Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang Banyak

Asep Wijaya, Millennial of The Month Oktober 2020

Siapa bilang menulis di IDN Times hanya untuk anak sekolahan dan anak kuliahan saja? Jika hobi dan passion menulis sudah mendarah daging, apapun akan tetap dilakukan agar bisa menulis dan menuangkan ide yang ada di kepala.

Asep Wijaya contohnya. Berada jauh dari tanah airnya Indonesia dan harus menetap di Jepang bukan berarti ia bisa melupakan kegemarannya dalam menulis, terlebih jika itu menyangkut tentang kepentingan publik di Indonesia. Pria berusia 34 tahun itu ternyata bukan berasal dari sembarang latar belakang. Kegemarannya dalam menulis ternyata memang didasari oleh pekerjaannya dulu saat masih di Indonesia, yaitu jurnalis. 

Asep saat ini bermukim di Kota Fujisawa, Prefektur Kanagawa, Jepang. Ia tinggal di Jepang sudah sekitar 1,5 tahun mengikuti istrinya yang berprofesi sebagai perawat dan berkarier di Jepang selama kurang lebih 7 tahun.

Sejak berada di sini, fokus Asep adalah belajar bahasa Jepang sambil melakukan beberapa pekerjaan paruh waktu. Dalam beberapa bulan ke depan, jika semua hal lancar, ia juga mulai melanjutkan studi S2 bidang komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Tokyo.

Sebelum bermukim di Jepang, Asep pernah menjadi reporter di Harian Republika pada 2011 sebelum mengabdi sebagai pegawai tetap di lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia mulai 2012 hingga 2017. Selain pernah berada di bidang tugas komunikasi, Asep juga pernah ditugaskan di tim penyelesaian laporan sebagai investigator.

Selama di Ombudsman RI, Asep pernah meraih beberapa penghargaan, di antaranya juara pertama 'Journalist Awards 2014' untuk kategori jurnalis lembaga negara dari JPIP-USAID dan peraih beasiswa Stuned-Nuffic Neso pada 2015 untuk studi di Belanda bidang 'Conflict Resolution and Mediation' dari Pemerintah Kerajaan Belanda.

1. Berawal dari rasa penasaran dan iseng, Asep mengirim tulisannya ke IDN Times Community

Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang BanyakDok. Pribadi/Asep Wijaya

Asep mulai membuat tulisan dan mengirimkan draf artikel ke IDN Times sejak akhir Oktober 2019. Sebenarnya, ia sudah tahu dengan IDN Times sejak akhir 2018 saat membaca salah satu artikel mengenai Najwa Shihab di IWF 2018.

Saat itu Asep tertarik dengan cara IDN Times menampilkan tulisan listicle yang dulu mungkin dianggap mudah dan receh. Tapi setelah melihat desain dan tata letak website IDN Times yang menarik juga beberapa tulisan dengan topik serius yang bisa disajikan dalam bentuk listicle, ia jadi tertarik untuk ikut menulis.

Apalagi Asep pernah coba mengenali format tulisan ini lebih jauh di salah satu artikel yang ditulis Pemred IDN Times, Uni Lubis, mengenai alasan IDN Times menayangkan artikel berformat listicle, ia jadi makin tertarik. Setelah mencoba menulis dengan gaya listicle, Asep jadi paham ternyata menulis dengan gaya ini juga bisa dilakukan untuk tema yang bagi beberapa orang tampak serius. Malah dengan gaya listicle ini, tema serius jadi kelihatan lebih menarik dan mudah ditangkap pesannya.

Menurutnya bahkan dari bentuk tulisan listicle ini, penulis tetap bisa terus mengembangkan tulisan ke bentuk paragraf panjang dengan uraian yang lebih detail.

2. Saking seringnya berurusan dengan pelayanan publik, tulisan pertama Asep pun tak jauh dengan public service

Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang BanyakDok. Pribadi/Asep Wijaya

Artikel pertama Asep waktu itu berjudul '5 Sikap PNS Jepang Ini Sebaiknya Kita Teladani, Lho' yang terbit pada 22 Oktober 2019 dan dikurasi oleh Arifina Aswati. Karena Asep begitu senang dan sedikit peka dengan urusan pelayanan publik pemerintah sewaktu bekerja di Ombudsman RI, ia merasa membagikan topik pelayanan publik di Jepang akan menarik bagi pembaca di Indonesia, apalagi waktu itu bertepatan dengan seleksi CPNS.

Lewat tulisan itu juga Asep berharap perilaku PNS di Indonesia bisa sama bahkan melebihi kualitas PNS Jepang setidaknya untuk urusan pelayanan publik atau pelayanan dasar bagi masyarakat.

Beberapa naskah Asep berikutnya juga ada yang terbit meski banyak juga artikel yang tidak terbit. Tulisan Asep sebenarnya lebih banyak fokus pada hal-hal mengenai Jepang. Hingga COVID-19 datang, fokus tulisannya berubah ke penyebaran penyakit ini di seluruh dunia. Lalu beberapa tulisan mengenai ulasan buku dan film juga pernah ia buat. Beberapa ada yang terbit beberapa juga tertolak.

Menurutnya, keasyikan lain menulis di IDN Times adalah ia bisa membagikan pengetahuan atau pemahaman tertentu kepada pembaca dengan cara yang asyik. Mungkin banyak ide atau gagasan orang yang lebih baik, namun seringkali karena tidak disampaikan secara asyik dan mudah dicerna, pembaca tidak bisa menangkap pesan tulisan dengan mudah. Nah di IDN Times, pembaca bisa langsung menangkap tulisan dengan mudah. 

3. Sebagai mantan jurnalis, Asep punya pandangannya dalam menanggapi berita bohong

Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang BanyakDok. Pribadi/Asep Wijaya

Menurutnya problem terbesar yang jadi tantangan anak muda sekarang adalah menghadapi berita bohong dan mengatasi masalah literasi seperti malas baca atau kesulitan menyerap pesan dalam tulisan juga mengidentifikasi informasi palsu atau bohong.

dm-player

Berkaitan dengan problem literasi. Ada beberapa atau mungkin banyak anak muda yang sekarang enggan membaca buku atau malas membaca artikel yang bermanfaat. Bisa karena kesulitan akses pengetahuan atau banyaknya alternatif media hiburan lain yang lebih menarik ketimbang membaca.

Problem ini tentu bisa diatasi dengan usaha bersama termasuk lewat membuat banyak tulisan yang menarik supaya anak muda kebanjiran artikel yang kece dan buku-buku yang keren. Harapannya akan ada banyak anak muda yang jadi suka baca sehingga level literasinya bisa terus meningkat.

Cara penyampaian gagasan lewat tulisan listicle juga menurut Asep bisa mendatangkan manfaat. Sebab dengan langgam tulisan ini, orang yang malas baca bisa sekadar membaca judul dan subjudul yang kemudian jika tertarik bisa membaca detailnya. Cara ini justru bagus untuk memancing anak muda suka baca.

Kalau literasi meningkat, tulisan keren banyak bertebaran, anak muda suka baca, tentu masalah berita hoaks bisa sedikit teratasi, karena anak muda jd lebih berhati-hati dalam menakar informasi tulisan.

Bagi Asep, membedakan informasi hoaks dan fakta sebenarnya tidaklah sulit. Pertama coba perhatikan asal dan sumber informasi. Jika berasal dari media massa terkenal atau tokoh yang punya rekam jejak baik, maka informasi itu merupakan fakta. Namun jika asal informasi dari pesan berantai dalam media sosial, tanpa nama dan sumber pula, maka patut diragukan kebenaran informasi itu.

Kemudian lihat cara penyampaian tulisan. Jika tulisan dibuat dengan serius sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia, maka kita bisa memercayai isi tulisan. Namun jika tulisan tidak digarap serius dan banyak terjadi kesalahan, di situ kita perlu verifikasi kebenaran informasi.

Bisa juga dengan cara mengecek informasi dari mesin pencari atau tools pemeriksa konten hoaks atau dari grup verifikasi hoaks di Facebook atau beberapa tajuk berita pemeriksa hoaks yang tersedia hampir di seluruh media online Indonesia.

Namun persoalannya, berapa banyak anak muda yang tahu media massa nasional atau media online terpercaya? Berapa banyak juga yang tahu penulisan sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan berapa banyak juga informasi anti hoaks yang mereka baca? Menurut Asep itu masih jadi persoalan.

Baca Juga: Hobi 'Menulis Kebaikan', Anak Medan Ini Jadi Millennial of The Month 

4. Menurutnya, Indonesia Writers Festival adalah salah satu cara untuk meningkatkan literasi anak-anak muda Indonesia

Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang BanyakDok. Pribadi/Asep Wijaya

Menurut Asep salah satu solusi menangkal hoaks justru ada di forum semacam IWF 2020. Dengan banyaknya kelas peningkatan literasi di ajang ini, banyak anak muda yang tertarik dan mungkin mengajak anak muda lain untuk ikutan IWF 2020 ini.

Di forum ini kita bisa belajar menulis, mengidentifikasi tulisan yang baik dan tidak, juga mengenal beberapa tokoh penyebar informasi baik. Bahkan dengan adanya IDN Times sebagai wahana berbagi tulisan, anak muda bisa memiliki kesempatan yang besar untuk mempraktikkan pemahaman literasinya.

Meski sebenarnya perlu juga untuk memperbanyak ulasan buku di beberapa artikel IDN Times yang terbit supaya orang lebih tertarik juga baca buku meski sekarang itu bukan satu-satunya sumber pengetahuan dan informasi.

5. Harapan Asep sebenarnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin kehidupannya selalu menebarkan manfaat bagi banyak orang

Sebaik-baiknya Manusia adalah Mereka yang Bermanfaat Bagi Orang BanyakDok. Pribadi/Asep Wijaya

Ada satu ucapan dari Benjamin Franklin yang menurut Asep menarik dan ia ambil sebagai pedoman hidup: "Either write something worth reading or do something worth writing." Kutipan ini menarik bagi Asep yang mungkin juga patut dijadikan pedoman untuk anak muda sekarang.

Bahwa seseorang yang diberikan berkah untuk menjalani kehidupan sebaiknya selalu menebarkan manfaat bagi banyak orang dengan melakukan hal-hal yang berguna dan berfaedah supaya hal itu layak diabadikan, layak dikenang bahkan layak dijadikan tulisan.

Dan kalaupun memutuskan untuk serius menulis, tulislah hal-hal yang memang layak untuk dibaca banyak orang, syukur-syukur mendatangkan manfaat atau setidaknya memberikan wawasan buat sebanyak-banyaknya orang.

Untuk bisa melakukan itu orang harus to do the best untuk kemudian to be the best (atas segala hal terbaik yang dilakukannya) sambil terus berharap to get the best.

Baca Juga: Otaku juga Bisa Jadi Penulis Terbaik IDN Times Community! 

IDN Times Community Photo Verified Writer IDN Times Community

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya