Kronologi Peristiwa Sumpah Pemuda Singkat, Kenang Jasanya!

- Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah penting bagi bangsa Indonesia
- Perjuangan dimulai pada awal abad ke-20 dengan berbagai organisasi pemuda yang bersatu dalam semangat kebangsaan
- Kongres Pemuda II pada 1928 melahirkan ikrar Sumpah Pemuda sebagai simbol perjuangan kemerdekaan
Untuk memahami secara mendalam bagaimana Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah yang begitu penting bagi bangsa Indonesia, kita perlu menelusuri kronologi peristiwa Sumpah Pemuda dari awal hingga akhirnya pada 28 Oktober 1928. Pasalnya, peristiwa ini tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses panjang yang melibatkan berbagai organisasi pemuda dari berbagai daerah.
Mereka bersatu dalam semangat kebangsaan, membahas isu-isu penting tentang persatuan, bahasa, dan identitas nasional, yang puncaknya adalah ikrar Sumpah Pemuda. Momen ini pun menjadi simbol kuat kebangkitan pemuda Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan.
Dilansir buku "Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional" (2008) oleh Momon Abdul Rahman Dkk, berikut kronologi peristiwa Sumpah Pemuda untuk mengenang jasa para pemuda Indonesia kala itu.
1. Latar Belakang: Kebangkitan Nasional (1908-1928)

Perjuangan untuk kebangkitan nasional Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Saat itu, masyarakat Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda yang berlangsung selama lebih dari tiga abad. Kesadaran akan pentingnya persatuan dan perjuangan melawan kolonialisme mulai muncul, terutama di kalangan pemuda.
Pada tahun 1908, Budi Utomo didirikan sebagai organisasi pertama yang memperjuangkan pendidikan dan peningkatan status sosial masyarakat Indonesia. Meskipun fokus utamanya adalah pada bidang pendidikan, Budi Utomo menjadi inspirasi bagi lahirnya berbagai organisasi lain, seperti Sarekat Islam (1911) dan Perhimpunan Indonesia (1927). Organisasi-organisasi ini berfungsi sebagai wadah bagi pemuda untuk berorganisasi, mendiskusikan isu-isu sosial, dan memperjuangkan hak-hak mereka.
2. Munculnya Organisasi Pemuda

Selama tahun 1920-an, berbagai organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Sumatra, dan Jong Celebes mulai muncul. Setiap organisasi ini mengusung semangat kebangsaan dan regionalisme. Namun, meskipun memiliki tujuan yang sama, komunikasi dan kerja sama antar organisasi masih terbatas, sehingga persatuan di antara mereka belum sepenuhnya terwujud.
Dalam konteks inilah muncul kebutuhan untuk bersatu dalam satu gerakan yang lebih besar. Kesadaran akan pentingnya kolaborasi tersebut mengarah pada penyelenggaraan kongres pemuda yang menjadi titik awal untuk menyatukan suara dan aspirasi pemuda Indonesia.
3. Kongres Pemuda I (1926)

Kongres Pemuda I diadakan pada tahun 1926 di Batavia (Jakarta). Meskipun belum mencapai kesepakatan yang kuat, kongres ini menjadi langkah awal bagi pemuda untuk merumuskan ide dan visi bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan. Kongres ini dihadiri oleh wakil-wakil dari berbagai organisasi pemuda dan menjadi forum untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh generasi muda saat itu.
Kongres Pemuda I yang berlangsung pada 30 April - 2 Mei 1926 pun menghasilkan kesepakatan di kalangan pemuda mengenai pentingnya persatuan untuk melawan penjajahan Belanda. Kongres tersebut berhasil menyatukan pandangan dari berbagai perwakilan organisasi pemuda, dengan kesadaran bahwa bahasa merupakan elemen kunci untuk mempersatukan bangsa Indonesia.
Dalam kongres ini, Muhammad Yamin mengajukan usulan penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Namun, mayoritas peserta akhirnya sepakat untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia, dengan bahasa-bahasa daerah lainnya berperan dalam memperkaya bahasa persatuan tersebut. Meskipun belum menghasilkan kesepakatan yang solid, kongres ini menunjukkan adanya kesadaran di kalangan pemuda untuk bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan.
4. Pertemuan 15 Agustus 1926

