Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
menggunakan medsos
ilustrasi menggunakan medsos (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Terungkapnya skandal asmara atau kesalahan fatal dapat merusak personal branding yang telah dibangun bertahun-tahun.

  • Bikin unggahan negatif tentang kompetitor akan membuat strategi personal branding terlihat tidak percaya diri dalam bersaing.

  • Kasih like dan komentar di unggahan akun lain yang dianggap gak pas dapat mempengaruhi citra personal branding secara negatif.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Membangun personal branding melalui media sosial cukup efektif dan murah. Meski beberapa orang mulai meninggalkan medsos karena makin riuh, penggunanya masih banyak. Ada pengguna yang aktif bikin unggahan.

Ada pula pengguna pasif yang sekadar melihat postingan orang lain. Namun, membentuk citra diri yang bertahan lama di benak orang-orang bukan hal mudah. Di awal dirimu mesti bersabar sampai mendapatkan perhatian dari para pengguna media sosial.

Tak kalah berat, setelah kamu dikenal dengan label tertentu juga harus bisa menjaganya. Jangan sampai dirimu melakukan lima kesalahan yang merusak personal branding di media sosial. Baik akunmu dikelola sendiri atau pakai jasa admin media sosial tetaplah ekstra hati-hati.

1. Terungkapnya skandal asmara atau kesalahan yang fatal

ilustrasi membuka medsos (pexels.com/Los Muertos Crew)

Semoga ini belum pernah terjadi padamu. Akan tetapi, kamu mungkin sudah pernah menyaksikan sendiri citra positif pesohor dalam maupun luar negeri ambyar gara-gara skandal asmaranya terkuak. Misalnya, perselingkuhan atau kasus pelecehan seksual.

Personal branding yang dibangun bertahun-tahun dengan menyeleksi unggahan sangat ketat juga bisa hancur oleh kesalahan fatal. Contohnya, pejabat yang kerap membagikan sisi kedermawanannya ternyata ketahuan melakukan korupsi. Rasa kagum warganet sontak berubah menjadi kecaman.

Bahkan mereka curiga kalau-kalau selama ini dana buat berbagi diambil dari hasil korupsi. Ini sebabnya personal branding tidak sama dengan menciptakan tipuan visual di medsos. Apa yang dicitrakan harus sama dengan aslimu.

2. Bikin unggahan negatif tentang kompetitor

ilustrasi membuka medsos (pexels.com/Bruno Cervera)

Ini termasuk dalam iklan atau kampanye gelap. Memang kamu atau timmu harus kreatif membuat konten untuk memperkuat personal branding yang diinginkan. Namun, menjelek-jelekkan kompetitor demi meninggikan diri sendiri sama dengan licik.

Sekarang warganet sangat kritis dengan hal-hal seperti ini. Kamu bukannya akan mendapatkan simpati mereka malah dicibir. Seolah-olah pesaing terlalu sulit dikalahkan secara sportif olehmu. Dirimu sampai memilih cara kotor dengan bikin unggahan negatif tentangnya.

Strategimu tampak sebagai rasa gak percaya diri dalam bersaing. Kalau kamu atau tim lagi buntu, mending tidak mengunggah apa pun daripada bikin konten yang menyudutkan lawan. Bangun personal branding-mu tanpa menjatuhkan siapa-siapa.

3. Kasih like dan komentar di unggahan akun lain yang dianggap gak pas

ilustrasi menggunakan media sosial (pexels.com/Anna Shvets)

Ketika kamu sudah bertekad membangun personal branding di media sosial, dirimu memang tidak bisa lagi sembarangan. Setiap komentar dan tanda like darimu di unggahan akun lain akan diperhatikan warganet. Apalagi kalau akun dan unggahan tersebut dinilai kurang baik.

Contohnya, kamu meninggalkan tanda love di unggahan influencer yang suka berpakaian minim. Apa pun maksudmu di balik pemberian tanda tersebut, banyak orang dapat berpikir buruk tentangmu. Seperti dirimu ternyata suka dengan konten-konten seksi begitu.

Bahkan jika influencer tersebut teman lamamu dan kamu hanya bermaksud menyapa, penilaian orang dapat berbeda. Demikian pula apabila akunmu dikelola oleh admin. Wanti-wanti dia supaya tak mengomentari, kasih like, atau repost unggahan apa pun dari akun lain.

4. Menanggapi kritik atau masukan dengan buruk

ilustrasi melihat medsos (pexels.com/Vlada Karpovich)

Sebagai pengguna media sosial sebenarnya kamu bisa saja mematikan kolom komentar. Itu hakmu dan mungkin penting untuk membuatmu merasa lebih tenang mengunggah apa pun. Akan tetapi, mematikan komentar sangat buruk buat membangun personal branding.

Dirimu bakal terkesan tidak ramah, tak membutuhkan orang lain, dan arogan. Namun, butuh kesiapan mental buatmu menghadapi berbagai komentar. Tidak semua orang kasih komentar positif.

Seiring jangkauan kontenmu tambah luas, pengikutmu makin banyak, pesaingmu juga gak sedikit pasti ada kritik pedas. Bila dirimu tak mampu menahan kekesalan lalu membalasnya dengan ketus malah citra dirimu yang rusak. Begitu pula dengan berbagai saran yang masuk.

Kamu harus dapat melihat semuanya dari sisi positif. Supaya responsmu juga baik. Masih mending dirimu tidak membalas setiap komentar daripada lepas kontrol dan bersikap gak bijak.

5. Lama-lama lebih banyak konten yang tak sejalan dengan branding-mu

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Sergey Platonov)

Selama kamu masih memakai akun dengan nama pribadi, tentu boleh-boleh saja mengunggah hal-hal di luar citra utama yang ingin dibangun. Misalnya, dirimu ingin dikenal sebagai pengusaha muda yang aktif memajukan UMKM. Kamu tidak harus setiap hari cuma upload dunia UMKM.

Sesekali dirimu juga dapat membagikan momen bersama keluarga atau caramu me time. Beda dengan bila kamu memakai nama perusahaan sebagai nama akun. Kehidupan pribadimu jangan sampai diunggah di sana.

Namun, tetap ingat bahwa porsi unggahan di luar fokus personal branding mesti sesedikit mungkin. Bila unggahanmu terlalu campur aduk, orang kehilangan ketertarikan pada sosokmu. Mereka mengikutimu awalnya karena personal branding yang diciptakan olehmu. Kalau ini terus melemah dan digantikan postingan-postingan yang tak relevan bikin mereka malas.

Media sosial dapat dipakai untuk mengiklankan diri dan usahamu secara luas. Namun, merawat personal branding tidak lebih mudah daripada membentuknya di awal. Bersikaplah hati-hati dan hindari kesalahan yang merusak personal branding di media sosial supaya citra diri yang dibangun gak rusak karena keteledoran.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team