Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi dua orang wanita mengobrol (Pexels.com/Pavel Danilyuk)
Ilustrasi dua orang wanita mengobrol (Pexels.com/Pavel Danilyuk)

Intinya sih...

  • Menghindari salah paham yang gak perlu Paraphrasing membantu memastikan pesan yang diterima sesuai dengan maksud lawan bicara, mengurangi konflik tiba-tiba akibat miskomunikasi.

  • Membangun rasa dimengerti dan dihargai dengan menyampaikan ulang maksud orang lain secara akurat, menunjukkan kepedulian dan effort dalam komunikasi.

  • Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, melatih otak untuk mencerna, memilah, dan menyusun ulang informasi.

Kamu mungkin sering merasa sudah menjelaskan sesuatu dengan jelas, tapi tetap saja lawan bicaramu salah paham. Atau sebaliknya, kamu mendengarkan seseorang berbicara panjang lebar, tapi belum yakin maksud sebenarnya. Di sinilah paraphrasing masuk sebagai jurus komunikasi yang sering diremehkan, padahal efeknya bisa selevel game changer.

Paraphrasing bukan cuma sekadar ‘mengulang dengan kata lain’, tapi soal memastikan pesan yang diterima dan disampaikan benar-benar sinkron. Penasaran kenapa ini penting banget, terutama buat kamu yang ingin jadi komunikator andal di hubungan personal maupun profesional? Baca terus.

1. Menghindari salah paham yang gak perlu

Ilustrasi berkomunikasi (Pexels.com/Henri Mathieu-Saint-Laurent)

Paraphrasing membantu kamu memastikan bahwa pesan yang kamu terima benar-benar sesuai dengan maksud lawan bicara. Dengan mengulang kembali inti pembicaraan dalam versimu sendiri, kamu memberi ruang konfirmasi dan validasi. Ini seperti ‘double check’ dalam komunikasi yang memperkuat akurasi, apalagi di situasi sensitif.

Buat kamu yang sering merasa konflik muncul "tiba-tiba", padahal merasa tidak ada masalah—kemungkinan ada miskomunikasi yang bisa dihindari lewat paraphrasing. Ini bukan soal menyederhanakan kata orang, tapi menunjukkan bahwa kamu mendengar aktif, berpikir kritis, dan cukup peduli untuk memahami secara utuh.

2. Membangun rasa dimengerti dan dihargai

Ilustrasi mengobrol (Pexels.com/SHVETS Production)

Ketika kamu memparafrasekan apa yang orang lain katakan, kamu sebenarnya sedang mengatakan: “Aku benar-benar dengar kamu.” Hal sesimpel ini bisa bikin orang merasa dihargai, dipahami, dan tidak diabaikan. Komunikasi bukan hanya tentang informasi, tapi juga tentang koneksi emosional.

Apalagi di era serba cepat, di mana banyak orang cuma ingin didengar, bukan sekadar dinasihati. Paraphrasing bisa menjadi bentuk empati konkret yang lebih kuat dari sekadar, “Iya, aku ngerti.” Karena dengan menyampaikan ulang maksud orang lain secara akurat, kamu memperlihatkan kepedulian dan effort, bukan cuma reaksi kosong.

3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis

Ilustrasi berkomunikasi (Pexels.com/August de Richelieu)

Paraphrasing secara tidak langsung melatih otak untuk mencerna, memilah, dan menyusun ulang informasi. Ini bukan kemampuan remeh. Dalam dunia yang penuh informasi bias, multitafsir, dan noise, kemampuan menganalisis makna di balik kata adalah kekuatan.

Kamu jadi lebih peka membedakan mana pesan eksplisit dan mana yang implisit. Ini penting saat kamu menghadapi diskusi kompleks, membaca konteks non-verbal, atau sekadar ingin menjadi lebih jeli dalam mengambil keputusan. Paraphrasing mengasah otakmu untuk berpikir sebelum merespons—hal yang sangat underrated tapi sangat strategis.

4. Menguatkan posisi dalam negosiasi dan diskusi

Ilustrasi diskusi (Pexel.com/William Fortunato)

Dalam situasi debat, negosiasi, atau kompromi, paraphrasing bisa menjadi senjata untuk menunjukkan bahwa kamu paham posisi lawan bicara—bahkan saat kamu tidak setuju. Ini bisa menurunkan tensi, memperhalus argumen, dan membuka jalan untuk solusi yang lebih rasional dan kolaboratif.

Kamu juga bisa mencegah eskalasi konflik hanya dengan berkata, “Jadi, kalau aku tangkap dengan benar, kamu merasa X karena Y, ya?” Ini menghindarkanmu dari asumsi, mempercepat klarifikasi, dan memberi sinyal bahwa kamu bermain fair. Dan dalam dunia dewasa, yang menang bukan yang paling keras, tapi yang paling cerdas menyampaikan maksud.

5. Melatih self-awareness dan kontrol diri

Ilustrasi wanita sedang berbicara (Pexels.com/SHVETS Production)

Paraphrasing bukan hanya alat untuk memahami orang lain, tapi juga cermin untuk memahami dirimu sendiri. Ketika kamu terbiasa mengulang dan menyusun ulang pesan, kamu jadi lebih sadar akan pilihan kata, intonasi, bahkan emosi yang kamu bawa saat berbicara.

Ini penting karena banyak konflik muncul bukan dari apa yang dikatakan, tapi dari cara menyampaikannya. Dengan kebiasaan parafrase, kamu belajar menahan impuls, memilih diksi yang tepat, dan menyampaikan hal sulit tanpa menyakiti. Kamu jadi punya kendali yang lebih besar atas komunikasimu—dan itu kualitas leadership yang sebenarnya.

Komunikasi bukan sekadar soal bicara, tapi tentang cara berpikir. Paraphrasing mengajak kamu untuk berhenti otomatis, dan mulai sadar dalam merespons. Ini bukan sekadar teknik komunikasi, tapi kebiasaan berpikir yang reflektif, aktif, dan penuh kesadaran. Di dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, kemampuan ini bisa jadi pembeda antara orang yang sekadar berbicara dan orang yang benar-benar didengar. Mulailah dari satu hal kecil: Dengarkan, cerna, lalu jawab. Itu langkah pertama menuju komunikasi yang lebih dewasa dan berdampak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian