5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!

Antara hati dan pikiran kerap tidak selaras

Mungkin kita bisa berbicara jujur terhadap orang lain. Bahkan ini menjadi poin utama yang tidak boleh dilupakan. Tapi di satu sisi, kejujuran terhadap diri sendiri justru diabaikan. Mulai dari menyangkal emosi negatif, sampai tidak memvalidasi kesedihan yang dirasakan.

Pada kenyataannya membiasakan jujur pada diri sendiri tidak terlepas dari tantangan. Inilah yang kerap membuat seseorang memutuskan menyerah di tengah jalan. Padahal dengan mengenali tantangan secara menyeluruh, kita lebih mudah dalam mencari jalan keluar. Berikut tantangan yang harus kamu ketahui dalam proses tersebut.

1. Kesulitan mengakui sisi kelemahan diri

5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!ilustrasi orang sombong (pexels.com/Brett Sayles)

Membiasakan jujur pada diri sendiri merupakan proses yang butuh kesabaran. Hal ini tidak bisa ditanamkan dalam satu waktu. Namun dibangun dari pengalaman berkelanjutan. Tapi yang perlu diketahui, membiasakan jujur pada diri sendiri juga dihadapkan dengan berbagai tantangan.

Terkadang, kita terlalu sulit mengakui sisi kelemahan diri. Sebagai manusia, selalu menginginkan kesempurnaan secara penuh. Ketika realita tidak sesuai dengan ekspektasi, seolah tidak mengakui yang terjadi. Kita memanipulasi diri dengan tidak mau menerima situasi tersebut.

Baca Juga: 4 Alasan Mengapa Kamu Harus Belajar Cuek Terhadap Gosip 

2. Ketidakselarasan antara hati dan pikiran

5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!ilustrasi merasa kacau (pexels.com/Gustavo Fring)

Untuk menciptakan kehidupan yang seimbang, antara hati dan pikiran harus selaras. Ini penting ketika kita hendak mengambil keputusan krusial. Tapi yang namanya hidup juga dipenuhi dengan lika-liku. Seringkali antara hati dan pikiran berjalan tidak seimbang.

Ternyata situasi ini menjadi tantangan membiasakan jujur pada diri sendiri. Ketika hati dan pikiran sudah tidak selaras, maka sering terjadi pertentangan. Dalam mengambil keputusan tidak pernah tepat sasaran. Seringkali pemikiran memaksakan sebuah kehendak, tapi hati kecil cenderung bertentangan.

3. Tuntutan untuk terus memenuhi ekspektasi orang lain

5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!ilustrasi lingkungan banyak tuntutan (pexels.com/Antoni Shkraba)

Tidak dapat dimungkiri jika kita hidup bermasyarakat. Sedikit banyak kita akan melihat standar yang menjadi ketetapan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka memiliki ekspektasi yang dipaksakan untuk diikuti. Tapi apakah kita mampu dalam mengikuti ekspektasi orang lain?

Hal ini tentu menjadi tantangan saat membiasakan jujur pada diri sendiri. Seringkali kita berusaha memenuhi ekspektasi orang lain meskipun tidak nyaman. Sampai-sampai mengabaikan bakat dan potensi diri untuk memenuhi ekspektasi orang lain demi validasi sosial.

4. Pengaruh lingkungan sekitar yang mendominasi

5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!ilustrasi gaya hidup hedon (pexels.com/Cottonbro studio)

Membiasakan jujur pada diri sendiri merupakan proses yang membutuhkan waktu. Kita harus sabar menghadapi secara bertahap. Tapi bukan berarti membiasakan jujur pada diri sendiri tanpa tantangan. Karena dalam prosesnya menghadapi lika-liku panjang.

Salah satunya pengaruh lingkungan sekitar yang mendominasi. Kita dipaksa menjalani hidup di bawah standar sosial. Meskipun hati dan pikiran sesungguhnya memiliki kehendak tersendiri. Jika sudah seperti ini, kita akan terjebak dalam pola kehidupan yang manipulatif.

5. Sikap plin-plan dalam menghadapi arus pergaulan

5 Tantangan Membiasakan Jujur pada Diri Sendiri, Butuh Proses!ilustrasi relasi pertemanan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Menghadapi arus pergaulan memang harus cermat. Karena pengaruh di dalamnya tidak selalu baik. Pada situasi tertentu, tidak menutup kemungkinan kita terjebak pengaruh menjerumuskan. Jika membicarakan tentang proses jujur terhadap diri sendiri, sikap plin-plan dalam menghadapi arus pergaulan juga membawa pengaruh.

Mereka yang memiliki sikap plin-plan cenderung susah menolak. Ketika lingkungan mengajak pada pengaruh kurang baik, asal mengikuti dengan alasan solidaritas. Tentu ini bertentangan dengan prinsip dan nilai yang dianut. Bahkan hati dan pikiran tidak sejalan dengan tindakan yang dilakukan.

Membiasakan jujur pada diri sendiri ternyata juga butuh kesabaran. Dalam prosesnya tidak selalu berjalan mulus. Sebaliknya, beberapa tantangan turut menghambat. Menyadari akan fakta tersebut, tentu kita harus membulatkan tekad. Sungguh disayangkan jika upaya membangun kejujuran pada diri sendiri berakhir gagal.

Baca Juga: 5 Alasan Jujur Lebih Baik daripada Memberikan Kode dalam Hubungan

Mutia Zahra Photo Verified Writer Mutia Zahra

Be grateful for everything

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya