Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Pengetahuan tentang UMR jangan jadi patokan minta uang saku

  • Kerja bukan minta, orangtua harus mempertimbangkan berbagai kebutuhanmu

  • Banyak kebutuhanmu masih ditanggung orangtua, gak pakai uang saku

Informasi seputar UMR mudah diperoleh melalui internet. Bahkan UMR juga kerap menjadi topik obrolan dan bahan konten di media sosial. Kamu yang belum bekerja menjadi tahu besaran upah minimum di daerahmu.

Namun, pengetahuan ini jangan dijadikan patokan buat minta uang saku ke orangtua. Uang saku untukmu yang masih sekolah atau kuliah tidak sama dengan gaji pekerja. Orangtua dapat sangat terbebani bila permintaan uang sakumu setinggi itu.

Gak usah takut dirimu tak bakal bisa hidup bila hanya memperoleh uang saku setengahnya atau lebih kecil lagi. Sadari betul kemampuan orangtua. Jangan hanya memperturutkan keinginanmu sebagai anak muda yang pasti bermacam-macam. Baca baik-baik uraian berikut supaya kamu lebih paham mengapa sebaiknya tidak minta uang saku setara UMR.

1. Pendapatan orangtuamu mungkin juga setara UMR

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Kalau kamu sudah tahu UMR di daerahmu, bukan tak mungkin itulah besaran penghasilan orangtuamu. Terutama jika posisi orangtua dalam pekerjaannya gak terlalu bagus. Malah pendapatannya dapat di bawah UMR.

Kalaupun penghasilannya di atas UMR, barangkali cuma selisih sedikit. Jika permintaanmu akan uang saku bulanan saja setara UMR, lalu bagaimana anggota keluarga yang lain hendak menyambung hidup? Bahkan kamu masih punya adik atau kakak yang butuh biaya.

Andai pun dirimu anak tunggal, kedua orangtua juga butuh makan. Belum lagi membayar berbagai tagihan. Bagimu mungkin enteng saja menyebut angka 2 juta rupiah sesuai UMR. Akan tetapi, orangtua sampai sesak napas mendengarnya.

2. Kalau ingin uang saku lebih banyak, kerja bukan minta

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Seperti disinggung dalam pembuka artikel. Uang saku lain dengan gaji. Kamu tidak mengeluarkan usaha apa pun buat memperoleh uang saku bulanan. Cukup dirimu meminta atau orangtua langsung memberikannya.

Sementara itu, orang harus bekerja keras penuh dedikasi untuk mendapatkan upah. Seperti orangtuamu yang hari liburnya amat terbatas. Jam kerjanya panjang. Kadang juga mereka dimarahi atasan bila melakukan kesalahan.

Kamu yang gak ngapa-ngapain tak pantas tahu-tahu minta uang saku sebanyak itu. Serahkan saja pada perhitungan orangtua. Mereka juga pasti mempertimbangkan berbagai kebutuhanmu. Dirimu boleh protes sedikit kalau nominalnya terlalu kecil dan berikan alasan yang jelas. Akan tetapi, jangan menodong besaran tertentu.

3. Banyak kebutuhanmu masih ditanggung orangtua, gak pakai uang saku

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/何 夏)

Bahkan seandainya kamu indekos; uang saku mungkin cuma dipakai buat beli makan, jajan, galon air, dan kelontong. Biaya di luar itu seperti bayar kos-kosan, servis serta bahan bakar kendaraan, dan sebagainya masih ditanggung orangtua. Kamu sakit di rantau pun tinggal minta ditransfer lagi buat berobat.

Demikian pula ketika ada kegiatan kampus yang butuh dana di luar uang semester. Orangtua yang membayarnya. Apalagi biaya kos-kosanmu. Sedang saban kamu hendak ganti gawai pun masih disokong oleh orangtua.

Ini sebabnya, uang saku yang tak sebesar UMR pun seharusnya cukup. Lain halnya dengan pekerja yang gajinya digunakan buat memenuhi seluruh kebutuhan. Tidak usah bersikap rewel dan banyak permintaan.

4. Paling uang sakumu bakal habis buat bersenang-senang

ilustrasi sepasang anak muda (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Makin enteng kamu menyebutkan nominal uang saku yang tinggi, makin kecil kemungkinan dirimu pandai mengatur keuangan. Sebanyak apa pun uang saku pemberian orangtua barangkali ludes juga. Pun habisnya untuk hal-hal yang minim manfaat.

Kamu tak mengambil kursus, menabung, apalagi berinvestasi atau buka usaha. Uang saku berjumlah besar yang gampang didapatkan hanya digunakan untuk jajan dan berpacaran. Atau, menonton konser serta bioskop.

Orangtua mengumpulkan setiap rupiahnya dengan kerja keras. Namun, kamu membuangnya tanpa pikir panjang. Bersenang-senang tidak dilarang. Akan tetapi, ingat uang siapa yang digunakan? Selama kamu belum menghasilkan uang sendiri, tahan sebanyak mungkin keinginan.

5. Selepas lulus kamu jadi terlalu pemilih soal pekerjaan

ilustrasi wisuda (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Saat ini mencari pekerjaan makin gak gampang. Lapangan kerja terbatas. Sainganmu melimpah. Ditambah sikapmu yang terlalu pemilih, pekerjaan makin sulit diperoleh. Penyebabnya, kamu terbiasa mendapatkan uang saku setara UMR.

Ketika dirimu mengikuti wawancara kerja, permintaanmu akan gaji pun melampaui UMR. Bukan cuma selisih 100 atau 200 ratus ribu rupiah. Kamu malah dapat mematok gaji 2 sampai 3 kali lipat dari UMR. Padahal, dirimu belum punya pengalaman kerja atau skill yang istimewa.

Upah murah memang perlu dilawan. Namun, tawaran gaji setara UMR untuk lulusan baru sepertimu juga sudah bagus. Jangan sampai kamu memilih menganggur daripada digaji setara upah minimum.

6. Kalaupun mau bekerja apa saja, gaji gak pernah cukup

ilustrasi anak muda (pexels.com/🇻🇳🇻🇳Nguyễn Tiến Thịnh 🇻🇳🇻🇳)

Andai pun dirimu sadar untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kerja, belum tentu keuanganmu akan sehat. Kamu yang terbiasa dimanjakan dengan uang saku setara UMR pasti punya lebih banyak keinginan selepas bekerja. Alasannya, masa style orang kantoran sama dengan mahasiswa?

Gengsi dong. Padahal, faktanya gajimu sebagai karyawan baru juga gak jauh dari upah minimum. Cuma beda tipis dari uang sakumu selama kuliah. Jebakan gaya hidup yang melebihi kemampuan bakal menyulitkanmu.

Bila pun gajimu langsung tinggi, keinginanmu tetap lebih tinggi lagi. Misal, kamu punya pendapatan 5 juta rupiah. Akan tetapi, gaya hidupmu seperti orang berpenghasilan 10 juta rupiah. Gaji 5 juta rupiah telah melampaui uang sakumu dulu yang setara UMR. Namun, inflasi gaya hidup membuatnya terasa kecil.

Gak usah ngambek apabila keinginan minta uang saku setara UMR ditolak mentah-mentah oleh orangtua. Penolakan mereka masuk akal. Kamu yang harus lebih sadar diri. Bukan uang saku yang kudu disamakan dengan kebutuhan plus keinginanmu. Namun, kelola uang saku berapa pun itu supaya cukup buat sebulan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team