Ilustrasi pasangan suami istri (pexels.com/Pavel Danilyuk)
Jika ditinjau dari sisi tasawuf, ada banyak riwayat yang tidak menganjurkan hubungan suami istri pada malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bukan. Tak terkecuali malam-malam bulan Suro atau bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Hal ini dikemukakan kitab Qurrotul 'Uyun, Fathul Izar, dan dalam kitab Ihya':
"Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya, yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan', dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut." (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya 'Ulumiddin, Juz. 6 h. 175)
Namun demikian, larangan ini hanya sampai pada makruh, tidak pada haram. Pada kitab Qutul Qulub, disebutkan makruh berhubungan awal malam:
"Makruh jimak di awal malam lalu ia tidur dalam keadaan tidak suci, sesungguhnya roh itu naik ke arasy, maka siapa di antara roh-roh itu yang suci tidak sedang junub dia diizinkan sujud di arasy, sementara roh yang sedang berjunub itu tidak diizinkan ke arasy." (Abi Thalib al-Makki, Qutul Qulub, Juz. 2, h. 424)
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat pendapat yang menyebutkan makruh berhubungan suami istri pada malam 1 Suro. Sedangkan pada malam-malam lain di bulan Suro, hal itu tidak ada larangan sama sekali selama kondisi istri tidak dalam keadaan haid atau nifas.