Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungan

Belajar bahasa sambil menjaga lingkungan

Pandemik COVID-19 yang melanda dunia telah memberikan dampak yang mengkhawatirkan, terutama di bidang ekonomi dan pendidikan masyarakat. Banyak yang kehilangan pekerjaannya dan memaksa anak-anak tidak dapat bersekolah secara efektif. Salah satunya yang terjadi pada masyarakat di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali yang merupakan salah satu desa wisata di Bali dengan kunjungan wisatawan yang cukup tinggi.

Gede Andika, pemuda asal Desa Pemuteran, Bali, menggagas Kredibali yang dimulai pada Mei 2020, program belajar bagi anak-anak kurang mampu di Desa Pemuteran secara luring sesuai dengan protokol kesehatan. Gagasan program ini muncul setelah Andika menemukan fakta-fakta meresahkan yang terjadi di desanya akibat dampak dari pandemik COVID-19.

Sudah berjalan selama hampir 2 tahun, Kredibali telah memberikan kontribusi besar di Desa Pemuteran dan sekitarnya. Seperti apa ceritanya? Yuk, simak bagaimana Gede Andika mulai menggagas program ini sampai bisa berdampak besar bagi masyarakat dan menjadi penerima SATU Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia.

1. Bermula dari keresahan Andika terhadap kondisi desanya

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan LingkunganGede Andika dari Kredibali (dok. IDN Times)

Banyak masyarakat di Desa Pemuteran yang terpaksa berhenti bekerja karena tempat-tempat wisata ditutup. Hal ini memaksa mereka, terutama yang menggantungkan hidup pada sektor wisata, untuk kembali bertani ke sawah atau melaut. Berdasarkan data yang dikumpulkan Andika selama Maret 2020, pengeluaran rata-rata pada beberapa KK di desa menurun tajam. Tentunya hal ini juga berdampak pada kebutuhan sekolah anak-anak.

Lebih lanjut lagi, sekolah ditutup dan dialihkan pada program daring. Sayangnya, tidak semua warga desa punya media belajar yang memadai untuk memfasilitasi sekolah daring anak-anak. Mau tak mau, anak-anak pun ikut orangtuanya bekerja di sawah atau melaut. Dari sini, Andika khawatir anak-anak Desa Pemuteran kehilangan momen untuk belajar.

“Dampaknya anak-anak bisa berhenti sekolah dan akan ada gap year atau mereka tidak sekolah sama sekali. Ini yang saya takutkan, “ tegasnya ketika diwawancarai pada 18 Desember 2021 lalu.

Melihat kesulitan ini, Andika memiliki inisiatif untuk membuka program belajar bahasa Inggris secara luring bernama Kredibali. Dengan dukungan dari pihak desa, kelas ini dilaksanakan setiap Minggu di Balai Desa yang memuat maksimal 25 siswa di setiap sesinya.

2. Konsepnya bukan “siapa yang mau” melainkan “siapa yang berhak”

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Sistem belajar Kredibali bisa dibilang tegas dan efektif. Tentu ada perbedaan dengan pembelajaran di sekolah formal pada umumnya. Kredibali saat ini punya 6 relawan tutor yang setiap 2 tutor mengampu 25 siswa.

Di Kredibali, setiap tutor menggunakan penilaian dengan pendekatan interpersonal baik itu kepada siswa maupun orangtua siswa. Oleh karena itu, Andika membuat konsep bahwa setiap kelas harus terdiri dari siswa yang punya karakter dan kemampuan yang sama. Jadi, Kredibali punya tiga kategori kelas, yakni basic, junior, dan general.

Kredibali menerapkan proses seleksi siswa dengan konsep “siapa yang berhak”, bukan “siapa yang mau”. Pertama, Andika mengklasifikasikan tiga kategori siswa yang berhak ikut pembelajaran: siswa dari keluarga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan keluarga yang orangtuanya terdampak pandemik.

Kemudian calon siswa akan diberikan pre-test menggunakan metode Cambridge agar bisa tahu sejauh mana kemampuan bahasa Inggrisnya. Hasilnya nanti akan menentukan siswa masuk ke kategori kelas yang mana.

Menurut Andika, klasifikasi kelas ini akan memudahkan proses pembelajaran yang lebih interaktif. Ia dan para tutor menggunakan konsep belajar tanya-jawab dan mewajibkan semua siswa untuk bisa menjawab pertanyaan meski belum tahu jawabannya. Hal ini tentunya untuk mendukung peningkatan keterampilannya berbahasa Inggris.

Selama 6 bulan siswa akan diajarkan bahasa Inggris secara komperehensif. Di akhir periode kelas, para siswa akan diberikan penilaian akhir melalui ujian writing dan speaking.

3. Alasan visioner kenapa memilih bahasa Inggris sebagai subjek pelajaran

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Desa Pemuteran adalah desa wisata dengan kunjungan turis yang cukup tinggi. Tapi, menurut temuan Andika kemampuan bahasa Inggris anak-anak dan orangtua di Desa Pemuteran sangat lemah. Meski begitu, menurut Andika, anak-anak sudah bisa melihat peluang yang besar di masa depan jika mereka menguasai bahasa Inggris.

Andika menceritakan dasar dari visinya menggagas Kredibali ini dengan menggunakan theory of change. Ia menyusun tujuan awal kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris anak-anak Desa Pemuteran serta pengurangan sampah plastik. Harapannya, setelah anak-anak menguasai bahasa Inggris nanti mereka bisa turut membangun desa di sektor wisata.

“Jadi, kami bukan mengajarkan pelajaran di luar kebutuhan mereka. Hal ini juga yang membuat kami mendapatkan respons positif dari orangtua dan desa,” tegas Andika.

Baca Juga: Mariana Yunita, Melawan Stigma Perjuangkan Kesehatan Seksual Anak

4. Bukan cuma bahasa Inggris, siswa juga diajarkan peduli lingkungan

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Mengingat kondisi perekonomian masyarakat Desa Pemuteran yang kebanyakan menengah ke bawah, Kredibali tidak ingin membebani orangtua siswa dengan rupiah. Andika sebagai penggagas pun tidak ingin gerakannya ini hanya berhenti untuk kontribusi di bidang pendidikan.

Andika melalui Kredibali punya konsep pengajaran yang menyenangkan bagi siswa. Di sini anak-anak difasilitasi belajar bahasa Inggris dengan membayar menggunakan sampah plastik yang telah dipilah di rumah masing-masing.

Upaya literasinya adalah mereka diajari sejak dini untuk mengenali jenis sampah yang mereka punya di rumahnya. Pada ujian akhir pun anak-anak akan diberikan tugas proyek membuat kreasi dari sampah plastik kemudian dipresentasikan menggunakan bahasa Inggris.

Menurut Andika, anak-anak sudah harus paham tentang isu lingkungan sejak dini. Ia melihat ada banyak pembakaran sampah di Desa Pemuteran, tapi masyarakat setempat tidak memahami dampak buruknya. Berangkat dari sini, Andika berpendapat bahwa anak-anak harus jadi pelopor edukasi isu lingkungan ini kepada keluarganya di rumah.

“Sebab, mengedukasi orang tua itu akan lebih sulit karena lintas generasi dan saya sendiri sulit menemukan pola komunikasi yang tepat. Jadi, biarkan anak-anak yang mengedukasi orangtua mereka di rumah,” jelas Andika.

Ternyata metode ini cukup efektif. Andika bercerita bagaimana para orangtua curhat kepadanya karena anak-anak jadi sering menegur perihal sampah plastik di rumah.

dm-player

“Katanya mereka jadi malu karena sering ditegur anak-anak untuk memilah sampah plastik. Artinya, edukasi pada anak-anak ini bisa sampai kepada orangtuanya juga,” kata Andika.

5. Mulanya sempat mendapat pertentangan dari orangtua siswa dan perangkat desa

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Menggagas sebuah gerakan di tengah situasi yang kritis pastinya bukan hal mudah. Kendala pun sempat dialami Andika ketika membawa konsep program ini kepada pihak desa dan masyarakat Desa Pemuteran.

Pada masa pandemik COVID-19 ini pemerintah pusat mengalihkan pembelajaran luring menjadi daring. Menurut Andika, berdasarkan data riset yang telah ia temukan pada April 2020, hal ini tidak bisa diterapkan di semua tempat, salah satunya di Desa Pemuteran. Tidak banyak anak-anak yang orangtuanya bisa memfasilitasi belajar secara daring, bahkan terkadang mereka harus belajar berkelompok di satu rumah yang keluarganya memiliki gawai dan akses internet.

Namun, pihak desa merasa khawatir jika membuka kelas luring yang diinisiasi oleh Andika.

“Istilahnya kita kayak melawan aturan pemerintah pusat. Mereka menutup sekolah, tapi kita malah membuka. Tapi, saya kemudian memberikan gambaran kepada pihak desa terkait kondisi anak-anak di Pemuteran,” jelas Andika.

Berkat data-data yang dibawanya, Kredibali pun akhirnya mendapatkan dukungan dari pihak desa.

Protokol kesehatan menjadi hal fundamental yang jadi syarat sekolah luring. Anak-anak pun ditegaskan untuk mematuhinya. Ketika akan masuk kelas, mereka wajib mencuci tangan, duduk dengan menjaga jarak, tidak berkerumun, dan wajib menggunakan masker di dalam kelas. Kalau ada siswa yang bandel, ia tidak boleh datang lagi di minggu depan.

6. Merangkul tiga aspek masalah sosial

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Satu hal yang menarik dari gerakan Kredibali yang diusung oleh Andika adalah keberlanjutan dampak positif bagi masyarakat. Andika menjelaskan, visi utama Kredibali memang bermula dari sisi edukasi, yakni memfasilitasi anak-anak Desa Pemuteran untuk bisa belajar bahasa Inggris di masa pandemik COVID-19.

Namun, lebih dari itu, bekerja sama dengan penggerak komunitas di bidang lingkungan dan sosial, Andika juga memiliki semangat untuk mengurangi sampah plastik dan menekan angka kemiskinan di desanya.

Setiap sampah plastik yang dibawa oleh para siswa Kredibali, di akhir bulan akan ditimbang untuk ditukarkan menjadi beras. Inisiatif ini turut bekerja sama dengan Plastic Exchange, lembaga nirlaba bank sampah Bali. Beras tersebut kemudian akan disalurkan kepada lansia-lansia untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari.

“Jadi, dari sini dampaknya akan terus berputar. Dari siswa bisa belajar bahasa Inggris cukup dengan membayar menggunakan sampah plastik, kemudian sampah plastik kami tukarkan menjadi beras, lalu beras tersebut didistribusikan kepada lansia, dan begitu siklus seterusnya,” singkat Andika.

Terhitung di akhir 2021 ini Kredibali sudah meluluskan 225 siswa, mendistribusikan beras kepada 147 lansia, dan mengurangi 412 kg sampah plastik yang disalurkan kepada Plastic Exchange. Wah, luar biasa sekali, ya!

7. Setahun lebih berjalan, sudah bisa memberikan fasilitas belajar kepada siswa

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Selain sudah membantu masyarakat di bidang sosial dan ekonomi melalui pendistribusian beras, Kredibali selama setahun lebih berjalan juga sudah bisa memberikan bantuan kepada para siswa.

Dengan ketekunannya, Kredibali menerima banyak tawaran bantuan baik itu dari perangkat desa, korporat seperti Astra Indonesia, NGO, dan komunitas lainnya. Baginya hal ini sangat berarti demi kelangsungan program belajar.

Bantuan tersebut di antaranya memberikan dukungan media belajar berupa buku tulis kepada 71 persen siswa, bantuan kamus bahasa Inggris untuk sekitar 24 persen siswa yang pencapaian belajarnya kurang maksimal, hingga bantuan botol minum untuk di kelas.

Selain itu, Kredibali juga mulai mendukung para siswa untuk ikut pelatihan bahasa Inggris seperti TOEFL for Kids dari lembaga bahasa Inggris di Bali. Kemudian selebihnya, sekitar 4 persen mendapatkan sepatu sekolah, dan 2 persennya mendapatkan tas sekolah.

“Segala sesuatu yang baik juga akan disambut hal baik oleh semesta,” katanya.

8. Ke depannya, Kredibali akan membuat kelas bahasa lainnya

Kredibali: Rangkul Masyarakat Lewat Edukasi Literasi dan Lingkungankegiatan belajar Kredibali (youtube.com/Jejak Literasi Bali)

Di acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2021 pada sesi “Write with Your Heart, In-depth Article”, Andika menyampaikan harapannya agar Kredibali bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi kepada masyarakat.

Baru berjalan sekitar hampir 2 tahun dan telah menorehkan banyak kontribusi pada masyarakat tidak lantas membuat Andika bersama Kredibali berpuas hati. Ketika ditanya apa rencana selanjutnya untuk Kredibali, Andika menegaskan ia dan teman-teman relawan serta komunitas yang berkolaborasi akan terus membuat pengembangan program.

Beberapa pengembangan di antaranya adalah mengubah jadwal pembelajaran mulai 2022 besok. Bila saat ini Kredibali hanya mengadakan kelas pada hari Minggu mulai pukul 09.00—14.00, tahun depan akan dilaksanakan seminggu dua kali, yakni pada Sabtu dan Minggu. Programnya pun akan dua kali lebih panjang, yakni selama 1 tahun atau 2 semester.

“Kami juga akan mengadakan program belajar bahasa yang lebih beragam. Rencananya kami akan membuka kelas bahasa Jepang dan Mandarin karena ada siswa yang tertarik untuk mempelajarinya dan memang selama ini banyak wisatawan dari Jepang yang berkunjung ke Desa Pemuteran,” tambah Andika.

Dari desa, kembali lagi ke desa. Meski sudah meninggalkan kampung halamannya selama beberapa tahun untuk menempuh pendidikan, Andika menyadari betul pentingnya peran pemuda dalam pembangunan desa untuk mewujudkan kita satu Indonesia dengan semangat “Tersenyumlah Indonesia”.

“Setinggi apa pun pendidikan kita, seberapa jauh pengalaman kita, ternyata pada akhirnya kontribusi untuk desa adalah langkah awal untuk mengabdi pada bangsa dan negara,” demikian pesannya untuk generasi muda Indonesia.

Baca Juga: Kisah Elmi Sumarni Ismau, Sahabat Difabel yang Mantap untuk Mengabdi

Gendhis Arimbi Photo Verified Writer Gendhis Arimbi

Storyteller

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya