Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hukum Nyadran dalam Islam, Apakah Syirik?

Ilustrasi ziarah kubur. (Pexels.com/Meruyert Gonullu)
Intinya sih...
  • Nyadran adalah tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan, dilakukan untuk menghormati leluhur dan mengucapkan rasa syukur.
  • Tradisi Nyadran dilakukan oleh masyarakat Jawa satu minggu sebelum Ramadan, bertujuan untuk bersilaturahmi dan berdoa bersama-sama.
  • Menurut NU Lampung, Nyadran termasuk tradisi sunah dalam Islam, meskipun bukan ajaran resmi agama Islam.

Nyadran merupakan tradisi yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini umumnya berupa ziarah ke makam leluhur, membersihkan makam, serta mengirim doa dan sedekah makanan.

Bagi sebagian orang, Nyadran menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Namun, di kalangan umat Islam, muncul pertanyaan tentang hukum Nyadran, apakah termasuk syirik atau justru diperbolehkan dalam ajaran Islam?

1. Apa itu Nyadran?

Ilustrasi ziarah kubur. (Pexels.com/Arina Krasnikova)

Nyadran atau Sadranan adalah istilah yang digunakan kegiatan ziarah kubur menjelang bulan Ramadan. Biasanya, tradisi ini dilakukan satu minggu sebelum Ramadan. Tradisi Nyadran ini merupakan tradisi turun temurun masyarakat Islam di sejumlah daerah, khususnya di Pulau Jawa.

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada bulan Syakban (Hijriah) atau bulan Ruwah (kalender Jawa). Tujuan diadakannya tradisi ini untuk mengucapkan rasa syukur dengan mengunjungi makam leluhur.

2. Hukum tradisi Nyadran dalam agama Islam

Ilustrasi makam (Pexels.com/Jeswin Thomas)

Menurut situs resmi NU Lampung, Nyadran merupakan tradisi ziarah. Oleh sebab itu, hukumnya adalah sunah. Hal tersebut terkandung juga dalam hadis:

"Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian." (HR Muslim)

Pendapat serupa juga disampaikan oleh KH Taufik Damas yang merupakan Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta melalui situs NU Banten:

"Ini (Nyadran) merupakan tradisi baik dalam artian ada tahlilan, sedekah, dan berdoa bersama-sama dan bersilaturahmi dalam tradisi ruwahan ini. Dalam keyakinan kita untuk berbakti kepada orangtua bukan cuma ketika mereka hidup, tetapi ketika mereka juga sudah meninggal dunia."

Meski begitu, perlu dicatat bahwa Nyadran bukan lah ajaran dalam agama Islam. Nyadran merupakan tradisi turun temurun dan biasanya bukan hanya dilakukan kaum Muslimin, melainkan sering dilakukan juga oleh umat Kejawen, Hindu, dan penganut kepercayaan lainnya.

3. Hadis lainnya tentang ziarah

ilustrasi makam dan batu nisan (unsplash.com/Sandy Millar)

Masih dari situs NU Lampung, ada juga beberapa hadis lainnya tentang ziarah. Misalnya dari Imam al-Ghazali:

"Ziarah kubur disunahkan secara umum dengan tujuan untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran, dan menziarahi kuburan orang-orang shalih disunahkan dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barakah) serta pelajaran." (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, juz 4, halaman 521)

Selain itu, ada juga keterangan dalam kitab Hujjah Ahlissunnah Wal Jama'ah:

"Ziarah kubur diperbolehkan oleh seluruh mazhab umat Islam." (KH Ali Maksum Krapyak, Hujjah Ahlissunnah Wal Jama'ah, halaman 53)

Demikian penjelasan mengenai hukum Nyadran menjelang Ramadan dalam ajaran agama Islam. Semoga informasi di atas mudah dipahami, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
Nisa Zarawaki
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us