Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat Dongeng

Meski ada penolakan di awal, Eklin tak lantas menyerah

Indonesia bisa dibilang menjadi salah satu negara paling beruntung. Selain terdiri jutaan pulau indah, Indonesia dipenuhi masyarakat yang beragam pula. Dari Sabang sampai Merauke, kita bisa menemukan beragam suku, etnis, hingga agama. Toleransi pun selalu digaungkan.

Sayangnya, sejarah kelam di Maluku membuat perdamaian cukup sulit tercipta. Pasalnya, setelah konflik kekerasan pada awal reformasi 1999 di Ambon, Maluku, berdampak hingga saat ini. Salah satu pemuda asal Maluku, Eklin Amtor De Fretes, turut merasakannya. Ia bahkan dengan rela turun tangan untuk merajut perdamaian di tanah kelahirannya tersebut.

Konflik yang menimbulkan segregasi, yakni pemisahan diri antara pihak yang bertentangan untuk mengurangi ketegangan, tersebut membuat Eklin nelangsa. Tak lantas diam tanpa adanya aksi, Eklin menggandeng bonekanya, Dodi, untuk kembali menyatukan penduduk Maluku melalui dongeng.

Penerima SATU Indonesia Awards itu menjadi pejuang perdamaian di Maluku. Berbekal boneka dan dongeng, Eklin berkeliling hingga ke pelosok Maluku menyebarkan pesan damai.

1. Segregasi wilayah yang berdampak pada segregasi pemikiran jadi sinyal kuat bagi Eklin untuk bergerak melalui dongeng

Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat DongengEklin Amtor De Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Konflik yang terjadi di Maluku pada 1999 memang sudah berakhir pada 2002. Namun, dampaknya masih terasa hingga kini. Eklin yang memang lahir di Maluku merasa memiliki tanggung jawab untuk mengutuhkan kembali tanah kelahirannya.

Pasalnya, konflik antaragama tersebut sudah menimbulkan segregasi wilayah. Masyarakat bermukim sesuai keyakinan. Serasa ada sekat di antara masyarakat Maluku, sehingga mereka tinggal terpisah dan saling berjauhan. Parahnya, segregasi wilayah itu bisa berdampak pada segregasi pemikiran.

“Orang dewasa sering menceritakan konflik yang dulu kepada anak-anak yang tidak mengalaminya. Cerita tersebut disampaikan berdasarkan satu sisi saja, tidak dari sisi yang berbeda,” ucap pemuda yang akrab disapa Eklin tersebut saat diwawancarai pada Sabtu (16/9/2023).

Berawal dari sanalah Eklin berpikir bahwa perdamaian tidak hanya dibuat untuk anak muda, tetapi juga anak-anak. Jika diselami lebih dalam, anak-anaklah yang terdampak dari adanya segregasi wilayah tersebut. Menurut Eklin, hal itu harus dilawan dengan cerita yang lebih membangun kepribadian anak-anak lebih baik lagi. Tak heran, Eklin pun memilih dongeng sebagai perantaranya.

Pada 2019, Eklin membuat program bernama Rumah Dongeng Damai. Anak-anak di daerah Maluku dapat mendongeng dengan berbagai bahasa, seperti Inggris dan Jerman. Eklin pun turut dibantu oleh tim relawan Jalan Merawat Perdamaian (JMP). Sesuai misinya, program ini dilakukan tanpa memandang agama, siapa saja boleh bergabung.

2. Bagi Eklin, dongeng jadi metode yang tepat untuk menyebarluaskan arti damai dan budi pekerti

Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat DongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Dongeng menjadi metode yang Eklin pilih untuk menyebarluaskan perdamaian di Maluku. Meski terdengar sepele, tetapi dongeng diyakini mampu memberikan nilai-nilai baik dan mempengaruhi perilaku anak-anak. Dongeng mengajarkan anak-anak tanpa menggurui.

Namun, perjalanan Eklin menjadi seorang pendongeng tidaklah selalu mulus. Pasalnya, Eklin sendiri mengaku bukanlah pribadi yang bisa dekat dengan anak-anak. Karena sudah bertekad, Eklin pun mengesampingkan hal tersebut dan bergerak maju.

Merasa butuh “teman” untuk tampil selama mendongeng, Eklin pun memutuskan membeli boneka puppet seharga Rp1 jutaan. Boneka tersebut diberi nama Dodi, akronim dari Dongeng Damai. Eklin dan Dodi pun menjadi duo pendongeng yang tak terpisahkan.

“Saat datang, saya tidak tahu cara menggunakannya seperti apa. Pada akhir Desember 2017, saya mulai belajar melalui YouTube bagaimana cara mendongeng. Bahkan saya belajar teknik ventriloquist, seni berbicara tanpa menggunakan bibir,” kata pemuda yang juga seorang pendeta ini.

Setelah belajar selama 2 minggu, Eklin akhirnya mulai berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, dari pedalaman hingga kota-kota di Maluku. Bagi Eklin, dongeng dapat membangun ikatan yang kuat, seperti kedekatan dengan anak-anak, orangtua dengan anak, dan lainnya.

Baca Juga: Teman Autis, Wadah Edukasi untuk Terwujudnya Indonesia Ramah Autis

3. Eklin sempat harus menelan pengalaman pahit ditolak hingga diusir saat akan mendongeng

Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat DongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)
dm-player

Perjalanan Eklin menyebarkan perdamaian tak lantas langsung mulus dan berhasil. Selain sempat mengalami keterbatasan dana, Eklin juga harus merasakan pahitnya penolakan dari masyarakat setempat.

Pada 1 Januari 2018, Eklin memberanikan diri untuk mendongeng di pedalaman di Pulau Seram, Maluku. Bukannya disambut penuh suka cita, Eklin diusir. Masyarakat setempat berasumsi bahwa Eklin akan melakukan proses kristenisasi melalui mendongeng.

“Saya saat itu seorang calon pendeta, waktu itu belum jadi pendeta, sehingga mereka berasumsi saya melakukan kristenisasi pada anak-anak melalui dongeng,” jelas Eklin.

Pengalaman pahit yang dialami Eklin tak membuatnya lantas menyerah. Keesokan harinya, Eklin menuju daerah perbatasan konflik bernama Saleman dan Horale. Dua daerah tersebut sudah mengalami setidaknya 4 atau 5 kali konflik antaragama. Di sana, Eklin diterima dengan baik dan bisa mendongeng pada anak-anak.

Hal mengharukan bagi Eklin pun terjadi. Anak-anak beragama Islam dan Kristen bisa bertemu di sana. Selama puluhan bahkan belasan tahun anak-anak tersebut tak pernah bertatap muka dan berinteraksi. Melalui dongeng, hal tersebut dapat terwujud.

“Mereka bersatu dengan dongeng. Mereka berpelukan dan tertawa dengan dongeng. Itu menjadi kepuasan tersendiri bagi saya. Itu jadi batu loncatan bagi saya untuk tetap bergerak bagi anak-anak melalui metode mendongeng,” imbuhnya.

Berkat pengalaman menyentuh tersebut, Eklin pun semakin dikenal sebagai pendongeng di Maluku. Posting-an kegiatannya di Facebook mendapat ulasan dan respons baik dari berbagai kalangan. Tak hanya di pedalaman, kegiatan mendongeng Eklin merambah ke rumah ibadah hingga rumah sakit.

4. Eklin memilih jenis cerita fabel saat mendongeng tentang perdamaian untuk anak-anak

Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat DongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Menyampaikan pesan arti damai pada anak-anak memiliki tantangan tersendiri. Eklin pun merasakan demikian. Memutar otak, Eklin pun menemukan “ramuan” terbaik untuk merekatkan anak-anak tanpa memandang agamanya, yakni dongeng jenis cerita fabel.

Dongeng-dongeng yang disampaikan Eklin lebih banyak berjenis fabel, yakni cerita tentang kehidupan para binatang yang bertingkah seperti manusia. Menurutnya, cerita fabel gak hanya disukai oleh anak-anak 8 tahun ke bawah, tetapi juga orang tua.

“Cerita seperti legenda hanya untuk usia tertentu saja. Anak 8 tahun ke bawah masih agak susah untuk cerita seperti itu. Saya lebih memilih cerita fabel yang bisa memberikan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan,” ujar Eklin.

Sepak terjangnya dalam dunia mendongeng juga membuahkan hasil. Eklin berhasil melahirkan sebuah buku pada 2021. Buku berjudul Mari Belajar Mendongeng Kisah-Kisah Damai itu berisi tips mendongeng, mengubah suara, hingga bagaimana menulis dongeng.

Melalui buku tersebut, Eklin menulis dongeng karangannya sendiri sesuai pengalaman hidup dan nilai-nilai yang ingin ia tuangkan. Spesialnya, banyak dongeng yang dibuat berdasarkan daerah yang pernah disinggahinya. Sentuhan personal diberikan oleh Eklin ke dalam bukunya.

5. “Damai itu dimulai dari diri sendiri,” kata Eklin

Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat DongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Terhitung sudah 6 tahun Eklin menjalankan misi mendongengnya demi tercipta kedamaian di tanah kelahirannya, Maluku. Ketika ditanya sampai kapan akan melakukan tugas mulia tersebut, Eklin menjawab tidak tahu. Ia pun mengaku butuh bantuan banyak orang untuk mewujudkan misinya.

”Saya jalankan saja, ini pun belum teratasi apa yang saya impikan sejak awal, yakni saya ingin melihat anak-anak di Maluku tidak memiliki prasangka buruk terhadap saudaranya yang berbeda agama atau daerah,” jelasnya.

Eklin juga berpesan pada anak-anak Indonesia untuk selalu menjaga perdamaian. Bukannya menyuruh melakukan hal besar, Eklin meminta semua orang untuk melihat ke dirinya sendiri terlebih dahulu. Baginya, damai itu dimulai dari diri sendiri. Berharap kedamaian tumbuh harmonis, tetapi belum bisa berdamai dengan diri sendiri, maka tujuan tersebut tak akan tercapai.

Menciptakan lingkungan yang menjunjung tinggi perdamaian bukanlah hal mudah. Menurut Eklin, mulailah ciptakan damai dari diri sendiri, supaya kedamaian tersebut terpancar di sekitar kita. Gak perlu khawatir damai bisa dirasakan oleh orang lain, katanya.

Hidup dalam kedamaian tentu menjadi impian banyak orang, termasuk Eklin Amtor de Fretes. Pemuda asal Maluku yang menerima penghargaan SATU Indonesia Awards itu bertekad menghilangkan sekat pada saudaranya di Maluku pasca konflik tahun 1999. Melalui dongeng, Eklin berjuang mengembalikan rasa damai yang pernah ia rasakan dulu di tanah kelahirannya.

Baca Juga: Bukan Desa Penuh Misteri, Desa Menari Tanon justru Beri Inspirasi

Kaluna Niskala Photo Writer Kaluna Niskala

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya