Di sebuah gang kecil di Yogyakarta, aroma masakan rumahan bercampur notifikasi pesan masuk, "Titip belanja, ya, Mbak," tulis seseorang di grup Yuk Tukoni. Bukan sekadar transaksi, tapi ini percakapan antarwarga yang saling percaya. Mereka menghidupkan lagi semangat gotong royong pada era digital.
Mie Ayam Tumini, namanya. Usaha kecil ini terengah-engah mengusahakan jualannya setelah badai pandemik melanda. Awal 2020 memang jadi tantangan sekaligus cobaan bertubi-tubi bagi siapa saja, tak terkecuali pemilik usaha kecil di kampung. Mereka mungkin belum pernah tahu apa itu pencitraan merek (branding), pengemasan, apalagi mengubah makanan sehari-hari menjadi bentuk makanan beku. Dari yang terseok merintih hampir habis dimakan kondisi, Mie Ayam Tumini bisa menjual 100–200 porsi sehari lewat Yuk Tukoni.
