Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jordy: Sinar Penerang bagi Anak-anak Pulau Mansinam, Papua

Jordy bersama anak-anak di Pulau Mansiman, Papua. (dok. Papua Future Project)

Kurikulum pendidikan di Indonesia telah masuk pada masa peralihan ke kurikulum Merdeka. Dikutip dari laman Kemdikbud.go.id , kurikulum merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Peserta didik memiliki waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensinya. Guru sendiri memiliki keleluasaan tersendiri untuk memilih berbagai perangkat ajar yang disesuaikan dengan peserta didiknya.

Pastinya, setiap kurikulum dirancang untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Namun, pelaksanaan kurikulum ini akan bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya jika didukung prasarana, fasilitas, dan tenaga pendidikan yang baik. Bagaimana dengan saudara kita yang berada di daerah terpencil, contohnya di Papua? Apakah mereka akan mampu mengikuti dan mencapai target dari kurikulum yang telah ditetapkan?

1. Potret pendidikan di Papua

Anak-anak di Pulau Mansinam sedang belajar bersama komunitas Papua Future Project. (dok. Papua Future Project)

Papua adalah salah satu daerah yang memiliki banyak daerah-daerah terpencil, sehingga menjadikan daerah tersebut tertinggal dalam banyak hal dari daerah lainnya. Seperti diungkap oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu atau yang akrab dipanggil Jordy, selama ia lahir dan besar di Papua, ia sangat merasakan kalau pendidikan di daerah ini masih tertinggal dari daerah lainnya.

Pria kelahiran Jayapura, 9 September 2000, dan besar di Manokwari ini merasakan susahnya mendapatkan fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai terlebih lagi fasilitas yang menyangkut mengenai teknologi. "22 tahun saya hidup di Papua bukanlah hal yang mudah, saya mengalami keterbatasan fasilitas pendidikan, profesionalitas guru, dan akses pendidikan yang kurang baik," ungkap Jordy saat sesi bincang-bincang yang diadakan IDNTimes, Sabtu (3/12/2022), secara daring melalui Zoom.

2. Kegusaran Jordy, membuatnya membentuk Papua Future Project

Jordy bersama anak-anak di Pulau Mansiman, Papua. (dok. Papua Future Project)

Melihat dan mengalami sendiri bagaimana kualitas pendidikan di Papua yang kurang baik ini, menggetarkan hati Jordy untuk merubah hal ini ke arah yang lebih baik. "Kita harus menunggu sampai kapan lagi? Kalau hanya berharap kepada pemerintah dan pejabat untuk membuat perubahan ini, tentunya akan lama. Karena, pemerintah atau pejabat tidak hanya mengurusi masalah pendidikan saja, namun ada banyak hal lain yang diurusi di Papua," tandas Jordy.

Ia yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 di President University jurusan International Relations with Diplomacy Concentration ini juga memiliki keinginan, bagaimana anak-anak di Papua bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang sama dengan dirinya. Karena hal di ataslah, kemudian Jordy membentuk sebuah project yang berhubungan dengan pendidikan dengan nama Papua Future Project (PFP) pada akhir tahun 2020.

Uniknya, saat dibentuknya PFP ini, Indonesia sedang berada dalam situasi pandemik COVID-19. "Saat sebelum pandemik saja pendidikan di Papua sudah kurang baik, apalagi saat pandemik, guru-guru tidak mengajar karena adanya lockdown, pastinya pendidikan menjadi semakin tidak karuan," cerita pria yang juga sebagai partner potensial Unicef ini.

Ia kemudian mengajak beberapa teman-temannya untuk membantu mengajar anak-anak di situasi pandemik ini. Bersama beberapa temannya dalam PFP, ia memutuskan untuk mulai mengajar di Pulau Mansinam, yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di Manokwari.

3. Pulau Mansinam dipilih karena miliki historis bagi Papua

Anak-anak di Pulau Mansiman sedang belajar bersama komunitas PFP. (dok. Papua Future Project)
Anak-anak di Pulau Mansiman sedang belajar bersama komunitas PFP. (dok. Papua Future Project)

Selain dekat dengan Manokwari, Pulau Mansinam dipilih PFP sebagai tempat pelaksanaan project-nya karena pulau ini memiliki sejarah tersendiri bagi peradaban Papua. Di pulau ini, Injil sebagai kitab suci umat Kristen masuk pertama kali di Papua. "Dari masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, secara perlahan-lahan mereka mulai mengenal Tuhan," ujar Jordy.

Selain sebagai pulau bersejarah, pulau ini memiliki alam yang sangat indah sebagai potensi wisata di Papua. Namun dibalik itu semua, di pulau ini terdapat kesenjangan yang sangat tinggi dalam hal pendidikan dibandingkan dengan di kota yaitu Manokwari. "Padalah pulau ini bukanlah pulau terpencil sekali, jaraknya sangat dekat dengan kota Manokwari, namun kualitas pendidikannya sangat jauh berbeda dengan keadaan di Manokwari. Saya juga jadi berpikiran, bagaimana dengan daerah yang lebih terpencil lagi ya," ungkap pria yang sedang mempersiapkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ini.

Secara perlahan dan bertahap, Jordy bersama PFP mulai melakukan hal-hal untuk mengubah kesenjangan pendidikan yang ada di Pulau Mansinam. Ia mendapat bantuan dan dukungan dari kepala kampung dan juga kepala sekolah dalam setiap kegiatannya.

Ia juga bercerita, kalau di awal-awal berdirinya PFP ia juga harus bekerja di sebuah resto sebagai seorang barista dan juga pramusaji. Hal ini ia lakukan agar mendapatkan tambahan dana operasional bagi komunitasnya tersebut.

4. Program dari PFP

Papua Future Project bersama anak-anak di Pulau Mansinam. (dok. Papua Future Project)

PFP yang merupakan komunitas berbasis project yang didirikan untuk memberikan pendidikan yang lebih inklusif kepada anak-anak di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). PFP yang memiliki moto "Every Child Matters" sendiri memiliki tiga progam utama yaitu:

  • Mengadakan kegiatan belajar intensif di Pulau Mansinam agar anak-anak di tempat ini bisa membaca dan menulis. "Setidaknya mereka bisa menulis dan membaca tentang bagaimana adat istiadat dan budaya yang mereka miliki sehingga warisan luhur tersebut tidak hilang terkikis jaman," ungkap Jordy. PFP melakukan kegiatan mengajar setiap seminggu sekali;
  • PFP melakukan donasi buku dan literasi keliling di beberapa daerah di Papua. Untuk saat ini telah dilaksanakan lebih dari enam pulau dan tiga kampung . Donasi buku ini dilakukan karena belum adanya kesempatan untuk mengajar di tempat tersebut, sehingga anak-anak bisa tetap belajar dengan membaca dari buku yang didapat dan dibantu oleh komunitas-komunitas yang diajak berkolaborasi oleh PFP. Literasi keliling (mengajar keliling) sendiri dilakukan sambil traveling atau berwisata mengenal daerah-daerah di Papua. Kedua kegiatan ini dilakukan sesuai dengan ketersediaan buku dan juga kesempatan atau waktu untuk traveling;
  • Bekerja sama dengan Unicef, PFP melakukan sosialisasi pentingnya imunisasi wajib bagi anak-anak di beberapa daerah di Papua. "Pada saat pandemik, ada ketakutan masyarakat lokal di Papua mengenai vaksinasi, sehingga menolak untuk melakukan imunisasi pada anak-anam mereka," ujar Jordy. Sosialisasi ini dilakukan dengan memberikan pemahaman bagaimana dengan imunisasi dasar pada anak akan meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak. Sosialisasi dilakukan menyesuaikan dengan program yang diberikan dari Unicef.

5. Meningkatkan literasi di Pulau Mansinam dengan metode asynchronous learning method

Anak-anak di Pulau Mansinam sedang belajar bersama komunitas Papua Future Project. (dok. Papua Future Project)

Seperti telah disebutkan sebelumnya, untuk kegiatan mengajar sementara lebih banyak difokuskan di Pulau Mansinam. Kegiatan belajar tidak dilakukan di ruang kelas atau di sekolah melainkan dilakukan di sebuah pendopo sebuah gereja yang sering digunakan untuk kegiatan keagamaan. Mereka mendapat dukungan dari ketua gereja setempat untuk menggunakan tempat tersebut dalam kegiatan belajar di Pulau Mansinam. Durasi belajar yang dilakukan kurang lebih selama 2 hingga 3 jam.

Pembelajaran dibagi ke dalam beberapa tingkatan yaitu:

  • Kelas kecil untuk anak-anak paud hingga anak-anak kelas 4, atau anak-anak lain yang belum bisa baca tulis. Pelajaran difokuskan kepada meningkatkan kemampuan baca tulis anak-anak;
  • Kelas menengah untuk anak-anak kelas 5 dan 6 dimana materi belajar sesuai dengan pelajaran di sekolah;
  • kelas besar untuk anak-anak SMP yang akan mempersiapkan masuk ke jenjang SMA. Materi belajar yang diberikan bahasa Inggris dan belajar tentang teknologi.

Materi belajar sendiri diberikan secara berbeda-beda setiap minggunya. Materi menggunakan kurikulum kontekstual dimana tidak menggunakan kurikulum pendidikan yang ada melainkan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak-anak. "Kami tidak menggunakan kurikulum dari pusat karena menurut kami dengan kurikulum kontekstual ini mereka akan lebih cepat memahami materi belajar yang diberikan," terang Jordy.

Hal yang unik adalah penggunaan metode belajar yang mereka sebut dengan nama asynchronous learning method. Metode ini menggabungkan metode pembelajaran online namun dilaksanakan secara offline. "Metode ini kami kembangkan, karena adanya beberapa teman atau sahabat kami di luar Papua yang juga memiliki keinginan untuk berkontribusi atau mengajar di Pulau Mansinam ini. Mereka kami suruh untuk merekam materi belajar, kemudian kami menayangkannya saat proses belajar. Mirip dengan Ruang Guru dan platform belajar online lainnya," tandas Jordy.

Metode ini sangat baik untuk memberikan kesempatan orang-orang yang ingin berkontribusi untuk kemajuan pendidikan di Papua dan juga menambah keragaman materi belajar. Namun, menurut Jordy, kendala yang dihadapi adalah tidak setiap pengajar memiliki laptop untuk memutar materi belajar tersebut.

6. Kendala yang dihadapi oleh PFP

Anak-anak di Pulau Mansinam sedang belajar bersama komunitas Papua Future Project. (dok. Papua Future Project)

Kegiatan yang dilakukan PFP walaupun mendapat dukungan dari warga setempat bukan berarti tanpa kendala. Selain kendala fasilitas pendidikan, profesionalitas guru, dan juga sedikitnya anak muda yang mau diajak untuk mengajar di Papua khususnya di Pulau Mansinam, terdapat kendala sosial terkait adat dan kebiasaan masyarakat Papua dan juga di Pulau Mansinam.

Adat dan kebiasaan yang dimaksud adalah pemahaman masyarakat bahwa anak perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan, karena mereka akan dinikahkan saat beranjak remaja atau dinikahkan dalam usia yang masih sangat dini. Tentunya hal ini tidak hanya buruk bagi perkembangan si anak tapi juga buruk bagi kesehatan anak.

Untuk itu diperlukan sosialisasi dan pemahaman kepada warga yang memiliki anak perempuan. "Caranya, kami melakukan pendekatan kepada keluarga si anak, dan menunjukkan bahwa anak perempuannya memiliki nilai yang bagus saat mengikuti kegiatan belajar. Dengan cara ini, kami harapkan keluarga si anak ini mampu terbuka wawasannya," terang Jordy. Lebih lanjut, Jordy mengungkapkan bahwa ada keunikan tersendiri saat ia melakukan kegiatan bersama PFP ini, dimana anak-anak perempuan di Papua ini memiliki tingkat kepintaran atau kecerdasan di atas anak laki-laki.

Selain itu, keperluan dana untuk menunjang kegiatan PFP juga menjadi kendala dimana kita ketahui bahwa operasional kegiatan di Papua memerlukan biaya tidak sedikit. "Sekali sewa perahu untuk menyeberang ke Pulau Mansinam membutuhkan biaya Rp250 ribu, belum lagi kalau kita membawa peralatan penunjang lainnya,"ungkap Jordy.

Namun, untuk kendala dana ini menurut Jordy masih bisa ditanggulangi karena ada saja pihak-pihak yang melakukan donasi ke komunitas ini dan juga adanya bantuan dana dari Unicef untuk pelaksanaan kegiatan sesuai agenda dari Unicef. Selain itu, ia beruntung bisa mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh Astra Indonesia, karena dana tersebut bisa digunakan untuk menunjang kegiatan PFP ke depannya.

Saat ditanya mengenai dukungan dana dari pemerintah, Jordy mengungkapkan hingga saat ini belum adanya bantuan dana dari pemerintah. "Semoga ke depannya, pihak pemerintah bisa bersinergi bersama PFP terkait dukungan dana sehingga kami bisa lebih banyak lagi menjangkau anak-anak untuk belajar bersama PFP," ungkap Jordy penuh harap.

7. Impian besar dari PFP

Papua Future Project bersama anak-anak di Pulau Mansinam. (dok. Papua Future Project)

Salah satu faktor kesulitan belajar di Pulau Mansinam adalah anak-anak dituntut target pencapaian yang tinggi dari kurikulum nasional yang sama dengan daerah yang pendidikannya sudah maju, sedangkan fasilitas dan ketersediaan sarana pendidikan masih sangat kurang. Untuk itulah Jordy dan PFP memiliki impian besar yang sangat sederhana dimana ia berharap anak-anak di daerah 3T di Papua khususnya di Pulau Mansinam bisa mendapatkan kurikulum khusus yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi di daerah tersebut.

Hal ini tentunya bisa mendapatkan perhatian yang lebih dari guru-guru, dinas-dinas terkait, dan pemerintah terutamanya Kementerian Pendidikan untuk kemajuan pendidikan di daerah 3T di Papua khususnya di Pulau Mansinam. Selain itu, Jordy sendiri memiliki keinginan untuk bisa secara bertahap melebarkan sayap PFP untuk membuka bimbingan belajar gratis di daerah lain. Seperti yang sudah mulai berjalan yaitu di Kampung Inoduas, Manokwari Utara, dimana diketahui daerah ini belum memiliki gedung sekolah sampai saat ini.

Tersenyumlah Indonesia memiliki pemuda-pemuda seperti Jordy yang mau melakukan tugas mulia demi kemajuan pendidikan di Papua khususnya di Pulau Mansinam. Namun, menjadi miris karena kegiatan yang dilakukan oleh Jordy bersama PFP sama sekali belum mendapatkan perhatian dan kerja sama dari pemerintah setempat. "Mungkin karena memang kegiatan yang saya lakukan bersama PFP ini belum terkekspos sehingga belum didengar oleh pemerintah setempat," terang Jordy.

Bagaimana bapak-bapak pejabat, pemerintahan, para menteri, atau bahkan bapak presiden, tidakkah tertarik untuk bekerja sama dengan pemuda-pemuda Papua ini untuk bersama-sama berkolaborasi mengurangi kesenjangan pendidikan di tanah Papua? Semoga kegiatan ini ke depannya bisa mendapatkan dukungan dari pemerintah serta pemangku kebijakan lainnya. Semangat Jordy dan PFP untuk selalu menyinari anak-anak Papua!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ari Budiadnyana
EditorAri Budiadnyana
Follow Us