Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun Ini

Empat tahun tak pernah kembali ke Papua

Banda Aceh, IDN Times - “Suasana Natal seperti di Papua memang kami tidak dapat di sini, tetapi kami berusaha melakukannya untuk mendapatkan itu semua,” kata Yuspani menceritakan kepada IDN Times mengenai pengalaman Natalnya di Provinsi Aceh.

***

Senandung Sajojo terdengar dari pengeras suara pada laptop seorang gadis berwajah timur wilayah Indonesia. Ini begitu nyaman untuk sebuah warung kopi, ditambah cuaca sore hari itu tak begitu sendu di kawasan Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam, Kota Banda Aceh.

Di sudut warung, terlihat seorang lelaki yang begitu santai duduk. Di telinganya terselip alat bantu dengar yang tersambung dengan handphone android di tangannya.

Sesekali ia melirik layar handphone-nya, lalu menggerakkan jari jemarinya seolah merangkai beberapa kata. Setelah itu, ia kembali larut dengan keadaan semula.

Lelaki itu bernama Yuspani Asemki, mahasiswa yang berkuliah di Aceh asal Papua. Gadis tadi adalah temannya. Mereka tak hanya berdua, namun ada beberapa mahasiswa asal daerah berjulukan Cendrawasih lainnya di warung tersebut.

Warung itu adalah tempat yang IDN Times sepakati bersama Yuspani untuk bertemu dan wawancara terkait kisah Yuspani selama di Aceh ketika perayaan Natal.

1. Sempat kaget ketika dinyatakan lulus perguruan tinggi di Aceh

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniYuspani, mahasiswa asal Papua yang kuliah di Aceh (IDN Times/Istimewa)

Yuspani tidak menampik bahwa Aceh bukanlah daerah yang sebenarnya ia tuju usai menyelesaikan masa studi menengah atas dan melanjutkan pendidikan tingginya. Lelaki berusia 24 tahun ini lebih memilih beberapa kota lainnya, khususnya di Pulau Jawa seperti daerah Yogyakarta, Malang, ataupun Solo.

Bukan tanpa alasan kota-kota itu menjadi pilihannya. Pernah mengenyam dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di pulau paling padat penduduknya di Indonesia itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Yuspani adalah alumnus Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Wonogiri, Jawa Tengah.

Nasib berkata lain, ketika ia mengikuti sleksi program afirmasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikhususkan untuk putra dan putrid asal Papua. Yuspani dinyatakan lulus di Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh. Kampus yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

“Lalu saya pergi ke warnet (warung internet) untuk mencari tahu, ketika saya buka ternyata berada di Kota Banda Aceh. Waw Aceh. Saya sempat kaget juga di situ,” katanya.

Baca Juga: Duo ART di Ikatan Cinta, 10 Adu Gaya Ayya Vs Chika di Dunia Nyata

2. Stigma buruk tentang Aceh membuat orang tua ragu

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniPasukan GAM saat konflik Aceh. Foto: MH/Dok. Aceh Magazine.

Kabar lulusnya Yuspani di Universitas Syiah Kuala juga terdengar sampai ke telinga orang tuanya di kampung halaman. Ternyata sang ayah khawatir dan sempat melarang lelaki berhidung mancung ini untuk melanjutkan pendidikannya di provinsi yang menerapkan hukum syariat Islam tersebut dikarenakan mereka non muslim atau pemeluk agama Kristen Katolik.

Bahkan ketakutan dan kecemasan itu melahirkan tawaran lain kepada Yuspani. Ia ditawarkan sang ayah untuk melanjutkan studinya di Pulau Jawa dengan biaya sendiri dari keluarga.

Tak ingin melepas beasiswa dan membebani biaya kuliah di kemudian hari, Yuspani pun coba meyakinkan orang tua serta keluarga lainya yang ada di Pegunungan Bintang, Papua, bahwa Aceh tidak mengerikan seperti dibayangkan.

“Lalu saya bilang ke bapak, apa yang bapak pikirkan, apa yang bapak dengar dari orang itu tidak benar. Kecuali bapak sendiri yang mengalaminya di lapangan, setelah itu baru aya dibolehkan -kuliah di Aceh-,” ujar Yuspani coba menirukan kembali ucapannya dahulu.

Apa yang diyakini dan disampaikan kepada sang ayah ternyata benar. Stigma buruk tentang Aceh yang dibicarakan orang-orang maupun dikabarrkan di luar ternyata tidak sama ketika dirinya melihat langsung.

“Sampai saya di Aceh, tidak ada sama sekali mengenai hal-hal yang dibicarakan orang-orang di luar Aceh baik dari mulut ke mulut maupun dari media. Itu sangat tidak benar apa yang keadaan sebenarnya di Aceh. Aceh baik-baik saja, tidak ada pembunuhan di sana sini. Tidak ada sama sekali,” kata Yuspani.

