ilustrasi kekompakan tim (pexels.com/fauxels)
Sebelum masuk pada pembahasan utama, rasanya penting untuk memahami dulu soal apa itu inklusivitas. Secara mendasar, inklusivitas berarti sebuah praktik atau kebijakan yang memberikan akses, peluang, dan sumber daya yang sama pada seluruh lapisan masyarakat. Inklusivitas juga berarti menghargai perbedaan dan keberagaman, memastikan setiap individu diterima, dan tak memandang buruk latar belakang setiap orang.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dalam ruang lingkup negara, inklusivitas harus melingkupi proses pembuatan kebijakan yang inklusif dan mengawal sejauh mana kebebasan sampai sumber daya yang dimiliki negara tersebut dapat diakses oleh seluruh warga negaranya. Inklusivitas dibagi atas dua dasar utama, yakni horizontal dan vertikal.
Horizontal berarti perbedaan atau keberagaman yang ada masih dalam tingkatan yang setara. Misalnya saja, kelompok bahasa, jenis kelamin, agama, etnis, dan wilayah. Sementara itu, inklusivitas vertikal lebih merujuk pada perbedaan kemampuan ekonomi ataupun perbedaan tingkatan struktur dalam kehidupan sosial atau berorganisasi.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kelompok yang paling sering termarginalkan di seluruh dunia adalah perempuan, kelompok usia muda, kelompok lanjut usia, penyandang disabilitas, masyarakat adat, imigran, kelompok etnis dan agama minoritas, sampai orang-orang pengidap penyakit tertentu, misalnya, HIV/AIDS.
Dari penjelasan itu, bisa dilihat kalau inklusivitas merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan harmoni. Seluruh lapisan yang ada di dalamnya dapat memperoleh kesempatan yang adil seusai dengan kemampuan masing-masing tanpa harus merasa terpinggirkan akibat status atau masalah sejenis. Tentunya, inklusivitas menyasar kesetaraan bagi kelompok yang sebelumnya terpinggirkan atau didiskriminasi supaya bisa bergerak maju bersama-sama dengan warga negara lain.