Pada 15 Agustus 1926, diadakan pertemuan yang melibatkan berbagai organisasi pemuda dan Komite Kongres Pemuda I. Dalam pertemuan ini, muncul gagasan untuk membentuk suatu badan yang dapat menyatukan organisasi-organisasi pemuda, yang kemudian dinamakan Jong Indonesia. Anggaran dasar Jong Indonesia disahkan pada 30 Agustus 1926.
Namun, menurut catatan Marwati Djoened Poesponegoro dalam Sejarah Nasional Indonesia Edisi V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Indonesia (2008), perhimpunan tersebut tidak berjalan sesuai harapan. Oleh karena itu, Algemene Studie Club di Bandung membentuk perhimpunan serupa pada 20 Februari 1927, dengan nama yang sama, Jong Indonesia. Bedanya, perhimpunan baru ini didirikan oleh para pelajar di Bandung dan kelak berubah nama menjadi Pemoeda Indonesia.
Organisasi ini awalnya dipimpin oleh Soegiono sebagai ketua, dengan Semawi sebagai wakil ketua, Moeljadi sebagai sekretaris, dan Soepangkat sebagai bendahara. Mereka aktif berdiskusi dengan tokoh-tokoh dari Algemene Studie Club, seperti Mr. Sartono, Mr. Soenario, dan Mr. Boediono.
Pada bulan yang sama, tepatnya September 1926, terbentuk pula organisasi pelajar bernama Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI), yang melanjutkan gagasan untuk menyatukan berbagai organisasi pemuda melalui kongres pemuda berikutnya.
5. Kongres Pemuda II (1928)

Dibutuhkan waktu dua tahun untuk membangun komunikasi yang solid antara berbagai organisasi pemuda dan pelajar sebelum ide Kongres Pemuda II benar-benar terbentuk. Diadakan pada 27-28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II merupakan pertemuan yang sangat penting. Di sini, para aktivis dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) menjadi inisiator utama pentingnya penggabungan organisasi-organisasi pemuda melalui penyelenggaraan Kongres Pemuda II.
PPPI kemudian menginisiasi pertemuan pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928, yang melibatkan perwakilan dari beberapa organisasi pemuda. Pertemuan tersebut berlangsung di gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106, Weltevreden (Jakarta), dan menghasilkan kesepakatan mengenai waktu, tempat, serta sumber dana kongres yang didapat dari kontribusi tujuh organisasi peserta.
Selain itu, panitia Kongres Pemuda II dibentuk dengan susunan sebagai berikut:
- Ketua: Soegondo Djojopoespito (PPPI)
- Wakil Ketua: R. M. Djoko Marsaid (Jong Java)
- Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
- Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
- Pembantu I: Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
- Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
- Pembantu III: R. C. L. Senduk (Jong Celebes)
- Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
- Pembantu V: Mohamad Rocjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi).
Panitia ini merencanakan Kongres Pemuda II untuk dilaksanakan selama satu hari dua malam pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Atas usulan PPPI, kongres diselenggarakan di tiga lokasi berbeda, masing-masing digunakan untuk tiga sesi sidang dalam kongres tersebut.
6. Sidang pertama Kongres Pemuda II (27 Oktober 1928)

Sidang pertama dimulai pada sore hari, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein, Jakarta, dengan fokus utama pada membangun kesadaran tentang pentingnya persatuan nasional di kalangan pemuda Indonesia. Berikut beberapa hal yang dibahas dalam sidang pertama Kongres Pemuda II:
- Pembukaan oleh Soegondo Djojopoespito, Ketua Kongres Pemuda II, yang menegaskan tujuan kongres untuk menyatukan seluruh organisasi pemuda di Indonesia.
Sumpah setia terhadap persatuan bangsa disampaikan oleh para pemimpin organisasi pemuda yang hadir. - Pidato oleh Muhammad Yamin tentang pentingnya persatuan dalam konteks bangsa yang terdiri dari berbagai suku dan latar belakang. Yamin menekankan, bahwa sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan untuk bersatu adalah unsur-unsur yang dapat mempererat persatuan bangsa.
- Perdebatan mengenai konsep bahasa persatuan dimulai, di mana Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang kelak disepakati sebagai Bahasa Indonesia.
7. Sidang kedua (28 Oktober 1928, pagi hari)

Sidang kedua berlangsung di Gedung Oost-Java Bioscoop, melanjutkan diskusi tentang persatuan dan masa depan bangsa Indonesia. Pada sidang ini, diskusi lebih mendalam berfokus pada pemikiran strategis untuk mencapai kemerdekaan.
Berlangsung selama pukul 08.00-12.00, sidang kedua ini berfokus membahas upaya memajukan pendidikan di Indonesia (Hindia Belanda). Salah seorang pembicara yang semula akan hadir ialah Ki Hajar Dewantara, tapi pendiri Taman Siswa itu batal datang.
- Pidato oleh Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro yang menekankan, bahwa pendidikan harus memerdekakan dan mengembangkan jiwa kebangsaan pemuda. Di sesi pidatonya, mereka mengkritik pendidikan kala itu sebab lebih cenderung menakut-nakuti anak dan menganjurkan pendidikan demokratis yang mendorong anak merdeka
- Pidato oleh Abdoellah Sigit menekankan pentingnya budaya membaca, organisasi, dan semangat kebangsaan untuk mendukung pendidikan di sekolah. Dia pun mengkritik kultur masyarakat yang masih membedakan derajat laki-laki dan perempuan.
Sejumlah gagasan tentang pendidikan dalam sidang kedua menunjukkan kemajuan berpikir para pemuda Indonesia kala itu. Di antara mereka, termasuk beberapa peserta perempuan, salah satunya yakni Siti Soendari dan Poernamawoelan.
8. Sidang Ketiga (28 Oktober 1928, sore hari)

Sidang ketiga merupakan puncak dari Kongres Pemuda II. Pada sidang yang berlangsung di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106, Jakarta, lahirlah sebuah ikrar yang akan menjadi dasar persatuan nasional, yaitu Sumpah Pemuda.
- Sidang dimulai dengan pidato Ramelan dari Sarekat Islam mengenai gerakan kepanduan, diikuti pembicara lain yang fokus pada isu nasionalisme dan persatuan. Mr. Sartono dan Mr. Soenario menyampaikan pentingnya semangat kebangsaan dan persatuan Indonesia.
- Pada jeda tengah sidang, Wage Rudolf Soepratman mendekati ketua kongres, Soegondo Djojopoespito, untuk meminta izin memperdengarkan lagu yang baru saja ia ciptakan, "Indonesia Raya". Soepratman membawa kertas berisi notasi dan lirik lagu tersebut. Setelah berdiskusi, panitia mengizinkan Soepratman memainkan lagunya, namun karena tekanan dari aparat kolonial Belanda yang memantau acara, lagu tersebut hanya diperbolehkan dimainkan secara instrumental menggunakan biola, tanpa menyertakan liriknya.
- Menjelang akhir kongres, sebelum pembacaan hasil keputusan, Soepratman memainkan "Indonesia Raya" di hadapan peserta kongres. Kongres ditutup dengan pembacaan keputusan dan ikrar Sumpah Pemuda.
Itu dia kronologi lahirnya Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober 1928. Dari kronologi di atas, lahirlah ikrar Sumpah Pemuda itulah yang kemudian dijadikan pedoman menumbuhkan cinta tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.