3. Merasakan hal yang berbeda ketika pertama kali merayakan Natal di Aceh

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniPerayaan Natal umat Kristen Katolik di Kota Banda Aceh, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Waktu terus berlalu dan tak terasa telah memasuki penghujung tahun, sementara Yuspani telah beberapa bulan berada di Tanah Rencong sejak ia meninggalkan kampung halamannya pada pertengahan 2016.

dm-player

Sama seperti umat kristiani lainnya, di penghujung tahun atau tepatnya 25 Desember, Yuspani pun merayakan Natal. Suasana berbeda pun ditemukannya, mulai dari jadwal libur yang berbeda dengan daerah lain ketika menjelang Natal dan tahun baru, serta suasana yang jauh dari kampung halaman.

Maklum saja, ini kali pertamanya ia merasakan perayaan di provinsi yang menerapkan syariat Islam.

"Jadi kawan-kawan kami yang memang di luar Aceh itu mereka pulang ke Papua. Natal bersama keluarga, dengan sahabat, kerabat, tetangga, dan saudara mereka, tetapi kami di Aceh itu memang sangat langka bagi kami," kata Yuspani menceritakan.

"Setelah lama di sini kami sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini."

4. Empat tahun tak pernah pulang ke Papua

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniIDN Times/Imam Rosidin

Melewati tahun pertama di Aceh memang terbilang berat, akan tetapi lama kelamaan Yuspani mampu menjalaninya. Putra dari pasangan Kosmas Asemki -ayah- dan Margareta Kaladana -ibu- berlahan mulai memahami adat, norma, dan kebiasaan masyarakat di Bumi Serambi Makkah.

Bahkan, anak pertama Kosmas Asemki ini mengaku jika dirinya tak pernah kembali ke kampung halaman sejak ia pertama kali tiba di Banda Aceh. Jangankan libur semester, ketika Natal pun Yuspani memilih untuk tidak pulang.

“Sudah empat tahun -tidak pulang ke Papua-. Sejak pertama kuliah belum pernah balik sampai sekarang,” kata Yuspani sambil tertawa.

5. Yuspani lebih mementingkan ekonomi keluarganya daripada harus pulang kampung

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniPedagang menunjukkan pecahan uang rupiah kuno di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (30/10/2020) (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Bukan tanpa alasan bagi seorang putra pertama pasangan Kosmas Asemk dan Margareta Kaladana selama empat tahun ini tak pernah kembali ke Tanah Papua. Keadaan ekonomi keluarganya di kampung halaman adalah pertimbangan Yuspani untuk tidak pulang.

Ia menyebutkan, biaya transportasi yang dibutuhkan dari Banda Aceh ke Pegunungan Bintang mencapai lebih kurang Rp15 juta. Jika dikalkulasikan, maka dibutuhkan biaya Rp30 juta untuk satu kali perjalanan pergi dan kembali.

"Jadi selama ini kan memang saya melihat dari kondisi keluarga saya dasarnya memang keluarga tidak mampu. Makanya saya memilih untuk tidak pulang," ungkapnya.

Di awal kuliah dahulu, ia pernah membunuh rasa jenuh dengan pergi ke luar kots saat libur semester. Namun, belakang Yuspani merasa lebih nyaman berada di Aceh ketika libur.

"Mending tinggal di sini sekalian sampai selesai dan membawa gelar atau ijazah. Itukan suatu kebanggaan bagi orang tua kita," umbuh Yuspani.

6. Makna Natal dan kado terbesar bagi Yuspani di tahun ini

Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Aceh: Kado Teristimewa Tahun IniYuspani bersama mahasiswa asal Papua lainnya di Aceh ketika merayakan Natal (IDN Times/Istimewa)

Yuspani mengakui, sebaik-baik dan sebahagiannya perayaan Natal adalah bisa bersama serta berkumpul dengan keluarga. Tetapi, lelaki berusia 24 tahun ini pun tak mungkin juga memaksakan kehendaknya.

Merayakan Natal bersama mahasiswa Papua lainnya di Aceh adalah suatu kebahagiaan tersendiri baginya. Sebab mereka saling berbagi di antara kekurangan yang ada.

"Tetapi bagi saya, Natal itu bukanlah harus bersama keluarga tetapi kasih yang kita berikan kepada orang, kekeluargaan yang kita bangun, kebersamaan, itu yang sangat penting."

Ada cerita tersendiri yang dimiliki Yuspani pada Natal tahun ini. Ia sempat berniat pulang ke Papua untuk merayakannya. Mungkin rasa rindu telah begitu menggebu di sanubari alumnus SMK Negeri 1 Wonogiri tersebut.

Bak gayung bersambut. Doa dan keinginan Yuspani seolah didengarkan oleh Yang Maha Kuasa. Ia mendapatkan kesempatan untuk sidang skripsi.

"Makanya saya sangat, sangat, berterima kasih kepada Tuhan sudah memberikan saya kesabaran, kenyamanan, sehingga saya bisa menyelesaikan sarjana," ungkapnya bahagia.

"Gelar itu salah satu persembaan saya kepada orang tua saya karena selama empat tahun saya belum pernah pulang," tambahnya.

Baca Juga: Bikin Pangling, 10 Potret Asli Kiki Pembantu Aldebaran di Ikatan Cinta

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya