Berpangku pada surat An-Nisa ayat 149 yang berbunyi, “Jika kamu melahirkan suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain). Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” Dan juga di dalam surat Asy-Syuura ayat 43 bahwasannya, “Barang siapa yang sabar dan mengampuni, itulah kebajikan yang paling utama.”
Kejahatan memang secara logika pantasnya dibalas dengan kejahatan pula, akan tetapi memaafkannya merupakan perbuatan yang sangat mulia. Tak usahlah kita membalasnya, biar Allah SWT kelak nanti yang akan memberikan pelajaran padanya. Hal ini tak lain dilakukan, agar hati kita terasa lapang dan senantiasa merasa damai.
Mengutip buku “Dakwah Cerdas: Ramadhan, Idul Fitri, Walimatul Hajj dan Idul Adha” karangan Dra. Udji Asiyah, M.Si disebutkan: Suatu ketika, Abu Bakar pernah dicaci maki oleh seseorang, awalnya beliau diam saja, namun karena terlalu begitu keterlaluan Abu Bakar membalas ucapan orang tersebut. Rasulullah langsung pergi meninggalkan Abu Bakar, beliau merasa kaget, lalu mengejar Nabi Muhammad dan bertanya, “Mengapa pergi ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Bila kamu diam atas cacian orang, maka malaikatlah yang akan menjawabnya. Tetapi waktu itu kamu menjawabnya, maka setanlah yang telah melakukannya.”
Rasullulah melanjutkannya tausiahnya lagi, “Ada tiga hal yang sifatnya pasti: (1) orang teraniaya, akan dimuliakan oleh Allah, (2) yang memberi, akan ditambah pemilikannya oleh Allah, dan (3) orang yang mencoba meminta untuk memperoleh lebih banyak, maka yang ada padanya akan dikurangi oleh Allah.”
Dengan adanya momentum hari raya ini, semoga kita kembali kepada fitrah dan menang melawan hawa nafsu. Sungguh, ampunan dan rahmat-Nya begitu luas untuk para hambanya sekalian.
Sebagai penutup dari artikel ini, ada pepatah Arab yang patut menjadi renungan kita bersama, yaitu: “Hari raya bukan milik orang yang berpakaian baru, akan tetapi hari raya adalah milik orang yang ketakwaannya bertambah dan kian jauh dari kemaksiatan.”
Semoga menjadi pelajaran untuk kita semua, ya!