," tuturnya.

Eklin menganggap bahwa mendongeng bersama Dodi dengan metode ventrilokuisme cukup efektif untuk mempertahankan konsentrasi anak. Meski, mereka memiliki cara belajar yang berbeda. Sehingga, pesan dalam dongeng tersebut dapat tersampaikan dengan baik.

Ia tidak membedakan dongeng untuk anak-anak maupun orang dewasa. Sedangkan dongeng yang disampaikan oleh Eklin, berupa cerita fabel dengan tokoh-tokoh hewan. 

"Ketika dongeng itu disampaikan dengan sederhana, saat anak-anak dapat memahami dongeng tersebut. Maka orang dewasa juga dapat memahaminya."

Ia juga menurunkan kemampuan mendongeng kepada beberapa teman JMP. Kemudian, mereka dapat menyampaikan dongeng dengan ciri khas masing-masing. Ada yang menggunakan wayang hingga bermusik.

dm-player

Baca Juga: Eklin dan Dodi: Pahlawan yang Menggapai Asa lewat Dongeng

3. Sempat dicurigai melakukan kristenisasi di tengah perjalanan

Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat SegregasiEklin Amtor de Fretes bdan Dodi bersama korban gempa bumi di Mamuju (instagram.com/kak_eklin)

Perjalanan Eklin menembus sekat segregasi tidak mudah, ada sejumlah tantangan yang harus ditaklukkan. Pada 1 Januari 2018, ia memberanikan diri menuju ke pedalaman di Pulau Seram untuk mulai mendongeng. Sayangnya, ia tidak disambut hangat dan mendapatkan penolakan dari masyarakat setempat.

Saat itu, Eklin merupakan calon pendeta. Masyarakat menganggap bahwa kedatangan Eklin akan melakukan kristenisasi menggunakan media dongeng dan melalui anak-anak. 

Meski sempat diusir, tidak mematahkan semangat Eklin. Ia melakukan perjalanan ke tempat lain untuk menyampaikan dongeng damai. Beruntungnya, kali ini masyarakat menerima kehadirannya dengan baik. Bahkan, mempersilakan ia mendongeng di tempat yang mereka gunakan untuk melakukan upacara adat dan keagamaan.

Dongeng damai menjadi magnet yang mempertemukan anak-anak dari berbagai agama. Setelah sebelumnya mereka tinggal berjauhan dan berkelompok sesuai dengan agama yang dianut.

"Mereka bersatu, berpelukan, dan tertawa dengan dongeng. Hal itu menjadi kepuasan dan kebahagiaan sendiri bagi saya," ungkap Eklin penuh semangat.

Dongeng damai mampu mempersatukan anak-anak lintas iman, kemudian menjadi batu loncatan bagi Eklin untuk terus maju melanjutkan perjalanannya. Ia kembali ke Ambon dan mulai mengunggah kegiatan tersebut melalui media sosial. Beruntung, ia mendapatkan respon baik.

Bahkan, sejumlah aparat membantu menghadirkan anak-anak di tempat peribadatan untuk menikmati dongeng dari Eklin. Kegiatan ini sempat berlangsung selama beberapa tahun.

Eklin memperluas tempat untuk menebar benih perdamaian, tidak berhenti di tempat peribadatan dengan anak-anak lintas iman. Ia juga mengunjungi sejumlah rumah sakit untuk menghibur anak-anak. Ia juga tidak segan mengunjungi sekolah-sekolah, kampus, hingga daerah bencana untuk melakukan psikososial.

Saat ia telah dinobatkan sebagai pendeta dan melayani di salah satu daerah tertinggal di Pulau Damer. Keterbatasan yang ada tidak membuatnya berhenti melakukan aksi perdamaian. Tidak terbatas untuk anak-anak, ia menggunakan metode mendongeng saat berkhutbah di mimbar.

4. Usahanya mendapat apresiasi di tengah pandemi

Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat SegregasiEklin Amtor de Fretes dan Dodi dengan karyanya, Mari Belakar Mendongeng Kisah-kisah Damai (instagram.com/kak_eklin)

Aksi Eklin menebar bibit perdamaian mendapat perhatian dari berbagai pihak, sampai suatu hari ada seseorang yang menghubunginya. Orang tersebut menawari Eklin untuk mengikuti Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards. SATU Indonesia Awards merupakan program pemberian apresiasi untuk generasi muda Indonesia yang berprestasi dan berkontribusi positif bagi masyarakat serta lingkungan sekitarnya.

Di tengah pandemi, Eklin mulai mengisi formulir dan memenuhi setiap persyaratan yang ada. Ia melalui setiap tahapan penjurian dan sempat diuji secara daring. Prosesnya membuahkan hasil yang membanggakan, Eklin Amtor de Fretes menjadi salah satu peraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2020 untuk kategori pendidikan.

Apresiasi tersebut semakin melecutkan semangat Eklin untuk perawat perdamaian. Karyanya, sebuah buku bertajuk "Mari Belajar Mendongeng Kisah-kisah Damai" berhasil diterbitkan pada 2021. Buku tersebut memuat teknik mendongeng ala Eklin, cara membuat dongeng ala Eklin, dan kumpulan dongeng.

Eklin juga mendapatkan penghargaan dari Guardian Indonesia pada 2022, sebagai salah satu tokoh inspiratif dalam kategori humanity. Ia sudah dikenal sebagai pendongeng dan pendiri YIPC.

5. Misi menebar pesan damai tidak akan berhenti

Eklin Amtor de Fretes: Merawat Perdamaian Menembus Sekat SegregasiEklin Amtor de Fretes bersama anak-anak di Huku Kecil (instagram.com/kak_eklin)

Setelah mendapatkan apresiasi, tidak membuat Eklin cepat puas. Ia terus melanjutkan langkahnya untuk merawat perdamaian di Maluku. Ia ingin melihat anak-anak Maluku tumbuh dalam kepercayaan dan toleransi yang tinggi. 

Rumah Dongeng Damai berisi buku-buku dan menjadi tempat berkumpulnya anak-anak yang ingin belajar masih berdiri di depan rumah Eklin. Sebelumnya, sejumlah relawan dapat mengajak anak-anak untuk belajar bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan mendongeng seminggu sekali. Kini, siapapun dan kapanpun dapat mengajak anak-anak untuk berkumpul dan belajar bersama di sana.

Sedangkan Eklin harus melakukan pelayanan dari satu tempat ke tempat lain sebagai pendeta, sembari merawat perdamaian. Semangatnya masih membara untuk mewujudkan indahnya persaudaraan seperti sebelum konflik terjadi dan menjadikan masa depan Indonesia yang lebih baik.

“Damai itu dimulai dari diri sendiri. Ketika kita berharap damai yang besar itu tumbuh, tapi kalau diri sendiri tidak mau berdamai dengan diri sendiri atau dengan sesama. Maka damai itu tidak akan pernah tercipta,” pesan Eklin.

Baca Juga: 4 Tantangan Eklin De Fretes dalam Merajut Perdamaian di Maluku

Fatma Roisatin Nadhiroh Photo Verified Writer Fatma Roisatin Nadhiroh

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya